Miss Ringkid


By : Sri Gita Wahyuti
(Ibu Rumah Tangga)

Kenal nggak sama Miss Ringkid? Nggak kenal ya? Wajar sih kalau nggak kenal soalnya doi itu kan bukan pemenang salah satu kategori pemilihan Miss Universe or Miss Indonesia yang karenanya bisa terkenal minimal seantero Indonesia.

Lalu...apakah dia gadis sampul yang wajahnya nampang di majalah remaja? ...bukan.

Apa dia gadis sunsilk yang karena rambutnya hitam mengkilat n nggak pecah-pecah terus jadi model iklan sampo?...bukan.

Apa dia pemain film Dilan yang katanya mewakili film remaja terbaik sampai-sampai presiden pun ikutan nonton?...bukan.

Atau apakah dia itu putri kampus?...bukan...bukan...pokoknya bukan.

Well, Miss Ringkid emang bukan siapa-siapa. Dia hanya seorang gadis biasa. Doi udah setahun ini nggak ngampus. Tepatnya sejak ayahnya meninggal dunia. Anak terbesar di keluarga. Ibunya cuma ibu rumah tangga biasa.

Kesadaran bahwa hidup harus terus berjalan sementara ekonomi pas-pasan membuatnya mengambil keputusan untuk berhenti kuliah. Dia juga harus menjadi tulang punggung keluarga.

Nggak sedikit biaya yang harus dicari untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk sekolah kedua adiknya. Apalagi disaat harga-harga naik. BBM naik, listrik naik, beras naik, segala naik. Satu-satunya yang turun cuma harga diri.

Wajahnya emang cantik. Body nggak kalah sama Milea. Kalau dia mau ikutan Miss Universe atau Miss Indonesia kurasa dia bisa jadi finalis. Otak juga lumayan cerdas kok.

Tapi, karena dia menyadari betul bahwa sebagai muslimah harus taat azas. Azas yang diturunkan oleh Allah SWT yang tidak menciptakan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya.

Dan dalam beribadah kepada Allah itu ada kewajiban muslimah untuk berjilbab. Jadilah dia salah seorang diantara lautan jilbab itu.

Dan di dalam beribadah juga ada larangan muslimah untuk melakukan tabbaruj alias memperlihatkan kecantikan secara sengaja di depan laki-laki asing. Berlenggak-lenggok di atas catwalk dengan dandanan menor, memakai wangi-wangian yang mencolok adalah bagian dari tabbaruj.

Apalagi kalau pakai pakaian renang atau bikini doang. Itu kan pasal pertama undang-undang syetan "telanjangi wanita". Berhasil deh tuh syetan mengelabui wanita lewat kecantikan, ketenaran dan mungkin segepok uang.

Pantes Rasululloh pernah bersabda, kalau kebanyakan penghuni neraka adalah wanita. Jangan-jangan itu yang bikin gara-gara menyebabkan wanita tergelincir ke dalam jurang neraka. Iih...syeraam!

Bohong besar kalau ajang Miss Universe atau ajang putri Indonesia bukan merupakan eksploitasi terhadap kecantikan wanita. Bohong besar kalau mereka bilang ini adalah ajang uji wawasan dan kecerdasan. Walau mereka bilang tidak menilai peserta semata-mata dari penampilan fisik melainkan dari 3B alias Beauty, Brain and Behavior.

Buktinya mereka yang nggak punya body kayak Barby nggak bisa ikutan padahal diantara wanita-wanita kelas berat pun banyak yang nggak kalah cerdas.

Lagipula kalau mau ngaku cerdas maka mereka harus lebih takut sama yang nyiptain mereka. Bukan kah orang cerdas itu orang berilmu dan orang yang berilmu itu adalah ulama. Ulama paling takut sama Allah. Kalau takut mestinya ya nggak berani.

Nggak berani mengumbar aurat. Nggak berani mentasin kemaksiatan secara terus-menerus. Nggak berani salah bersyukur atas kecantikan yang udah dikasih sama yang Kuasa. Pokoknya nggak akan berani melanggar aturan Allah.

Itulah yang ditakutin sama Laila, gadis yang kujuluki Miss Ringkid. Disaat kucuran dana dari kepala rumah tangga berhenti mengalir. Disaat popularitas dan uang gampang diraih, lewat body gitar, goyangan erotis atau merdunya suara.

Disaat dia bisa melihat potensi dirinya untuk  bersaing dengan mereka. Laila takut keadaan memaksanya memilih jalan pintas menukar akidah dengan lembaran rupiah. Naudzubillah !

Bukankah takan ada yang menghukumnya jika dia melepas jilbabnya. Bukankah takan ada yang akan memanggul sekarung makanan untuknya jika dia terpaksa memasak batu untuk keluarganya. Tidak akan ada yang memenjarakannya jika dia beraksi porno atau membuat gambar cabul. Toh masyarakat menilai lewat kacamata masing- masing. Ada pro kontra itu sih biasa.

