Anak Pelaku Kejahatan Seksual pada Anak


Oleh : Diana Nofalia

Kasus perkosaan tiga anak Sekolah Dasar (SD) terhadap Bocah Taman Kanak-kanak (TK) membuat kita sesak dan mengurut dada. Anak-anak seusia itu yang seharusnya masih menggemaskan tapi hari ini menjadi menakutkan. Bagaimana tidak usia yang sangat dini itu sudah menjadi pelaku sebuah kejahatan yang sungguh tidak pantas dilakukan oleh anak-anak seusia mereka.

Menurut keterangan Kuasa hukum korban, Krisdiyansari menceritakan, peristiwa perkosaan itu terjadi pada 7 Januari 2023 lalu. terduga pelaku merupakan tetangga korban dan teman sepermainan.

Mulanya, lanjut Krisiyansari, terduga pelaku mengajak korban yang tengah bermain sendiri. Korban kemudian diajak ke sebuah rumah kosong. Di rumah tak berpenghuni itulah korban dipaksa tidur dan celananya dipelorot.

“Korban disetubuhi bergantian oleh ketiga pelaku," kata Krisdiyansari. (https://www.liputan6.com/surabaya/read/5185008/bocah-tk-diduga-diperkosa-3-anak-sd-di-mojokerto-begini-kronologinya)

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyesalkan kasus kekerasan seksual yang dialami oleh siswi taman kanak-kanak (TK) berusia 5 tahun di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur yang para pelakunya masih berusia anak. KemenPPPA melalui tim layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) telah melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jawa Timur dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Mojokerto. KemenPPPA berkomitmen akan mengawal dan memperhatikan pemenuhan hak-hak korban.

“Kami turut prihatin dan sangat menyesalkan kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Tidak hanya korban, tetapi ketiga pelaku juga masih berusia anak, yaitu 8 tahun. Kami mendapatkan laporan bahwa perbuatan para pelaku sudah sejak tahun 2022 dan sekitar 5 kali. Kami masih terus memantau dengan dinas pengampu isu perempaun dan anak di daerah sekaligus mencari tahu latar belakang kejadian tersebut. Kami menghargai pengasuh korban yang melaporkan keluhan korban dan gerak cepat dari orang tua korban yang segera melaporkan kasus ini ke Polres Kabupaten Mojokerto dan P2TP2A Kabupaten Mojokerto,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, di Jakarta (20/1). (https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/4350/kemenpppa-prihatin-atas-kasus-kekerasan-seksual-terhadap-siswi-tk-di-mojokerto)

Kasus kekerasan seksual terhadap anak di negeri sudah sangat memprihatinkan dan mencemaskan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan sebanyak 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang 2022. Nyaris dari lima ribu pengaduan itu bersumber dari pengaduan langsung, pengaduan tidak langsung (surat dan email), daring dan media massa. 

Pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Kasus tertinggi adalah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus. (https://m.republika.co.id/berita/rovu92409/kpai-terima-hampir-5000-aduan-sepanjang-2022-paling-banyak-terkait-kejahatan-seksual)
[27/1 09.10] DianaNofalia-Aslama: Sungguh mengiris hati. Kasus anak SD menjadi pelaku pemerkosaan siswi TK adalah bukti ada yang salah di negeri ini. Menurut data diatas secara umum kasus kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat.

Tidak dapat dipungkiri ini merupakan bukti buruknya Negara dalam mengurus rakyatnya dalam berbagai aspek, khususnya Sistem  Pendidikan, Ekonomi, dan pengaturan media. 

Sistem pendidikan yang "bingung" yang senantiasa gonta-ganti kurikulum tak hanya membuat para pendidiknya bingung tapi juga menghasilkan generasi yang tak tau arah. Alih-alih mencetak generasi yang berakhlak mulia yang terjadi adalah generasi yang liberal yang menjadikan kebebasan dalam kerangka hak asasi manusia (HAM) sebagai landasan perilakunya. Bagaimana mungkin akan menciptakan generasi yang berkualitas, punya jiwa pemimpin dan rasa kemanusiaan jika agama dijauhkan dalam sistem pendidikannya (sekularisme). Ilmu agama hanya mendapatkan ruang yang sangat minim dibandingkan ilmu yang lainnya, terutama di sekolah-sekolah negeri.

Begitu pula dengan sistem ekonomi kapitalisme-materialisme yang mengedepankan materi diatas segalanya. Tak peduli halal-haram, asalkan ada manfaat maka itu dianggap bernilai walaupun secara kenyataannya merusak generasi negeri ini. 

Dan tak kalah parahnya adalah pengaturan media yang lepas kontrol, tayangan-tayangan "sampah" bertaburan yang gampang sekali untuk diakses sedemikan rupa oleh berbagai kalangan termasuk anak kecil sekalipun. 

Akar persoalan ini bersumber dari sekulerisme yang dijadikan sebagai asas negara. Solusi tuntas hanya dapat diperoleh dengan merubah asasnya, yaitu dengan menjadikan akidah islam sebagai asas. Islam memiliki aturan yang lengkap yang mampu mencegah dan menyelesaikan persoalan ini. Wallahu a'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post