Drama Vonis Mati Ferdy Sambo vs KUHP

Oleh: Jasmine Fahira Adelia Fasha

Aktivis Dakwah

 

Kasus pembunuhan berencana kepada Brigadir J oleh Ferdy Sambo beserta ajudan, istri dan anak buahnya kini telah mendapatkan vonisnya masing-masing dari majelis hakim pada Februari lalu. Namun drama yang terjadi belum juga usai, sebab ada kemungkinan vonis mati yang diberikan kepada Ferdy Sambo terganjal dengan KUHP baru.

Vonis yang diberikan masih berdasarkan aturan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana versi lama, yang tertulis bahwa pelaku pembunuhan berencana diancam dengan hukuman mati, penjara seumur hidup, atau maksimal penjara 20 tahun.  Sedangkan KUHP baru akan baru diberlakukan pada 2026 nanti.

Dalam Pasal 100 dalam KUHP baru menyebutkan bahwa terpidana hukuman mati bisa mendapatkan keringanan masa percobaan selama 10 tahun dan bisa digantikan dengan penjara seumur hidup apabila terpidana berkelakukan baik. Maka ini jelas membuat masyarakat berspekulasi bahwa Ferdy Sambo boleh jadi akan menggunakan KUHP baru ini untuk meringankan hukumannya kelak.

Menurut Muhammad Ichsan, pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Surakarta menjelaskan pada Kompas.com, hukuman mati yang diberikan kepada Sambo belum tentu akan dilakukan. Kalau putusan itu berkekuatan hukum tetap, pasti Sambo akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atau Permohonan Grasi ke Presiden.  Maka di masa-masa menunggu, hukuman mati akan tetap berjalan. Namun apabila masa PK itu melewati 2026, ketentuan KUHP baru akan bisa diberlakukan kepada Ferdy Sambo.

Lantas hal tersebut tentu membuat masyarakat mempunyai pandangan baru bahwa kasus ini memang belum selesai. Hukuman adalah hukuman, namun pengaruh Sambo tetaplah sama maka semua kemungkinan bisa saja terjadi.

Hal ini tentu menyadarkan kita kembali, sehebat apa pun manusia membuat suatu peraturan, hukum Allah di atas segala-galanya melebihi apa pun. Dengan hukum Allahlah segala sesuatu menjadi jelas adanya tidak memerlukan waktu yang panjang atau merugikan banyak pihak.

Hukum di dalam Islam terbagi menjadi empat, yaitu hudud, jinayah, takzir, dan mukhalafat. Kasus Ferdy Sambo CS masuk ke dalam hukum jinayah. Jinayah ini merupakan penganiayaan atau penyerangan atas badan yang mewajibkan kisas (balasan setimpal) atau diat (denda). Penganiayaan yang dimaksud mencakup penganiayaan terhadap jiwa dan anggota tubuh.

Jika dilihat, pembunuhan yang dilakukan Ferdy Sambo itu direncanakan, maka dia wajib dijatuhkan hukuman qisas (dibunuh) sebagai balasan karena telah membunuh Brigadir J. Namun meski begitu, apabila wali dari yang terbunuh sudah memaafkan maka bisa mendapatkan pengampunan berupa membayar diyat kepada wali yang terbunuh, kecuali jika mereka mengikhlaskan atau tidak menuntut adanya diat (Abdurrahman al-Maliki, Nizham al-Uqubat).

Sanksi tersebut diberikan jelas berlandaskan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 178 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diyat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih.”

Juga dalil sabda Rasulullah SAW di antaranya dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Barang siapa yang anggota keluarganya dibunuh, maka ia boleh memilih mana yang terbaik di antara dua pilihan, ia dapat menuntut balas (al-qishash/al-qawad), atau menerima uang diat (tebusan)” (HR Bukhari, No. 112; Muslim, No. 1355; Abu Dawud, no. 4505; Tirmidzi, no. 1405; Nasa’i, no. 4785; Ibnu Majah, no. 2624; Ahmad, no. 7242).

Maka ini sejatinya menjadi pengingat kita kembali bahwa hukum Allah adalah sebuah ketetapan yang mutlak dan tentunya ada maksud baik yang sudah Allah siapkan untuk setiap hamba-Nya.[]


Post a Comment

Previous Post Next Post