Fitnah dalam Keberagaman

Penulis : Sumiati  
(Praktisi Pendidikan dan Member AMK )

Ketika Pak Mahfud MD mengisi halaqah didalam pertemuan Muhammadiyah se-Jawa Timur, beliau mengatakan, umat Islam Indonesia harus menerima sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan (UUD) 1945. Sistem negara Pancasila yang berbasis pluralisme, Bhinneka Tunggal Ika, sudah kompatibel dengan realitas keberagaman dari bangsa Indonesia. Beliau juga mengatakan dalam sumber primer ajaran Islam, al-Qur’an dan as-Sunah Nabi Muhammad saw, tidak ada ajaran sumber politik, ketatanegaraan, dan pemerintahan yang baku.

Didalam Islam memang ada ajaran hidup bernegara dan istilah khilafah, tetapi sistem dan strukturisasinya tidak diatur didalam al Quran dan Sunah, melainkan diserahkan kepada kaum muslimin sesuai dengan tuntutan tempat dan zaman. Beliau juga mengatakan khilafah sebagai sistem pemerintahan adalah ciptaan manusia yang isinya bisa bermacam-macam dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. 

Didalam Islam tidak ada sistem yang ketatanegaraan dan pemerintahan yang baku. Umat Islam Indonesia harus memiliki sistem pemerintahan sesuai dengan kebutuhan dan realitas masyarakat Indonesia sendiri. Para ulama yang ikut mendirikan dan membangun Indonesia menyatakan, negara Pancasila merupakan pilihan final dan tidak bertentangan dengan syariah sehingga harus diterima sebagai mietsaaqon ghaliedzaa atau kesepakatan luhur bangsa. 

Seharusnya umat Islam lebih cerdas karena perbedaan antara pluralitas dan pluralisme itu nyata jauh berbeda. Tuduhan tanpa dalil dan tendensi fitnah terkait khilafah yang meniadakan keberagaman. Sesungguhnya keberagaman dalam sistem sekuler mengandung bahaya penghalalan yang haram dan mengharamkan yang halal atas nama keberagaman yang dilarang oleh Allaah SWT bahkan akan subur, misalnya lagibete, aliran sesat, pemikiran kufur dan lain-lain.

Apa yang disampaikan Pak Mahfud MD yang demikian jelaslah beliau telah memiliki pemahaman keliru yang bisa membuat pemahaman masyarakatpun keliru.

Islam telah memberikan contoh terbaik dalam hal pluralitas atau keberagaman, ketika Islam berjaya selama seribu tiga ratus tahun lamanya bukan berarti tidak ada orang-orang non muslim, sejak awal mereka ada hidup berdampingan dengan umat Islam dan mereka aman dalam perlindungan Daulah. Selama mereka mengikuti aturan dari Daulah. Ketika Islam tegak di Madinah, di Madinah bukan hanya muslim saja, namun berbagai keyakinan dan Rasulullah saw tidak memaksa mereka untuk memeluk Islam sebagaimana Firman-Nya:

لَآ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشْدُ مِنَ ٱلْغَىِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿٢٥٦﴾

"Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."

(Q.S.2:256)
Begitulah Islam memandang pluralitas dan pluralisme.
Wallaahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post