PARIWISATA, MENGUNDANG BERKAH ATAU MUSIBAH?



Indonesia yang memiliki julukan negeri seribu pulau dengan beraneka ragam hayati terus menjadi sorotan dunia.Negri dengan zamrud khatulistiwa ini juga menarik kalangan investor asing untuk dapat menanamkan modalnya.Demikianlah, dalam rangka sebagai pintu masuk investor maka hampir semua kabupaten berduyun-duyun untuk mengembangkan akses pariwisatanya demi menarik pengunjung mancanegara agar memiliki daya jual bagi kekayaan alam daerahnya.Termasuk salah satunya adalah kabupaten Banyuwangi.Saat ini Ijen geopark telah menjadi Ijen geopark internasional.Begitu juga pantai Marina boom dan pulau tabuhan yang digadang-gadang sebagai ikon Banyuwangi dalam menggait wisatawan untuk berkunjung.Akan tetapi pertanyaannya, apakah dengan digalakkannya pariwisata dapat membawa kesejahteraan masyarakat sekitar secara keseluruhan dan tidak berdampak bagi perilaku generasi?

Asa membawa petaka 

Seperti yang dilansir dari situs adaTah.com-- Destinasi wisata pantai Marina boom lokasi yang ditetapkan oleh Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani sebagai kawasan yang diperbolehkan menjual minuman keras (miras).Selain destinasi wisata Marina Boom, ada satu lagi destinasi wisata yang yang ditetapkan oleh Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani sebagai kawasan yang boleh menjual miras, yaitu Pulau Tabuhan.Penetapan destinasi wisata Marina Boom dan Pulau Tabuhan sebagai kawasan yang boleh menjual miras tersebut diatur oleh Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani melalui Peraturan Bupati (Perbup).

Miras induk segala kejahatan 

Sejatinya, pariwisata dilihat dari sisi sebagai peningkatan perekonomian masyarakat adalah sah -sah saja karena itu merupakan bagian dari kewajiban pemerintah untuk dapat membuka lowongan pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat.Akan tetapi, ketika pariwisata sudah tercampuri dengan sesuatu yang menimbulkan bahaya bagi generasi, maka ini yang patut untuk dikritisi.Sebab, implikasi dari dibolehkannya miras adalah semakin rusaknya moral masyarakat, karena kebanyakan pengunjung adalah wisata lokal.Ini akan semakin menambah rumit masalah kriminalitas dan berujung pada kejahatan seksual yang semakin marak, oleh karena sebab utama mayoritas pintu masuk kejahatan berasal dari minuman keras.Bahkan, dalam kacamata syariah Islam miras sebagai induk kejahatan.Na'udzubilah.
Pariwisata dalam Asuhan Sekuler

Keburukan yang ditimbulkan dari adanya pariwisata bukan hanya pendangkalan akidah, tetapi juga kehidupan masyarakat yang makin buruk. Sudah jamak diketahui publik bahwa bisnis leasure identik dengan miras dan prostitusi. Sebab, bagi kalangan pemuja kebebasan, miras dan prostitusi adalah kesenangan jasadiyah yang harus dipenuhi.Seperti yang baru-baru ini marak, mengenai Perppu pelegalan produksi miras di kawasan pariwisata. Demi menarik investor dan demi permintaan wisatawan asing, produksi miras dilegalkan.

Pariwisata untuk kesejahteraan rakyat, benarkah?

Berdasarkan data Kementerian Pariwisata pendapatan devisa dari sektor pariwisata pada 2015 mencapai US$ 12,23 miliar atau setara Rp 169 triliun.Hal ini mengindikasikan bahwasanya pendapatan devisa negara sebenarnya lebih kecil dibandingkan dengan perolehan dari sumber daya alamnya.Apalagi ketika berbicara terkait masyarakat pinggir pantai yang notabene mata pencaharian mereka hanya bertani dan nelayan.Berarti dalam hal ini siapa yang paling diuntungkan dengan program pariwisata tersebut, tidak lain adalah para korporasi yang bergerak di bidang perhotelan maupun home stay, restoran juga pertokoan yang senantiasa menjamur di tempat-tempat wisata.Masyatakat kecil hanya kecipratan jadi UMKM seperti penjual cilok atau cleaning service, serta penjaga tiket, sementara upah yang mereka terima dibawah rata-rata. Sungguh nelangsa.Oleh karena itu, bisnis pariwisata yang dikelola dengan landasan sekuler hanya akan menghasilkan bisnis yang dipenuhi keburukan. Buruk bagi akidah kaum muslim, buruk bagi kehidupan bermasyarakat, bahkan buruk bagi alam raya.

Pandangan Islam tentang pariwisata 

Abdullah bin Amr meriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda, “Khamar adalah induk dari segala kejahatan, barang siapa meminumnya, maka halatnya tidak diterima selama 40 hari, apabila ia mati sementara ada khamar di dalam perutnya, maka ia mati sebagaimana matinya orang Jahiliah.” (HR.Ath-Thabrani)

Sesungguhnya, pariwisata dalam asuhan Islam adalah tempat syiar yang efektif karena selain menyodorkan keindahan alam yang itu adalah bukti kemahabesaran Allah Swt., pariwisata pun menjadi tempat untuk memperkenalkan budaya Islam yang cantik dan menawan sehingga para turis akan makin memahami Islam.Bukan malah dikotori dengan berbagai ajang maksiat yang nantinya tidak hanya merusak mental generasi, akan tetapi juga dapat mengundang murka Allah SWT.Oleh karena itu, landasan tata kelola negara yang sekuler haruslah diubah agar sektor pariwisata kembali memiliki fungsi utamanya yaitu syiar Islam.

WaAllahua'lam bi  Ash-showwab.

Penulis: Miratul Hasanah (Pemerhati Masalah Kebijakan Publik)

Post a Comment

Previous Post Next Post