Usulan Kenaikan Dana Parpol (Partai Politik) adalah Pengkhianatan Terhadap Rakyat


Oleh. Nur Hasanah
Pemerhati Masyarakat


Miris. Di saat masyarakat kesulitan hidup akibat kenaikan harga BBM, pemerintah mengusulkan kenaikan bantuan dana partai politik (parpol) tiga kali lipat. (Republika.co.id, 22/9/22)

_*Pemerintah Bekerjalah untuk Kepentingan Rakyat!*_

Sudah dua tahun lebih masyarakat merasakan kesulitan hidup akibat Covid 19. Saat mulai memperbaiki kondisi ekonomi, pemerintah memberikan kado pahit berupa kenaikan harga BBM. Tentu kebijakan ini menambah penderitaan rakyat. Pemerintah yang seharusnya berusaha untuk mengeluarkan rakyat dari kesulitan, malah menambah kesulitan yang lebih besar. Wajar bila masyarakat merasa kecewa dengan kebijakan kenaikan BBM saat ini. Selain waktunya yang tidak tepat, kenaikannya pun cukup tinggi. Ini menambah beban berat bagi rakyat.
BBM adalah hal yang penting bagi rakyat. Bila BBM naik tentu akan mengakibatkan kenaikan barang-barang lainnya, terutama kenaikan bahan pokok yang menjadi konsumsi harian. Ini sangat menyulitkan bagi rakyat karena akan mengakibatkan semakin melemahnya daya beli masyarakat.

Meskipun pemerintah menyiapkan bantuan langsung tunai kepada masyarakat miskin, itu bukan solusi ampuh untuk mengeluarkan rakyat dari himpitan ekonomi. Rakyat yang terimbas akibat kenaikan harga BBM kali ini, bukan hanya masyarakat miskin. Kesulitan hidup sedang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia.
Sangat wajar bila rakyat menuntut pemerintah untuk serius memikirkan rakyat. Mengeluarkan rakyat dari himpitan ekonomi memang menjadi tanggung jawab pemerintah. Pemerintah yang memiliki kebijakan. Pemerintah bisa melakukannya kalau memang serius bekerja untuk rakyat. Pemerintah dipilih oleh rakyat, tujuannya untuk membela nasib rakyat.

_*Rencana Menaikkan Bantuan Dana Partai adalah Mengkhianati Rakyat*_

Alih-alih membuat kebijakan untuk mengeluarkan rakyat dari kesulitan, pemerintah malah berencana menaikkan bantuan dana, tiga kali lipat kepada partai politik. Sungguh ironis. Bukankah lebih bijak uang itu digunakan untuk mengeluarkan rakyat dari kesulitan hidup?
Bantuan langsung tunai tidak cukup, apalagi rencananya hanya akan diberikan selama empat bulan. Sedangkan imbas dari kenaikkan harga BBM akan berlangsung lama.

Bagaimana dengan nasib rakyat yang tidak menerima bantuan karena tidak terkategori miskin, sedang mereka pun sama-sama terimbas juga? Mereka merasakan kesulitan yang sama akibat Covid 19 dan disusul kenaikan harga BBM. Ada yang korban PHK, ada yang bangkrut usahanya, dan lain-lain.

Rakyat yang tidak terkategori miskin namun hidupnya pas-pasan, biasanya enggan menerima uang cuma-cuma dari negara. Mereka biasa hidup mandiri karena biasa dipaksa menanggung  beban hidup sendirian. Hebatnya, mereka tetap taat membayar pajak walaupun mereka paham pajak untuk menyelamatkan negara hanyalah dalih saja. Mereka terpaksa membayarnya meski mereka sudah terbiasa tidak dilayani negara.
Negara sangat terbantu oleh rakyat yang mandiri karena tidak menjadi beban. Namun pemerintah tetap memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan masyarakat kategori seperti ini. Banyak di antara mereka yang memiliki semangat tinggi untuk usaha namun tidak memiliki modal. 

Pemerintah semestinya memberikan bantuan yang berbeda misalnya, memberikan lahan untuk berjualan, memberikan gerobak gratis untuk berjualan, memberikan kemudahan legalitas perizinan usaha, memberikan modal usaha (bukan pinjaman), agar bantuan lebih merata dan rakyat tidak merasa disia-siakan. Jangan hanya memanfaatkan rakyat saat pemilu saja.

