TV Analog Dihentikan : Kamu Nanya ?


Oleh : Nurzyanti Jani 
Aktivis Muslimah, Mahasiswi Unismuh Makassar 

Pemerintah kembali mengejutkan rakyatnnya dengan aaturan baru terkait siaran TV. Baru-baru ini tepatnya di tanggal 2 November 2022 memang sudah menetapkan lewat undang-undang dari MK bahwa TV analog akan dibekukan lalu berpindah ke TV digital. Hal ini untuk mewujudkan Indonesia menuju era digital yang diarahkan dari The International Telecommunication Union (ITU) yang merupakan badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bidang teknologi informasi dan komunikasi.

Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID,  menyebutkan masih ada beberapa stasiun TV yang belum mematikan siaran analognya. Hal itu berkaitan dengan perpindahan saluran analog ke digital. Mahfud mengatakan analog switch off (ASO) merupakan perintah undang-undang dan telah lama dilakukan serta dikoordinasikan dengan beberapa pemilik stasiun TV. Ia menegaskan jika masih ada stasiun TV yang menyiarkan saluran secara analog maka akan dianggap ilegal dan bertentangan dengan hukum. Ia juga mengatakan 98 persen masyarakat Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) sudah siap beralih dari siaran televisi analog ke digital. Hal ini bertentangan dengan kenyataan yang terjadi dilapangan. Banyaknya masyarakat yang masih menggunakan TV analog didaerah Jabodetabek terpaksa harus nerhenti menonton karena siaran yang telah diputuskan. Nasyarakat mengeluh dan meminta agar kebijakan ini dihapuskan karena mereka bahkan belum mendapatkan sosialisasi sama sekali. 

Dilansir dari Liputan6.com, Gorontalo - Penghentian siaran TV analog atau analog switch off (ASO) ini masih belum bisa diterima oleh kalangan masyarakat Gorontalo. Sebab, sebagian besar masyarakat daerah serambi madinah masih menggunakan TV analog.

"Kami sudah tahu, bahwa di Jabodetabek ini sudah diberlakukan program TV digital. Tetapi kami belum bisa beralih ke program ini, alasannya salah satunya ketersediaan alat Set Top Box," kata Abd Farid warga Kota Gorontalo kepada Liputan6.com Sabtu (05/11/2022).

Kritik atas kebijakan pemerintah mematikan siaran televisi analog terus mengalir. Salah satunya adalah lewat media sosial Tiktok.
Seperti diungkapkan satu warganet terkait kebijakan ini yang dinilai menyusahkan rakyat kecil. "Kasian rakyat kecil dan makin menyusahkan rakyat," kata akun @Wulandari879.20 di TikTok, dikutip Minggu (5/11/2022).

Peralatan untuk TV digital tidak bisa dibeli oleh banyak orang, terlebih situasi ekonomi saat ini masih belum pulih sepenuhnya pascapandemi Covid-19. Karena tidak semua orang mampu membeli alatnya.

Meskipun apa yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan agar Indonesia menjadi lebih baik lagi kedepannya dalam hal tontonan yang bagus dan murah. Secara sederhana TV analog adalah televisi yang dalam pengoperasiannya masih menggunakan sinyal analog. Bentuk dari sinyal ini berupa gelombang terus menerus yang membawa data atau mentransfernya dalam bentuk gelombang, kemudian akan diproses dalam tabung TV (Katoda) menghasilkan bentuk berupa gambar dan suara, gambar yang kecil dan suara yang kurang jelas. Berbeda dengan TV digital yang menggunakan layar panel datar, seperti LCD, plasma, hingga LED sehingga layarnya jadi lebih rata dan lebar hingga mencapai lebih dari 120 cm. Tapi tampaknya ada sebagian masyarakat yang masih belum siap untuk beralih dari analog ke digital. Sebab untuk mengganti analog ke digital akan memerlukan komponen yang harus dibeli untuk bisa diakses.

Mungkin para kalangan menengah ke atas tidak mempermasalahkan membeli TV digital tapi untuk masyarakat menengah ke bawah mereka tidak akan mampu untuk membelinya. Untuk kebutuhan sehari hari saja Mereka saja kewalahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari lalu bagaimana jadinya kalo membeli TV digital yang tergolong mahal? Pasti akan kesulitan. Padahal bisa jadi TV analog adalah satu-satunya penghibur yang mereka punya yang kini sudah tidak ada lagi. 

Walaupun pemerintah menghimbau bagi siapa saja yang keberatan akan ASO ini nantinya akan dibantu melalui posko-posko yang sudah disediakan. Namun jaminan itu tidak akan merata. Apalagi rakyat seperti seakan tidak siap dengan perubahan ini. Keluh kesah rakyat disosmed pun tak bisa dibendung lagi. 

Jika dipikir-pikir kembali berpindah pada TV digital bukanlah sesuatu yang sedang dibutuhkan. Tidak begitu penting dan malahan dengan kebijakan ini bisa mencekik rakyat. Kita dipaksa untuk mengikuti ITU yang mungkin saja Negara lain sanggup akan hal itu. Namun, rakyat Indonesia untuk makan saja masih sangat kesusahan. Di saat rakyat yang kesusahan dalam hal ekonomi namun dampak dari perubahan TV analog ke digital hanya semakin memperburuk keadaan bukan menolong rakyat. Ini semakin mendorong produksi alat untuk mengakses TV digital, yaitu Set Top Box (STB) yang juga dikabarikan melambungtinggi harganya. Dengan demikian hanya akan menguntungkan korporasi semata. Namun bagi rakyat, mereka seakan tidak diuntungkan dan TV digital bukanlah hal penting yang harus dipenuhi sekarang. 

Jadi kebijakan ini diberlakukan demi terwujudnya juga dari perintah UU Cipta Kerja sehingga penguasa seakan berpihak kepada kepentingan korporasi bukan kepentingan rakyat banyak. Kalau dipikirkan dihapusnya TV analog lalu bermigrasi ke TV digital menggambarkan pemerintah belum mampu mengurus rakyat dengan baik. Kendatipun untuk kemajuan Indonesia tapi program-program yang selama ini dibuat sekadar menguntungkan korporat apalagi korporat swasta. Segala sesuatu dalam kapitalisme akan selalu dianggap sebagai komoditas ekonomi. 

Yang tidak kalah penting untuk kita sadari adalah konsekuensi dari suatu liberalisasi ekonomi ini adalah juga liberalisasi budaya. Sehingga TV digital akan sangat mungkin menyiarkan tayangan yang semakin merusak generasi. 

Inilah wajah asli dari oligarki yang menguasai pemerintahan di negeri ini. Keberpihakan penguasa hanya mementingkan keuntungan bagi segelintir orang yang memiliki kekuasaan yang dapat mencengkram undang-undang. Walaupun yang diucapkan untuk kemajuan Indonesia dan rakyatnya tapi sejauh ini hanya semakin menyengsarakan apalagi bagi kalangan menengah ke bawah.

Hal ini akan terus terjadi jika kita terus terusan nyaman dengan ayunan atau mainan penguasa. Hubungan rakyat dengan penguasa adalah hubungan bisnis dalam alam kapitalisme. Padahal kebijakan publik sangat tidak layak jadi ajang bisnis dan pemerintah mengambil manfaat dari itu semua kebijakan yang mereka buat. Sehingga jelas hanya dengan system islam lah penerintahan akan sangat memahami keadaan masyarakatnya. Kembali pada daulah Khilafah Islamiyah. 

Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post