Antara Ambisi dan Menjaga Pancasila

Penulis : Ainul Mizan
Terbentuknya sebuah negara bermula dari adanya trust (kepercayaan) rakyat kepada pondasi bangunan negara tersebut. Sebagai sebuah bangunan non fisik, tentunya pondasi negara juga bersifat non fisik. Ideologi dan nilai – nilai yang menjadi konsensus founding father negara berfungsi sebagai pondasinya. Walhasil adalah sebuah kewajaran, pondasi negara akan dipertahankan oleh rakyatnya. Parameter keberlangsungan trust rakyat terletak pada komitmen para pelaku pemerintahan dalam mewujudkan kemakmuran bersama. Sebuah kemakmuran yang lahir dari komitmen atas ideology dan nilai- nilai yang menyangga negaranya.

Pancasila sebagai kesepakatan bersama bangsa ini tidak henti mendapatkan ujian akan kelayakannya mengawal tumbuh kembang negeri ini. Kejadian demi kejadian bergulir. Lahirnya BPIP (Badan Penyelamat Ideologi Pancasila) mau tidak mau akan memberikan kesan bahwa pancasila sedang dalam ‘bahaya’. Apakah rakyat yang mulai berani bersikap kritis terhadap setiap kebijakan penguasanya, menjadi barometer ‘bahaya’ ini? Hemat kami, fenomena demikian tentunya wajar di tengah iklim reformasi. Rakyat lebih terbuka menyampaikan kritiknya baik online maupun ofline. Paling tidak, rakyat ingin adanya kebaikan bagi negerinya.

Lantas, terbersit sebuah pertanyaan, apakah ada hubungannya antara terbitnya RUU Ormas dengan dibentuknya BPIP? Padahal jika fair, sebenarnya RUU Ormas bisa digunakan dalam rangka mendidik ormas – ormas mana saja yang berseberangan dengan nilai – nilai pancasila. Tidak habis pikir, dalih apakah yang membenarkan kalau ormas Islam dinyatakan bertentangan dengan pancasila. Sebuah hal yang normal, rakyat negeri ini yang mayoritasnya muslim ingin bisa menjalankan agamanya secara menyeluruh. Bukankah negeri ini berdasarkan pancasila yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa??

Sementara di lapangan menunjukkan anomali yang begitu nyata. Banyak pihak yang sudah memperingatkan akan bahaya laten Komunisme, tapi dianggap hanya angin lalu. BukankahTap MPRS XXV tahun 1965 telah melarang paham Komunisme hidup di Indonesia?? Ribka Ciptaning dengan bukunya ‘Aku Bangga Menjadi Anak PKI’, peringatan Pangdam IV Diponegoro akan bangkitnya komunis, spanduk Pusdikkum yang mengajak untuk waspada akan bangkinya Komunisme gaya baru, dan gelombang TKA China menyerbu Indonesia; menjadi serentetan benang merah dalam hal ini,yakni indikasi bangkitnya kembali Komunisme.

China notabenenya adalah negara komunis. Masuk akal apabila gelombang besar – besaran TKA asaL China ini akan ikut menjadi propagandis Komunisme di Indonesia. Inilah kecerobohan Indonesia. Bahkan dari tinjauan keberpihakan kepada rakyat dalam hal kesejahteraan, rejim ini kurang berpihak kepada rakyatnya, yang justru harus berjuang hidup di negeri orang lain. Lantas, apakah hal demikian bisa disebut sebagai  menjaga Pancasila?? Jauh panggang dari api.

Belum lagi kita bicara tentang penegakan HAM dan keadilan. Frase Ujaran Kebencian begitu sadisnya melahap pihak – pihak yang kritis kepada penguasa. Sementara mereka yang menodai HAM, menistakan agama Islam,bisa berlenggang tanpa terkena mantra sakti ‘Ujaran Kebencian’. Maka tidak heran seorang Natalius Pigai menekankan agar di tahun 2019, Indonesia dibangun berdasarkan HAM (Hak Asasi Manusia).

Justru hembusan – hembusan yang bertiup tidak beraroma introspeksi diri. Adalah Megawati dalam sambutannya pada acara ulang tahun ke 46 PDIP menyatakan bahwa Jokowi dan PDIP harus menang demi menjaga pancasila. Seolah diaminkan oleh Jokowi, narasi sumir yang dikeluarkannya bahwa  seorang bisa menjadi presiden mestinya mempunyai pengalaman menjadi presiden. Seolah bapak Jokowi ingin menambahkan syarat seorang presiden di dalam UUD 1945 dengan ditambahkan berpengalaman menjadi seorang presiden.

Kalau kita menilik Sukarno sendiri,tentunya ketika diangkat sebagai presiden pertama di Indonesia,sebelumnya beliau belum pernah menjadi presiden. Begitu pula kalau kita merujuk pada sejarah kerajaan jawa, Raden Wijaya sebelumnya tidak pernah punya pengalaman jadi Raja.

Biarlah rakyat yang menilai, siapakah yang layak untuk memimpin negeri ini. Rakyat sudah cerdas dalam memilih. Kaum muslimin punya panduan yang jelas bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : “Apabila sebuah urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya”. 


*penulis tinggal di Malang

Biodata singkat penulis
Nama lengkap : Ainul Mizan
Jenis Kelamin : Laki – laki
Profesi : Pendidik
Alamat : Jln. Kanjuruhan Merjosari – Kec Lowokwaru – Malang.
Previous Post Next Post