_*Partai Politik dalam Sistem Demokrasi Menjadi Sarang Koruptor*_

Tingginya mahar untuk memenangkan jabatan saat pemilu dan pilkada dalam sistem demokrasi, mengakibatkan terjadinya politik transaksional. Calon kandidat di dalam partai politik wajib mengeluarkan dana yang besar untuk biaya kampanye. Dananya bisa milyaran sampai triliunan tergantung jabatan yang akan diraih. Bila calon kandidat memiliki popularitas, biasanya ada penyandang dana yang membayarkan biaya pemilunya. Penyandang dana ini biasanya memiliki perusahaan besar (kapitalis). Maka tidak heran bila tercipta kemesraan antara penguasa dengan pengusaha (kapitalis) yang menjadi penyandang dana saat kampanye pemilu.

Penyandang dana tidak memberikan uangnya tanpa meminta imbalan. Untung rugi pasti menjadi pembicaraan di antara mereka saat perjanjian pencairan uang. Hal inilah yang biasanya menjadi beban bagi para kandidat yang menang. Secara moral mereka memiliki beban untuk mengembalikan uang modal kampaye para penyandang dana. Pengembalian modal memang tidak dilakukan tunai layaknya membayar utang tetapi melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat agar menguntungkan perusahaan yang dimiliki oleh para penyandang dana.

Tidak heran bila kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan hanya menguntungkan para pengusaha (kapitalis). Kepentingan rakyat tidak menjadi yang utama. Bahkan kebijakan yang di keluarkan, banyak yang merugikan rakyat seperti menaikkan harga BBM.
Pengembalian modal pemilu inilah yang menjadi penyebab utama, terjadinya banyak tindakan korupsi yang dilakukan oleh para elit politik dari partai politik di dalam sistem demokrasi. Walaupun banyak koruptor yang tertangkap tangan oleh KPK dan divonis penjara nyatanya, itu tidak membuat mereka jera. Korupsi tetap saja terjadi. Bahkan semakin berani karena hukumnya bisa dinegosiasi.

Menambah bantuan dana tiga kali lipat untuk partai politik tentu bukan kebijakan yang berpihak kepada rakyat, bahkan bisa dikatakan mengkhianati rakyat. Semestinya negara tidak perlu memberikan dana sama sekali kepada partai politik. Jabatan yang mereka dapatkan saat ini adalah dalam rangka transaksi jual-beli dengan rakyat. Mereka memperkaya diri dan golongannya. Rakyat selalu menjadi tumbal untuk mengeluarkan negara dari kesulitan. Partai politik tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Sebenarnya, partai politik memiliki fungsi untuk menyerap aspirasi dan kebutuhan rakyat, melakukan pendidikan politik kepada rakyat, melakukan kaderisasi dan rekrutmen. Andai saja fungsinya dijalankan oleh partai politik, kaderisasi akan dilakukan. Pemilu tidak membutuhkan biaya besar bila partai melakukan kaderisasi. Partai politik akan mampu menghasilkan kandidat-kandidat terdidik dan terbaik dari dalam partainya untuk di pilih menjadi wakil rakyat. 

Saat ini rakyat seperti dipaksa memilih kucing dalam karung. Yang penting punya dana, siapa saja bisa dipilih jadi abdi negara, termasuk mantan narapidana. Tidak paham politik pemerintahan tidak masalah, itu bisa di pelajari sambil berjalan. 
Mengurus negara seperti mengurus mainan, lupa kalau hidup itu akan di pertanggung jawabkan. Lupa kebijakan yang di buatnya berpengaruh kepada nasib ratusan juta rakyat Indonesia. Pola pikir kapitalis yang diadopsinya telah memisahkan agama dari kehidupan. Ketika mereka sedang bekerja, hukum Allah dilupakan. Padahal ancaman Allah sangat keras kepada para pemimpin yang tidak amanah dan menyengsarakan rakyat. 
"Barang siapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan surga atasnya." (HR Muslim) 

_*Kembalilah kepada Islam*_

Seharusnya rakyat semakin cerdas menilai fakta. Demokrasi hanya menguntungkan para kapitalis dan kroninya, bukan menguntungkan rakyat. Melayani rakyat hanya tipu daya, rakyat tidak akan sejahtera.
Kembali kepada Islam adalah solusi satu-satunya agar rakyat hidup sejahtera. Sejarah telah membuktikan kejayaan Islam yang berlangsung lama. Rasa takut kepada Allah menjadi motivasi para penguasa dalam menjalankan tugasnya. Jadi mustahil menemukan para pemimpin yang berjamaah membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyat. []

Post a Comment

Previous Post Next Post