Oleh Suryani
Pegiat Literasi
Seolah sudah menjadi budaya, setiap menjelang natal dan tahun baru (Nataru) komoditas kebutuhan pokok mengalami lonjakan yang signifikan. Untuk itu Pemkab Bandung melalui dinas terkait menggelar Gerakan Pangan Murah (GPM) di halaman kantor Disperdag.
Dalam acara tersebut turut berpartisipasi Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin), Dinas pertanian (Distan), Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispakan) Kabupaten Bandung serta distributor komoditas tomat dan bawang merah, PT Tricipta.
Menurut Kepala Disperdagin Kabupaten Bandung Dicky Anugrah, kegiatan tersebut adalah upaya konkret pemerintah dalam menekan laju inflasi di daerahnya. Beliau berharap GPM dapat membantu menekan harga komoditas pengan khususnya tomat dan bawang merah yang kini sedang mengalami kenaikan harga. (Ketik.co.id, 6 Desember 2024)
Tidak bisa dimungkiri pangan murah merupakan dambaan masyarakat terutama dari mereka yang tingkat ekonominya menengah ke bawah. Adanya program GPM ini sedikit membantu sebagian warga, walaupun faktanya tidak semua bisa menikmatinya.
Oleh karena itu ketersediaan pangan murah seharusnya tidak dibatasi pada tempat atau waktu-waktu tertentu, melainkan harus senantiasa ada dan mudah didapat oleh setiap individu rakyat. Hal ini karena pangan merupakan kebutuhan asasi bagi warga negara.
Seharusnya pemerintah serius dalam mengurus hajat hidup orang banyak ini. Karena mengurus kebutuhan publik adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak asasi mereka. Oleh karena itu negara bisa mengupayakan berbagai langkah agar ketersediaan pangan dipastikan cukup dan stok selalu tersedia, antara lain dengan: mewujudkan kemandirian pangan dan menjamin distribusi atau pasokan pangan bisa tersebar merata ke berbagai daerah sesuai kebutuhannya.
Selanjutnya, negara bisa mengoptimalkan lahan yang tersedia serta meningkatkan hasil pertanian. Melalui benih yang berkualitas, memanfaatkan teknologi canggih dan membekali petani dalam penggunaannya. Negara juga harus bertindak tegas kepada oknum penimbunan, penipuan, monopoli melarang keras praktek ribawi, di samping mengendalikan supply end demand
Langkah-langkah tersebut semestinya mudah terealisasi mengingat Indonesia adalah negeri yang telah Allah Swt. berkahi dengan berlimpahnya SDA, termasuk tanahnya yang subur dan lautnya yang luas terhampar berbagai jenis pangan. Ketika dikelola dengan benar sesuai tuntunan syariah maka rakyat akan mengalami kesejahteraan dan kemakmuran.
Namun, karena konsep ekonomi yang bercorak kapitalistik-neoliberal yang menjadi platform tata kelola negeri ini, menjadikan solusi apapun yang ditempuh pemerintah hasilnya tidak bersifat komperhensif. Sistem inilah yang paling bertanggung jawab terhadap persoalan tingginya harga pangan. Sistem ini pula yang menjadikan negara berlepas tangan dalam mengurusi umat, termasuk sistem politiknya yang memosisikan negara sebatas regulator, sedangkan seluruh pengurusan umat dialihkan pada swasta. Jika sudah oleh swasta, seluruh orientasi pengaturannya tentu berdasarkan profit semata.
Regulasi yang dibuat pemerintah pun pada akhirnya malah menguntungkan pengusaha, alih-alih mengatur agar rakyat mendapatkan haknya dengan mencegah monopoli dan hegemoni. Selain itu, konsekuensi dialihkannya pengurusan umat pada swasta, akan melahirkan para mafia pangan. Merekalah yang menguasai hulu hingga hilir persoalan pangan, mulai dari penguasaan lahan hingga distribusi. Alhasil, lapangan pekerjaan kian sempit, upah kian kecil, sedangkan harga kebutuhan terus melambung.
Oleh karena itu, bagai mimpi di siang bolong berharap agar harga pangan menjadi murah dalam sistem hari ini. Tata kelolanya yang bercorak kapitalistik-neoliberal dan penguasanya yang abai terhadap nasib rakyatnya menjadi paket komplit dalam menciptakan penderitaan rakyat.
Maka dari itu, jika melihat akar masalahnya terletak sistem kapitalisme sudah selayaknya sistem tersebut digantikan dengan Islam yang terbukti mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat hampir 14 abad lamanya.
Islam akan mengembalikan fungsi sahih negara, yaitu sebagai raa’in (penanggung jawab) dan junnah (pelindung rakyat).
Rasulullah saw. menegaskan, “Imam (Khalifah) adalah raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Bukhari)
Dari hadis di atas jelas bahwa penguasa adalah pihak yang paling bertanggung jawab menjamin seluruh kebutuhan umat, terutama kebutuhan pangan, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas, dengan mewujudkan kemandirian pangan dan jaminan pasokan pangan.
Salah satu upayanya yakni dengan meningkatkan produktivitas lahan dan produksi pertanian, melalui ekstensifikasi pertanian dengan cara menghidupkan tanah mati. Karena di dalam Islam, bilamana ada tanah yang terbengkalai tidak dimanfaatkan oleh yang punya tanah, maka akan disita oleh negara dan diberikan kepada rakyat yang tidak punya dan sanggup mengolahnya.
Selain itu negara akan mengoptimalisasi lahan pertanian serta meningkatkan hasilnya melalui peningkatan kualitas benih, pemanfaatan teknologi hingga pembekalan para petani dengan ilmu yang mumpuni, semua aspek tersebut akan mendapat dukungan dan fasilitas dari negara. Dalam hal pasokan negara akan melarang penimbunan, penipuan, praktek ribawi dan monopoli. Juga memastikan berjalannya perekenomian di sektor riil sesuai mekanisme pasar dengan mengendalikan supply and demand.
Pemerintah Islam pun wajib melindungi warganya, termasuk ancaman hegemoni ekonomi. Negara tidak akan membiarkan korporasi manapun menguasai rantai penyediaan pangan rakyat yang itu dapat menzalimi rakyat.
Di samping itu, amanah kepemimpinan menjadikan negara mengambil peran penting dalam menjaga stabilitas harga. Misalnya, dengan menjamin produksi pertanian dalam negeri berjalan optimal, baik dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian. Impor memang tidak dilarang, asal sesuai dengan ketentuan syariat.
Penguasa Islam dalam meriayah rakyatnya terutama ketersediaan pangan murah akan terwujud, rakyat tidak akan kesusahan dalam mendapatkannya. Pengelolaan SDA yang sepenuhnya dikelola negara, serta pemanfaatannya dikembalikan kepada masyarakat meniscayakan hak-haknya terpenuhi.
Selain itu Islam memiliki aturan berupa sanksi yang bila diterapkan akan memelihara ketersedian pangan juga harga yang stabil, yakni sanksi bagi pelaku curang, seperti penimbunan, praktik riba, kartel. Inilah yang dapat mencegah dan menghilangkan distorsi pasar. Dalam struktur Khilafah, ada yang disebut sebagai Kadi Hisbah yang bertugas mengawasi tata niaga di pasar agar sesuai syariat.
Pangan murah bukanlah sesuatu yang sulit didapatkan dalam sistem Islam. Keberadaannya senantiasa tersedia karena penguasa benar dalam mengelola bumi tempat manusia bernaung. Maka sudah selayaknya kaum muslim berupaya agar aturan Islam bisa tegak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Wallahu alam bi sawwab.
COMMENTS