Selamatkan Generasi Dengan Taat Pada Aturan Ilahi



Oleh Vivi Rumaisha
(Aktivis Dakwah Kampus)

Anak adalah dambaan dan kebanggaan setiap orang tua. Anak bisa sebagai pelipur lara, pelengkap keceriaan dan sebagai penyejuk hati.

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S Al-Furqon: 74 yang artinya: Dan orang-orang berkata: “ Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan  kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” Anak adalah penyejuk pandangan mata karena mereka mempelajari tuntunan Allah Swt., lalu mengamalkannya dengan mengharap rida Allah.

Dilansir dari Liputan6.com (20/01/2023), seorang anak  Taman Kanak-kanak (TK) diduga menjadi korban pemerkosaan tiga anak sekolah dasar (SD) di Mojokerto. Kuasa hukum korban, Krisdiyansari menceritakan peristiwa pemerkosaan yang terjadi pada 07 Januari 2023 lalu. Terduga pelaku adalah tetangga korban dan teman sepermainan. Korban diajak ke rumah kosong dan dipaksa tidur dan celananya dipelorot. Korban disetubuhi bergantian oleh ketiga pelaku.

Dikutip dari kemenpppa.go.id (20/01/2023) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyesalkan kasus kekerasan seksual yang dialami siswi TK yang berusia lima tahun. Deputi bidang Bidang Perlindungam Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengatakan, berdasarkan informasi yang diterima korban cenderung belum memahami terkait kekerasan seksual yang dialami. Nahar menghimbau kepada  para orang tua, keluarga dan masyarakat untuk memberikan perhatian dan perlindungan pada anak.

Melansir republika.co.id (22/01/2023), Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mengungkapkan selama tahun 2022 adalah pengaduan paling tinggi yakni klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Kasus tertinggi adalah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus. Ketua KPAI Al Maryati Solihah mengatakan data tersebut mengidikasikan anak Indonesia rentan mejadi korban kejahatan seksual dengan berbagai latar belakang, situasi dan kondisi anak berada.

Sungguh miris, negeri yang beberapa  waktu lalu yang mencanangkan ambisi besarnya sebagai Indonesia Layak Anak (Idola) kini menemui fakta seperti ini.  Sayang sekali ambisi besar ini tidak disertai langkah yang nyata karena masih terungkap kasus kekerasan pada anak. Penghargaan yang diterima pun hanya formalitas, karena faktanya kekerasan pada anak masih saja terjadi, bahkan pelakunya adalah anak-anak itu sendiri. 

Pengamat masalah perempuan, keluarga dan generasi dr. Arum Harjanti menegaskan ini adalah malapetaka dahsyat dan kebobrokan negara dalam mengurus rakyat. Tidak ada kata yang mampu terucap untuk menunjukan rasa keprihatinan yang sangat mendalam akan peristiwa tragis ini. Sungguh merupakan aib besar bangsa, bahkan malapetaka dahsyat. Peristiwa ini menunjukan betapa bobroknya negara ini dalam mengurusi rakyatnya, sampai-sampai terjadi tindak kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh tiga anak berusia delapan tahun. (Mnews,21/01/2023)

Ada beberapa faktor yang berpengaruh dan saling terkait akan hal ini. Faktor pertama adalah dari segi individu, dalam artian lingkungan keluarga yang membentuk pribadi anak tersebut. Rapuhnya pemahaman agama dalam keluarga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak secara spiritual. Anak yang tidak terdidik dengan nilai-nilai agama dan pondasi keimanan yang kokoh bisa menyebabkan anak-anak tak memandang lagi mana tindakan baik dan buruk, serta perbuatan terpuji dan tercela.

Selain faktor lingkungan keluarga sebagai pendidik pertama anak, berikutnya ada faktor dari segi sistem pendidikan dan kurikulum yang dijalankan di sekolah hari ini. Kurikulum pendidikan hari ini belum bahkan tidak memberikan bekal yang cukup untuk pelajar yang dididik agar mempunyai bekal menjalani kehidupan.

Sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini atas dasar sekuler, yakni pemisahan agama dalam kehidupan. Sehingga dunia pendidikan hanya mengajarkan sebatas ibadah semata, namun tidak pada standar baik dan buruk, serta terpuji dan tercela berlandaskan aturan Islam.

