Uninstall Demokrasi Reinstall Sistem Islam

Penulis : Vie Dihardjo 
(Komunitas Ibu Hebat)

Pemilu riuh, rakyat bingung. Terlihat tidak ada pihak yang seratus persen benar atau salah, Bahkan lembaga yang digadang-gadang menjadi pihak yang jujur dan adil dalam penyelenggaraan pemilihan umum yakni KPU. Saat ini rakyat mencoba mencari kejujuran dan keadilan hasil pemilu lewat media sosial, mengkonfirmasi fakta-fakta hasil pemilihan di media sosial baru mencocokkannya dengan web KPU.

Sungguh miris, tapi inilah fakta pergantian pemimpin di alam demokrasi. Suara terbanyak adalah penentu kemenangan, karenanya muncul berbagai peluang terjadinya penyimpangan. Diantaranya money politic. Rakyat dipandang sebagai obyek dari pihak yang berkepentingan membeli suara rakyat agar memenangkan pemilu. Terjadinya intimidasi, kerap dilakukan secara lansung atau tidak langsung melalui berbagai macam media. Intimidasi bisa dilakukan dengan sembunyi-sembunyi maupun dengan memanfaatkan kekuasaan. 

Sejak dimulainya tahapan pemilu sudah sangat terasa adanya kampanye negatif, bertebarannya berita bohong (hoax) untuk merusak integritas dan menjatuhkan lawan politik menjadi fakta tidak terbantahkan bahwa kompetisi memperebutkan kekuasaan di alam demokrasi berlangsung dengan menghalalkan segara cara.

Pada pemilu 2019 praktik-praktik kotor seperti money politic, intimidasi hingga kampanye negatif dapat disaksikan dengan mata telanjang. Kecurangan demi kecurangan diabadikan dalam video dan dapat disaksikan seantero negeri dengan mudah melalui media sosial. Sementara lembaga penyelenggara pemilu dan perangkatnya tidak mampu memberi penjelasan yang memadai terkait fakta-fakta kecurangan yang ditemukan masyarakat di lapangan.

Bagaimanakah kualitas pemimpin yang dihasilkan dari sistem pemilihan yang amburadul dan sarat akan kecurangan? Demokrasi menjadikan  suara terbanyak menjadi acuan kemenangan sekaligus standar benar dan salah. 

Sistem apakah yang mampu menghadirkan proses pemilihan yang beradab sehingga menghasilkan pemimpin yang adil, jujur sekaligus menghadirkan ridho Alloh?

Reinstall Sistem Islam

Di dalam sistem islam siapa yang memimpin tidak lebih penting dari sistem apa yang digunakan untuk menjalankan kepemimpinannya. Sistem kepemimpinan yang digunakan harus berdasarkan Kitabullah dan As Sunnah. Ketaatan kepada seorang pemimpin mensyaratkan ketaatan pemimpin pada keduanya, kepemimpinannya menjamin pelaksanaan hukum Alloh dan RasulNya secara kaffah.

Alloh berfirman dalam surat An Nisaa ayat 59, "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah RasulNya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Alquran) dan Ras ul (Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya"
Muhammad bin Ka'ab, Zaid bin Aslam dan Syahr bin Hausab berkata, "sesungguhnya ayat ini diturunkan untuk para umara' (pemimpin), yaitu mereka yang berwenang memutuskan hukum diantara manusia"

Dalam hal ketaatan kepada pemimpin, Imam Bukhori meriwayatkan "sama sekali tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan, ketaatan dalam kebaikan" (HR. Bukhori). Ketaatan itu adalah pemimpin yang melaksanakan Kitabullah dan As Sunnah.

Pentingnya sistem kepemimpinan dapat dilihat dari hadist yang diriwayatkan Imam Muslim dari Ummul Hushain, bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda dalam khutbah haji Wada' "Sekalipun yang memerintah kalian adalah seorang budak(sementara) ia memimpin kalian dengan Kitabullah. Maka dengar dan taatlah padanya (HR. Muslim).

Sejatinya tugas muslimin tidak hanya berhenti pada memilih pemimpin islam saja tetapi mengadakan, memperjuangkan agar  hukum Alloh (syariat islam) dan As Sunnah dapat diterapkan secara kaffah. Karena inilah satu-satunya sistem yang membangkitkan manusia dan memuliakannya. 

Wallahu'alam bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post