Pangan adalah Kebutuhan Pokok dan Asasi


Oleh : Teti kusmiati

Kenaikan harga beras kali ini, diklaim memasuki level tidak terkendali. Salah satu penyebabnya adalah naiknya harga gabah kering di tingkat produsen (petani). Akibatnya, secara umum kondisi ketersediaan beras di pasar memang tidak banyak, sehingga harganya menjadi tinggi.

Badan Pangan Nasional  memerintahkan Perum Bulog untuk menjual cadangan beras pemerintah (CBP) ke pasar ritel. Hal ini tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 01/KS.02.02/K/1/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

Perintah tersebut adalah arahan dari Presiden Joko Widodo, dalam rangka meredam kenaikan harga beras.

Pemerintah tengah memperluas distribusi beras Bulog yang tidak hanya terbatas ke agen besar, tetapi menyasar dan memperbanyak toko-toko ritel yang ada di sekitar masyarakat. Hal itu, menurutnya, dapat membantu pemerintah memastikan keterjangkauan dan aksesibilitas masyarakat terhadap produk beras Bulog lebih terserap dengan harga terjangkau dan harga penjualan sampai ke tingkat konsumen harus sesuai dengan harga eceran yang telah ditetapkan.

Jika langkah ini berhasil, maka Bulog akan menghentikan operasi pasar. Jadi akan berimbas kepada rakyat kecil dalam menjangkau beras saat harga beras tinggi di pasar. Pada dasarnya ini bentuk dari upaya lepas tangan negara.

Beras adalah kebutuhan pokok bagi kehidupan masyarakat. Jika harganya naik, bisa dipastikan tekanan ekonomi masyarakat juga meningkat. Padahal Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok untuk semua rakyat dan tidak akan membuat kebijakan yang mengakibatkan sebagian rakyat susah untuk menjangkaunya.

Namun, kapitalisme tidak akan pernah peduli dengan kenaikan harga beras. Komoditas strategis tersebut justru sangat bermanfaat bagi para kapitalis, pemain di balik liberalisasi pangan, yang justru mencari keuntungan ketika masyarakat kian tercekik oleh harga-harga yang naik.

Kondisi ini menjauhkan berkah Alloh Swt dari kehidupan manusia.
Dalam firman,NYA “  sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf [7]: 96)

Ketimpangan dan kenaikan angka  kemiskinan, menunjukkan keberkahan negeri ini turun. Sejatinya, harus ada upaya maksimal negara menjalankan peran politik yg benar. 

Khilafah sebagai wujud dari negara yang menerapkan ideologi Islam akan secara tegas menerapkan syariat Islam dalam distribusi pangan. Kemudian mengadopsi sebuah kebijakan untuk memastikan kestabilan harga pangan dengan menjaga ketersediaannya melalui berbagai kebijakan swasembada pangan atau kemandirian pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri.

Sebagaimana tuntunan Rasulullah saw., “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Islam memastikan setiap individu bisa makan dengan layak dan cukup, bukan menimbulkan dan meningkatkan angka kemiskinan sebagaimana terjadi saat ini, karena pangan adalah kebutuhan pokok dan asasi, sekaligus penunjang kehidupan. Oleh karena itu, penguasa Islam harus memastikan pemenuhan kebutuhan pangan tersebut. Negara bertugas sebagai pelayan urusan rakyat sebagaimana hadis riwayat Muslim dan Ahmad bahwa imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Khilafah hadir secara utuh dalam pengelolaan pangan mulai dari aspek hulu sampai ke hilir.

Kenaikan beras memang terjadi karena banyak faktor. Secara makro, kapitalisme harus diakui sebagai biang kerok di balik semuanya karena rangkaian paceklik tersebut merambat hingga menjadi gelombang yang menimbulkan kemiskinan sistemis. Sejatinya jika kita berpikir secara jernih, terlebih kalau kita melihat potensi Indonesia dengan kondisi alamnya, sangat tidak mungkin di negara agraris terjadi krisis beras.

Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post