Pengaburan Sejarah dan Fatamorgana Kemerdekaan di Indonesia



Oleh: Cebiana
Member Akademi Menulis Kreatif

Indonesia telah lama terbebas dari penjajahan fisik  oleh Jepang dan Belanda. Semua ini tidak lain karena peran ulama yang memahami, bahwa dalam memerdekakan Indonesia itu harus dilandasi dengan tauhid. Sebut saja: K.H. Hasyim Asyari ( Pendiri NU), K.H. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), Pangeran Diponegoro, Kapitan Pattimura (Ahmad Lussy), Cut Nyak Dien dan ulama lainnya. Kegigihan dan keimanan mereka dalam menancapkan ghirah jihad ke tengah kaum muslimin pada waktu itu, membuat para penjajah kewalahan.

Deislamisasi Sejarah Bangsa
Perang Pasifik merupakan perang yang terjadi antara Amerika Serikat terhadap Kekaisaran Jepang dari tahun 1941 - 1945. Perang ini diawali oleh Jepang yang sakit hati lantaran tatanan dunia didominasi oleh Barat. Tanpa peringatan, tahun 1941 Jepang menjatuhkan bom di Pearl Harbor di Kepulauan  Hawai.
Pada 6 Agustus 1945, Kota Hiroshima koma setelah dijatuhi bom atom oleh Amerika Serikat (AS). Dan memakan korban sebanyak 130,000 jiwa. Tiga hari berselang, Kota Nagasaki mengalami nasib serupa.  Bom atom yang dijatuhkan oleh AS berhasil menewaskan 60.000 penduduk Kota Nagasaki. Jepang sadar, kini dirinya berada di ambang kekalahan dalam Perang Dunia II  menghadapi Sekutu.  Akibatnya, kedua belah pihak mengalami kerugian yang sangat besar. (www.amp.tirto.id)

Jepang  dengan segala keangkuhannya masih bisa berdiri tegak dan meninggikan wibawanya di hadapan Indonesia , yang saat itu masih menjadi jajahannya sejak tahun 1942. Ketika  mendapat kabar tentang kekalahan Jepang, Indonesia segera memproklamirkan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, tanpa menunggu Jepang yang akan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia pada 24 Agustus 1945. Meskipun sebelumnya Mohamad Hatta, sebagai Ketua PPKI, yang didirikan oleh Jepang mendatangi    Marsekal Terauchi (Pimpinan Tertinggi Jepang) di Vietnam mengenai kemerdekaan Indonesia. 

Para ulama berperan penting dalam perumusan landasan Negara Republik Indonesia, yaitu dengan memasukkan syariat Islam sebagai bagian dari Piagam Jakarta. Hanya saja setelah pengesahan tersebut para tokoh Kristen dibantu oleh petinggi Jepang, melobi Presiden Soekarno untuk menghilangkan tujuh kata yang termaktub di dalam piagam Jakarta. Jika tidak mereka mengancam akan memisahkan diri dari wilayah Republik Indonesia. 

Berikut hasil perubahan yang telah disepakati sebagai preambule dan batang tubuh UUD 1945, yang saat ini biasa disebut dengan UUD 45:
Kata “Muqaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, diganti dengan kata “Pembukaan”.
Anak kalimat Piagam Jakarta yang menjadi pembukaan UUD, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Anak kalimat yang menyebutkan , presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata "dan beragama Islam."
Terkait perubahan poin kedua, maka pasal 29 ayat 1 berbunyi, “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai ganti dari, “Negara berdasarkan atas ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Inilah musibah terbesar bagi umat Islam di negeri ini. Ketua Umum Masyumi, Prawoto Mangkusasmito , dengan sedih dan perih mengatakan, ”Piagam Jakarta yang diperdapat dengan susah payah, dengan memeras otak dan tenaga berhari-hari oleh tokoh-tokoh terkemuka bangsa ini, kemudian di dalam rapat "Panitia Persiapan Kemerdekan" pada tanngal 18 Agustus 1945 dalam beberapa menit saja dapat diubah. (m.kiblat.net)

Kemerdekaan yang didapatkan dari darah para ulama dan para santri, dengan landasannya, Laa Illaha Illallahu, telah berubah haluan menjadi Sekuler, dengan sebuah landasan yang memisahkan agama dari kehidupan. Dari landasan inilah banyak terjadi pengaburan sejarah yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam dengan tujuan agar generasi selanjutnya abai dan buta atas perjuangan para syuhada dan kehancuran negara ini. Secara fisik, penjajahan tidak lagi dilakukan oleh orang-orang kafir Barat. Akan tetapi mereka membuat siasat yang lebih jitu untuk menghancurkan Islam dari dalam, yakni Tatanan Dunia Baru. Sebuah peralihan dari penjajahan fisik menuju penjajahan non fisik ( perang pemikiran/ Ghazwul Fikri).

Sekulerisme menjangkiti generasi bangsa

Telah lama Indonesia merdeka, 74 tahun lamanya tak memperlihatkan keadaan yang berimbang di dalam geopolitiknya. Campur tangan asing dalam pembuatan Undang-Undang Negara untuk kepentingan para Kapitalis semakin menguatkan, bahwa penjajahan belum berakhir.  Fashluddin ‘anil hayyah (pemisahan agama dan kehidupan) berdampak secara signifikan kepada bangsa. Selain masalah geopolitik yang carut marut seperti bertambahnya hutang negara, naiknya BPJS sebanyak 100%,  rencana pemindahan ibukota, dana haji yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur serta sistem pendidikan yang rujukannya ke Barat, juga menorehkan penyesatan sejarah. Pendidikan yang seharusnya mampu membawa manusia untuk tegak dalam menopang kemerdekaan Republik Indonesia, justru memberikan raport merah terhadap adab dan akhlak  generasinya. 

Solusi Islam

Allah mengutus Rasul Saw untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan terhadap sesama hamba menuju penghambaan kepada Sang Pencipta. Menyelamatkan manusia dari kezaliman atas nama isme-isme menuju keadilan yang diwujudkan oleh Islam. Membawa manusia dari sempitnya dunia menuju kelapangan dunia dan akhirat…."Itulah definisi merdeka menurut Islam.  

Dimensi  penghambaan kepada selain Allah yang berupa ketaatan terhadap para pembesar, penguasa dan ulama yang mengganti hukum-hukum Allah. Dimensi ini merupakan salah satu dimensi pemurnian tauhid yang kurang disadari banyak pihak.

Terkait dimensi pemurnian tauhid dari segala macam bentuk kekufuran (baca:thaghut), Ibnul Qayyim menjelaskannya di dalam I’lamul Muwaqqi’in.
Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah berkata, "Thaghut adalah segala bentuk tindakan melampaui batas, baik berupa diibadahi, diikuti dan ditaati. Thaghut setiap kaum adalah siapa saja dijadikan rujukan dalam memutuskan perkara selain Allah dan rasul-Nya,  atau mereka menjadikannya sesembahan selain Allah, atau mereka mengikutinya tanpa ada petunjuk dari Allah, atau mereka mentaatinya atas hal-hal yang tidak mereka ketahui padahal sejatinya ketaatan itu hanya boleh untuk Allah.” (I’lamul Muwaqqi’in 1/50). (Mistahul Insan Lc, m.kiblat.net)

 “Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Rabbku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.’ (QS. 6:161) Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, (QS. 6:162) tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).’ (QS. 6:163)” .( al-An’aam: 161-163).

Wallahu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post