Ngemis Online dalam Prespektif Islam


Oleh Sumiyah Umi Hanifah
Member AMK dan Pemerhati Kebijakan Publik

Ketika cuan telah dipertuhankan, maka apapun akan dilakukan. Banyak masyarakat yang menganggap uang adalah sumber kebahagiaan, sehingga mereka mengejarnya hingga mati-matian. Tak peduli dengan urusan halal dan haram. Bahkan demi cuan, tidak sedikit orang yang rela menggadaikan harga diri dan kehormatan. Jika sudah demikian, kemana sebenarnya akal sehat mereka gunakan?

"Bagaikan cendawan di musim hujan", dunia maya dipenuhi dengan tayangan tak wajar. Publik pun menyebutnya dengan istilah "ngemis online". Mereka diduga memanfaatkan rasa iba dan simpati dari penonton di aplikasi TikTok yang mau memberikan gift atau saweran. Gift atau hadiah tersebut kemudian ditukarnya dengan uang. Ada seorang kakek-kakek renta melakukan aksi mandi lumpur, ibu-ibu berendam di sungai, dan berbagai konten ekstrim lainnya. 

Namun ternyata tidak semua orang suka atau bersimpati dengan aksi nyeleneh seperti itu. Banyak pihak-pihak yang justru merasa risih dan geram menyaksikan sepak terjang para "konten kreator nakal" ini. Salah satunya yaitu Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini. Beliau merasa kesal dan mengaku pihaknya akan menyurati Pemerintah Daerah (Pemda), agar fenomena ini tidak terus terulang. Beliau menegaskan bahwa ngemis online atau "meminta bantuan" seperti itu tidak boleh dan dilarang pemerintah. (kompas.com, Ahad, 15/1/2023).

Adapun menurut analisa sosiolog dari Universitas Indonesia, Devi Rahmawati, bahwasanya konten memohon bantuan di medsos Tiktok kemungkinan besar diorganisir oleh sindikat. Sebagaimana yang terjadi di luar negeri sana konten serupa juga menjamur dimana-mana. Sehingga banyak yang ditindak tegas oleh aparat kepolisian lantaran diketahui ada aktivitas yang mengarah pada eksploitasi anak. Devi berharap pemerintah Indonesia mau berkoordinasi dengan platform terkait, demi memastikan bahwa konten-konten serupa tidak disalahgunakan. (bbcindonesia.com, Jum'at, 13/1/2023). 

Kemiskinan yang dieksploitasi menggunakan kemajuan teknologi jelas perlu ditindaklanjuti. Sebab, adanya fenomena tak lazim seperti ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia hari ini sedang sakit. Demi mendapatkan keuntungan finansial mereka menabrak norma-norma kesusilaan. Menurut Sosiolog dari Universitas Udayana, Bali, Wahyu Budi Nugroho, ngemis online merupakan bentuk degradasi nilai-nilai kemanusiaan. Sebab perbuatan tersebut dapat menurunkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Krisis ekonomi yang dihadapi oleh negeri ini membuat masyarakat frustasi, sehingga tidak mampu berpikir secara rasional. Adanya badai pandemi Covid-19 mengakibatkan ribuan bahkan jutaan orang terkena PHK, hal ini membuat mereka mengalami tekanan ekonomi yang menghimpit. Akibatnya tidak sedikit dari mereka yang menempuh jalan pintas untuk mendapatkan cuan.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwasanya pelaku ngemis online ternyata bukan hanya mereka yang berlatar belakang ekonomi. Namun ada juga yang melakukan itu karena kecanduan narkoba, atau sekadar karena gaya hidup. Lebih parah lagi, fenomena ngemis online ini diduga dilakukan oleh sindikat kejahatan yang dilakukan oknum-oknum tak bertanggungjawab.

Inilah potret buram kehidupan di dalam sistem kapitalisme-liberalisme yang diterapkan di negeri ini. Kesejahteraan masyarakat yang masih sebatas impian. Faktanya, pemerintah dinilai tidak mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Masyarakat Indonesia kini mengalami berbagai macam krisis, termasuk krisis ekonomi, krisis akhlak, dan krisis kepercayaan terhadap penguasa. Sebab, kebijakan-kebijakan yang diambil penguasa saat ini dinilai lebih pro kepada asing daripada kepada rakyatnya sendiri. 

Dalam sistem pemerintahan Islam, negara bertugas untuk menjaga dan menyejahterakan rakyat. Pemimpin negara yang ideal harus mampu menyelesaikan seluruh problematika yang dialami rakyatnya, termasuk problem kemiskinan. Sebab, masalah kemiskinan merupakan faktor krusial dalam mewujudkan negara yang aman, damai, dan sejahtera. Oleh karena itu, problem kemiskinan yang melanda harus segera diatasi, mulai dari hulu hingga ke hilir. Kepala negara berhak mencari solusi terbaik untuk menyelamatkan ekonomi rakyatnya. Diantaranya memaksimalkan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada, dan dikembalikan untuk kesejahteraan masyarakat. Negara juga harus mengoptimalkan pos-pos pendapatan negara sesuai dengan syariat Islam.

Selain itu negara bertanggungjawab dalam mendidik dan memahamkan rakyat pentingnya menjaga izzah dan maru'ah. Menanamkan perasaan malu dan takut menjadi peminta-minta. Para ulama berpendapat bahwa mengemis atau meminta-minta hukumnya haram, apalagi jika dilakukan dengan cara mengelabui (menipu mata) orang lain.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar. ra. Ia berkata: Rasulullah saw bersabda,
"Sebagian orang selalu meminta-minta, hingga ketika sampai di hari kiamat tidak ada sedikitpun daging di wajahnya (H.R. Al Bukhari dan Muslim).

Seseorang diperbolehkan meminta-minta ketika memenuhi tiga syarat.
Pertama, ketika seseorang menanggung beban diyat (denda) atau pelunasan hutang orang lain, kemudian setelah hutangnya lunas ia berhenti meminta-minta.
Kedua, ketika seseorang ditimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya, hingga ia cukup, lalu berhenti meminta-minta.
Ketiga, ketika seseorang tertimpa kefakiran yang sangat, setelah ia mampu maka wajib berhenti meminta-minta.

Demikianlah, Islam sangat memuliakan manusia. Tidak heran jika kaum non-muslim di masa kekhalifahan, lebih suka hidup di bawah naungan Islam daripada di bawah tekanan rezim kafir Barat. Oleh karena itu sudah selayaknya umat Muslim di seluruh dunia memiliki pemahaman Islam yang Kafah. Sehingga mereka tidak mau melakukan perbuatan yang merendahkan martabatnya sebagai manusia. Dengan pemahaman Islam yang sempurna seseorang tidak mudah dimanfaatkan oleh para mafia, yang mengeksploitasi kemiskinan demi keuntungan pribadi.

Meskipun harta merupakan faktor penunjang kehidupan, namun cara mendapatkannya pun harus sesuai dengan aturan Allah Swt. Sehingga keberkahan hidup dengan mudah kita dapatkan. Meminta saweran dari nitizen, bukan solusi terbaik mengatasi kemiskinan. Hanya dengan kembali kepada Islam, seluruh problematika kehidupan dapat dipecahkan.

Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post