Lihatlah tayangan-tayangan televisi, begitu banyak acara yang mampu menyedot perhatian berbagai kalangan, menyulap mereka menjadi idola dadakan atau jutawan dadakan. Kemudian nama mereka akan tercatat sebagai selebriti. Bukankah Laila bisa ikut ngantri disana?

Pemerintah sendiri nggak punya kriteria yang jelas mana pornoaksi-pornografi mana yang sekedar ekspresi seni. Apalagi setelah munculnya Islam Nusantara, para muslimah justru dilarang berpenampilan kearab-araban. Dalihnya cukup hijabi hati saja.

Dan itulah yang kukagumi dari Laila, tetap tegar meski hatinya ingin memberi yang terbaik buat keluarganya. Ia tahu popularitas dan uang bisa mendongkrak kehidupannya yang serba kekurangan menjadi keluarga "The Have", tapi itu jelas bukan keyakinan yang dianut oleh Laila.

Laila justru yakin, ibu dan kedua adiknya akan lebih bisa bertahan dengan kehidupan pas-pasan daripada memiliki tumpukan uang yang didapat dengan cara yang tidak disukai Allah.

Ibu Laila mulai memanfaatkan mesin jahit yang dulu hanya sesekali dipakai sekedar untuk memperbaiki pakaian yang rusak. Dimulai dengan menerima jahitan teman-teman dekat Laila dan juga menjahit kerudung untuk kemudian dipasarkan oleh Laila.

++++

Pusdai masih sepi saat aku datang. Aku pun belum sarapan. Tapi nggak perlu terlalu khawatir. Bukankah akan selalu ada Laila yang bisa dipastikan akan membuka "Toserba dadakan". Begitu kebiasaan Laila jika ada tabligh akbar, seminar, workshop atau dialog interaktif. Dia tidak pernah melewatkannya untuk ikut dalam bazzar.

Ngga tanggung-tanggung yang dibawa Laila. Ada makanan, buku, jilbab, kerudung plus aksesori muslimah seperti kaus kaki, pin dan entah apa lagi. Kiranya itulah yang membuatku menjulukinya Miss Ringkid, maksudnya segala yang ada semua diringkid alias dibawa.

Nggak ada yang menghina atau mengoloknya, malah lebih banyak yang kagum. Daripada minta-minta lebih baik jualan.

Lagipula belanja di toserba dadakannya Laila lebih aman, nggak perlu khawatir tercampur formalin atau zat haram lainnya karena Laila mengolah sendiri makanannya.

Seandainya setiap pedagang seperti Laila, meyakini bahwa Allah lebih dekat dari urat lehernya, yakin bahwa Allah selalu memperhatikan setiap perbuatannya, kiranya nggak akan ada yang berusaha mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan modal sedikit-dikitnya tanpa memperhatikan halal haramnya.

Memikirkan gadis itu, semua yang ada pada dirinya benar-benar membuatku kagum. Apa ada ya bidadari surga di dunia ini? Andai Laila mau jadi kakak iparku. Ah....aku menggeleng. Bang Indra kakakku satu-satunya justru sedang terlibat cinlok dengan teman kerjanya. Lagipula kayaknya kakakku bukan tipenya Laila.

"Hai...pagi-pagi dah ngelamun aja. Nggak bersih-bersih tuh nyapunya", sapa sebuah suara. Aku baru sadar kalau teman-teman panitia sudah pada datang termasuk juga owner toserba yang kutunggu.

"La, ada nasi kuning nggak? Belum sarapan nih..."

Laila nggak menjawab. Tangannya sibuk menata dagangannya di meja bazzar. Ia harus sudah siap sebelum peserta tabligh akbar pada datang. Sebuah kerudung "Naqiya Collection" beralih ke tanganku. Pesananku dua hari lalu.

Aku membuka kresek besar berisi makanan. Barangkali ada nasi kuning yang akan mengisi perutku yang belum diisi apa-apa.

"Mana naskunnya, La?"

"Wah...hari ini nggak bawa naskun adanya narkoba", jawabnya asal.

" Hah...narkoba? ...apaan tuh?"

"Nasi rames, kopi dan bala-bala ha ha".

Aku mendelik. Wah...sepagi ini Laila dah mengajakku bercanda.

"Tuh di kresek satu lagi" tunjuknya.

Tak berapa lama terdengar jeritan Laila saat aku mencubit pipinya dengan gemas. Setelah kudapat apa yang kuinginkan akupun berlalu setengah berlari.

"Hai....fulusnya belum tuh...." teriak Laila.

"Ngutang duyuuuuu", jawabku sambil berteriak juga.

Post a Comment

Previous Post Next Post