Politik Dalam Kacamata Islam

Penulis : Hexa Hidayat 
(Alumni Univeristas Muhamadiyah Palembang, Aktivis)

Beberapa tahun belakangan ini aroma politik sangat terasa sekali. Semua kalangan membicarakannya, dari elit politik sampai kepada ibu-ibu tak lepas dari pembicaraan yang berbau politik. Tanpa kita sadari kata-kata politik tidak lagi asing bagi kita,bahkan bangun tidurpun para ibu-ibu mulai membicarakan harga-harga bahan pokok yang makin hari makin naik, sehingga terkadang mereka mengkaitkan kepada kebijakan-kebijakan pemerintah yg kian hari semakin tidak berpihak kepada rakyat kecil.Tapi disayangkan sebagian orang yang tidak memahami makna politik akhirnya melihat hal tersebut terlalu berlebihan, mereka hanya menganggap politik hanya sebatas alat untuk meraih kekuasaan.

Sebenarnya inilah propaganda orang-orang imprealisme sejak dulu untuk melemahkan arti politik itu sendiri. Mereka secara massif terus-terusan mencekoki umat islam bahwa politik itu hal yang buruk,sehingga harus dijauhkan dari umat islam. Ibadah umat Islam hanya sebatas sholat, puasa, zakat n haji serta ibadah ritual lainnya yang tidak boleh dicampur adukkan dgn urusan ekonomi apalagi politik. Kaum imprealis meracuni pikiran kita selama bertahun-tahun dengan mengatakan ibadah yang bersih harus dijauhkan dari politik sehingga hati kita tidak dicemari hal-hal buruk dalam beribadah kepada ALLAH SWT, jelas pendapat seperti ini salah dan dapat merusak perjuangan kita sebagai umat yang ingin tegaknya Islam secra keseluruhan, Islam mengatur bukan hanya urusan ibadah ritual saja tapi harus melingkupi ibadah politik, ekonomi juga budaya. Bahkan di dalam berkampanye pun untuk menentukan sesuatu yang sangat penting politik itu pun seolah dijadikan momok yang menakutkan, apalagi kalau sampai membawa agama Islam  dalam politik. Seperti pernyataan juru bicara TKN Jokowi-Ma’aruf, Ace Hasan syadzily, tidak ada tawaran ide, program, gagasan yang disampaikan dan hanya mengandalkan politik identitas, penggunaan poltik identitas ini berbahaya. Seperti yang disampaikan pak SBY, ini akan menarik garis tebal kawan dan lawan yang akan memecah belah bangsa ini(tempo.co,ahad 7 april 2019).

Padahal sejatinya politik tidak bisa dipisahkan dalam  kegiatan-kegiatan kenegaraan. Dalam Islam politik tidak diartikan sebagai alat untuk meraih kekuasaan tapi justru sebaliknya politik islam diartikan sebagai riayah Su’unil ummah, yaitu memikirkan dan mengelola semua urusan dan nasib umat (rakyat). Sedangkan kekuasaan dalam Islam sendiri digunakan untuk melaksanakan amanat syariat ALLAH, karena syariat adalah rahmat, tanpa rahmat kita tidak akan selamat dunia akhirat.

Politik Islam bersandar pada ukuran halal dan haram, jika itu halal kita rangkul, jika itu haram maka wajib kita buang. Bukan bersandar pada kepentingan  primitif yang tahunya hanya uang dan kekuasaan. Primitif yang dimodernisasi.

Rasulullah dan para sahabat  pun dalam memimpin Negara pun tidak terlepas dari politik Islam, seperti kebijakan Rasulullah mempersaudarakan antara Muhajirin dengan Anshar, meletakkan dasar-dasar politik dan tatanan kehidupan Masyarakat dalam Piagam Madinah, membuat lembaga hisbah untuk mengawasi pasar dan banyak lagi kebijakan-kebijakan beliau yang semuanya tidak terlepas dari hukum dasar yaitu Al Qur’an n hadist. Adapun contoh kebijakan para sahabat  pada masa Abu Bakar adalah membukukan Al Qur’an dalam satu mushaf, pada masa umar kebijakan politik yang dilakukan adalah membuat undang-undang perpajakan, menetapkan penanggalan hijriah dan masih banyak lagi kebijakan-kebijakan politik lainnya.

Dari contoh-contoh diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa politik tidaklah seburuk apa yang ada dalam benak kita selama ini, mulailah kita bangkit dan mengenal makna politik bukan sekedar sebagai alat meraih kekuasaan saja tapi lebih dari itu politik dalam Islam merupakan hal yang sangat vital untuk meneruskan perjuangan Rasulullah dan para sahabat untuk membangun Negara Baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur, negeri yang subur dan makmur,adil dan aman.

Post a Comment

Previous Post Next Post