Ironi Islamofobia



Oleh: Zahra Aulia (Aktivis Dakwah Kampus dan Member Akademi Menulis Kreatif)

Kampus sekarang menjadi sorotan bagi para penguasa untuk memberantas radikalisasi dan intoleransi. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kemenristek Dikti adalah mendata medsos dosen sampai mahasiswa sehingga dengan adanya upaya ini akan mudah untuk melacak siapa dari civitas kampus yang memiliki jaringan dengan organisasi yang terpapar radikalisme ataupun intoleransi.(Republika.co.id, 26/07/2019)

Di sisi lain Kemenristek Dikti memberikan lampu hijau kepada mahasiswa untuk mengkaji marxisme hingga LGBT selama itu dalam ranah akademik dan didampingi oleh dosen yang membina mahasiswa dalam kajian tersebut. (tirto.id, 26/07/2019). 

Di media sosial pun beredar modul yang dikeluarkan BNPT dan LIPI yakni Modul Pencegahan Terorisme di Indonesia. Dalam satu halaman tercantum 3 poin pola penyebaran radikalisme, pada point pertama tertulis “Pengajian, Pertemuan Halaqah, dan lain-lain”.

Kata pengajian dan pertemuan halaqah itu identik dengan agama Islam. Karena bagi umat Islam mengkaji ilmu adalah hal yang utama, terutama ilmu agama yang didapatkan dari pengajian. Halaqah pun demikian karena merupakan metode pengajian yang dilakukan sejak masa Rasulullah dalam menyampaikan risalah Islam kepada para sahabat dan umatnya. Beliau membina dan membentuk kepribadian mereka menjadi kepribadian Islam yakni tidak lepas dari halaqah. Hingga saat ini metode pengajian yang dicontohkan oleh Rasulullah itu yang tetap dilakukan oleh umat dan bahkan halaqah sangat masyhur di kalangan pesantren.

Kalau tidak ada aktivitas dakwah maka ajaran Islam tidak akan pernah sampai kepada kita umat Rasulullah saw. maka patut untuk kita syukuri karena masih adanya aktivitas halaqah dan pengajian sehingga umat Islam mengetahui ajaran agama yang mereka anut. Namun, sangat menyakitkan jika tiba-tiba pemerintah menuduh halaqah sebagai sarana penyebaran  benih radikalisme. Suatu alasan yang tidak berdasar.

Aktivitas ini adalah sebuah kesengajaan  yang dilakukan oleh rezim untuk menggiring opini tentang bahaya radikalisme yang sejatinya tidak berbahaya. Berbeda dengan paham marxisme, pergaulan bebas yang menyebabkan banyak kasus aborsi, narkoba dan kasus korupsi. Semua itu justru sangat nyata bahaya dan kerugian yang ditimbulkan bagi umat.

Apakah kita akan membiarkan _framing_ jahat ini?

Tentu sebagai seorang muslim sejati kita tidak akan berdiam diri dengan  melihat fitnah keji yang dilontarkan kepada ajaran Islam. Maka kaum muslim wajib untuk melakukan aktivitas seperti:

Pertama, terus melakukan agenda pengajian karena dengan cara inilah kaum muslim akan memahami ajaran Islam kaffah yang membawa rahmat bagi seluruh alam.

Kedua, melakukan aktivitas dakwah. Menyampaikan pemahaman Islam yang telah dikaji kepada umat agar umat sadar dan tidak termakan _framing_ jahat rezim saat ini.

Ketiga, jangan pernah merasa goyah dalam memperjuangkan ajaran Islam karena penjajah dan orang-orang munafik tidak pernah lelah untuk menghancurkan umat Islam.

Kalau kita membuka bagaimana dalam sistem Islam. Maka khilafah sangat selektif dalam memilih pemahaman yang boleh untuk dikaji, apatah lagi pemahaman yang bertentangan dengan akidah Islam seperti marxisme dan LGBT yang justru membahayakan akidah kaum muslim. Pemahaman demikian tidak akan dibiarkan untuk dikaji oleh masyarakat daulah. Namun di dalam sistem sekarang justru pemahaman yang merusak akidah dan akal yang dibiarkan untuk dikaji. Maka umat Islam tidak akan terjaga akidah dan akal ketika dalam sistem yang buruk seperti ini. Hanya dengan sistem khilafah akidah akan terjaga dan akal akan terlindungi.

_Wallahu a’lam bi ash-shawab_
Previous Post Next Post