Negara di sistem sekuler juga tidak mengontrol media termasuk tayangan-tayangan televisi maupun pada medsos yang lain. Media yang ditayangkan kebanyakan tidak ramah anak. Selain itu memang bukan standar Islam yang dipakai dalam menyajikan tayangan di media, melainkan seberapa banyak materi yang didapat. Asas kebermanfaatan inilah yang menjadi standar dalam menentukan segala kebijakan, termasuk pengaturan media.

Ditambah lagi lingkungan masyarakat yang tidak kondusif hari ini. Anak-anak akhirnya tidak memiliki tempat terbaik untuk belajar memahami kehidupan. Peran masyarakat yakni sebagai kontrol sosial tidak berjalan secara optimal di sistem ini. Masyarakat dibentuk menjadi individual sehingga tidak memikirkan lagi terkait hidup orang lain. Terpenting adalah kehidupan mereka menjadi baik, tidak kekurangan nilai agama, sikap keluarganya baik, sudah cukup.

Ketiga faktor tersebut saling berkaitan, jika keluarga, masyarakat, hingga negara tidak menjalankan kehidupan dengan Islam maka terciptalah kehidupan seperti ini.

Hal ini berbading terbalik dengan Islam. Dalam Islam ketiga pilar ini sangatlah diperhatikan. Individu yang bertakwa, masyarakat yang berperan sebagai kontrol sosial, dan negara yang menerapkan aturan Islam.

Dari lingkungan terkecil, Islam memerintahkan orang tua agar mendidik anak mereka dengan akidah Islam. Sedari kecil para anak-anak memiliki bekal berpikir dan berperilaku sesuai dengan aturan Islam, dalam artian memiliki kepribadian yang Islami. Memandang kejadian di sekitar mereka dan berperilaku dengan standar baik dan buruk, terpuji dan tercela menurut Islam.

Tidak sampai di keluarga saja. Ketika para anak-anak itu keluar dari rumah mereka, akhirnya mereka akan menemui dan berbaur dengar masyarakat yang khas. Masyarakat dalam sistem Islam memiliki budaya amar makruf nahi munkar atau sebagai kontrol sosial. Mereka tidak akan membiarkan kemaksiatan terjadi di dalam negaranya. Oleh karenanya, para anak-anak mendapat tempat untuk belajar dan mempraktikan pemahaman Islam mereka dalam kehidupan.

Berikutnya negara berperan untuk menjaga anak-anak secara komunal. Negara Islam akan menerapkan sistem pendidikan Islam. Hasilnya adalah melahirkan anak-anak  yang memiliki syakhsyiah Islam, yakni terbentuk pola pikir dan pola sikap sesuai dengan Islam. Anak-anak juga dibekali dengan ilmu-ilmu duniawi agar survive dalam kehidupan. Pendidikan seperti ini akan semakin menguatkan pendidikan akidah yang sudah para anak-anak dapatkan dari keluarga.

Selain dari sistem pendidikan, output anak-anak yang demikian juga didukung oleh sistem pergaulan dalam Islam dan media dalam Islam. Sistem media akan mengontrol tayangan-tayangan atau dunia sosial media yang ramah dengan anak-anak. Negara akan memberikan tayangan terbaik sebagai penguat keimanan dan pola sikap anak-anak.

Dengan demikian, tidak ada celah sedikit pun bagi anak-anak untuk melakukan tindak kekerasan, kejahatan dan maksiat lainnya. Seperti inilah negara Islam menjaga anak-anak dan generasi dengan mekanisme yang sangat komperhensif dan melahirkan generasi berkualitas emas.

Oleh karena itu solusi Islam yang mendasar, solutif dan tuntas ini perlu untuk diperjuangkan agar bisa diterapkan di dalam kehidupan. Solusi ini hanya bisa diterapkan secara sempurna jika ada negara Islam dan sampai hari ini negara tersebut belum terwujud. Marilah mengambil peran perjuangan dengan mengkaji aturan Islam dan mendakwahkannya, agar anak-anak dan generasi selanjutnya bisa terlindungi secara baik.

Wallahu a'lam bishawwab 

Post a Comment

Previous Post Next Post