Kapitalisme, Biang Keladi Human Trafficking

Oleh : Dewi Sartika 
(Komunitas Peduli Umat)

Kasus human trafficking atau perdagangan manusia masih  marak terjadi, sebagian besar korbannya merupakan perempuan dan anak-anak usia 13 sampai 17 tahun. Dikutip dari detiknews.com. Berdasarkan data pusat pelayanan terpadu perempuan dan anak (P2P2A), 2 tahun terakhir kasus perdagangan manusia mengalami penurunan. Di tahun 2017 tercatat ada 57 kasus yang terlayani lembaga tersebut. Kemudian di tahun 2018, 23 kasus. Pemprov Jawa Barat terus berusaha menekan kasus perdagangan manusia melalui program-program yang telah diluncurkan. Salah satunya yaitu program pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan program sekolah perempuan mencapai impian dan cita-cita (sekoper cinta). Pertanyaannya, efektifkah upaya yang dilakukan pemerintah untuk menekan terjadinya human trafficking.

Buah dari kapitalis

Menangani dan mencegah perdagangan manusia (human trafficking) tanpa mengaitkan dengan akar masalah munculnya human trafficking tentunya tidak akan menyelesaikan persoalan secara tuntas. Maraknya perdagangan perempuan tidak lepas dari carut-marutnya sistem kehidupan yang kini sedang dijalankan. Sistem yang dimaksud adalah sistem kapitalis yang tegak di atas asas sekularisme, dengan asas yang rusak ini menjadi wajar jika kapitalisme melahirkan berbagai kerusakan pula.

Kebijakan sistem ekonomi kapitalis yang bertumpu pada asas manfaat, serta ribawi beresiko terjadinya krisis ekonomi yang dapat mengakibatkan banyaknya pengusaha gulung tikar dan menyebabkan PHK besar-besaran. Akibatnya, masyarakat yang harus menanggung resikonya yaitu terjebak dalam lingkaran kemiskinan.

Kondisi inilah yang menjadikan seorang perempuan tidak hanya sebagai seorang ibu di dalam rumah, melainkan ikut terjun ke dunia kerja atau ranah publik guna memenuhi kebutuhan hidup yang semakin sulit. Dengan iming-iming gaji yang fantastis, minimnya pengetahuan tentang dunia kerja, serta kurangnya keterampilan, dan tidak minimnya perlindungan negara menjadikan seorang perempuan mudah terjerat dalam perdagangan manusia.

Selain itu, kehidupan sekuler telah menjadi biang masalah di tengah-tengah masyarakat. Penerapan sistem ini menjadikan manusia sebagai makhluk yang bebas aturan dan mendewakan materi dan kesenangan belaka. Dengan maraknya kasus human trafficking, membuktikan negara gagal dalam mensejahterakan serta melindungi masyarakatnya khususnya perempuan,

Islam Memuliakan Perempuan

Islam adalah agama yang sempurna, terpancar aturan yang mengatur dalam setiap sendi kehidupan. Di dalam Islam seorang wanita memiliki derajat dan kemuliaan yang tinggi. Dia adalah ummu warobatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). Perempuan memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya, darinya terlahir generasi yang gemilang sebagai tonggak perubahan dan itu bukanlah tanggung jawab yang sepele. 

Di dalam Islam, seorang perempuan dapat melakukan tugasnya secara sempurna sebagai seorang ibu, karena perempuan tidak harus  keluar rumah untuk turut memenuhi kebutuhan ekonomi. Islam mewajibkan pemenuhan nafkah kepada seorang suami serta mewajibkan bagi setiap laki-laki, baligh, berakal dan mampu untuk bekerja. Jika suami tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, maka tanggung jawab pemenuhan kebutuhan dialihkan pada walinya atau sanak saudara, jika walinya pun tidak mampu maka menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga, seorang perempuan tidak harus terjun ke dunia kerja dan seorang perempuan tidak mudah terancam kejahatan termasuk kejahatan perdagangan manusia.

Negara pun wajib untuk menyediakan lapangan pekerjaan untuk mempermudah seorang kepala rumah tangga (suami) untuk mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Negara juga mengelola sumber daya alam yang ada. Hasilnya dikembalikan untuk masyarakat. Tentunya semua dapat terwujud dan berjalan dengan baik jika sebuah negara menerapkan peraturan yang berasal dari sang pencipta. Wallahu A'lam Bishawab
Previous Post Next Post