Subsidi dalam Timbangan Kapitalis dan Islam


Oleh Erik Sri Widayati, S.Si.

Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menaikkan harga beberapa jenis BBM dengan alasan memberatkan beban APBN. Dengan istilah APBN jebol, subsidi tak tepat sasaran, 80% subsidi BBM dinikmati oleh masyarakat mampu. Selanjutnya sebagian subsidi BBM akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran. Bantuan langsung tunai (BLT) BBM sebesar Rp 12,4 triliun yang diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu. (detikNews, 03/09/2022)


Lagi-lagi alasan subsidi. Subsidi menurut Wikipedia adalah suatu bentuk bantuan keuangan yang biasanya dibayar oleh pemerintah dengan tujuan untuk menjaga stabilitas harga, mempertahankan eksistensi kegiatan bisnis, atau mendorong berbagai kegiatan ekonomi pada umumnya. Istilah subsidi dapat juga digunakan untuk bantuan yang dibayar oleh nonpemerintah, seperti individu atau institusi nonpemerintah. Namun, ini lebih sering disebut derma atau sumbangan (charity).


Dalam negara yang menerapkan neoliberalisme peran negara dibatasi, dengan ciri-ciri membuka pasar babas serta individualisme. Maka neoliberalisme memandang intervensi pemerintah sebagai “ancaman yang paling serius” bagi mekanisme pasar. Dari sini dapat dipahami, mengapa pencabutan subsidi sangat dianjurkan, sebab subsidi dianggap sebagai bentuk intervensi pemerintah. Layanan publik harus mengikuti mekanisme pasar, yaitu negara harus menggunakan prinsip untung/rugi dalam penyelenggaraan bisnis publik. Layanan publik murni seperti dalam bentuk subsidi dianggap pemborosan. Subsidi dipandang sebagai sesuatu yang memberatkan dan menjadi beban bagi pemerintah. Sehingga hal tersebut dianggap akan merugikan negara. Alasan ideologis inilah yang akhirnya melahirkan alasan-alasan lainnya misalnya alasan bahwa subsidi membebani negara, subsidi membuat rakyat tidak mandiri, subsidi mematikan persaingan ekonomi dan sebagainya. 


Adanya subsidi, dinilai sebagai bagian dari ketidakmandirian rakyat. Dalihnya seharusnya, rakyat lebih mandiri agar dana APBN yang awalnya digunakan untuk BBM dialihkan pada sesuatu yang lain. Ujungnya, negara membiarkan masyarakat utuk mengatur segala sesuatu yang bersangkutan dengan aktivitasnya sendiri. Ini artinya bahwa negara berlepas tangan dari mengurusi masalah rakyatnya. 


Memang demikianlah kapitalisme mengajarkan agar mengukur segala sesuatu berdasarkan atas asas manfaat serta materi semata. Bahkan untuk mengurusi rakyat yang mengamanatkan kekuasaan kepada negara. Neoliberalisme adalah turunannya. 


Berbeda halnya dengan Islam. Di dalam Islam, pengaturan kehidupan harus disandarkan pada hukum syara’. Termasuk bagaimana memandang subsidi ini. Ada saat subsidi diperbolehkan dan ada saat subsidi wajib dilakukan negara. 


Hal ini karena Islam telah mewajibkan beredarnya harta di antara seluruh individu dan mencegah beredarnya harta hanya pada golongan tertentu,


كَيْ لاَ يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ اْلأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ


 “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.” (QS Al-Hasyr [59] : 7)


Nabi Muhammad SAW. telah membagikan fai‘ Bani Nadhir (harta milik negara) hanya kepada kaum Muhajirin, tidak kepada kaum Anshar, karena Nabi Saw. melihat ketimpangan ekonomi antara Muhajirin dan Anshar. 


Demikian juga pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin al-Khathab di masa lalu. Beliau memberikan harta dari baitul mal (kas negara) kepada para petani di Irak agar dapat mengolah lahan pertanian. (MuslimahNews.net, 08/09/2022) 


Adapun pada sektor BBM, maka negara mempunyai tanggung jawab penuh untuk memberikan pelayanan kepada rakyat dengan baik. Karena BBM adalah bagian dari kepemilikan umum atau milik rakyat, artinya negara berkewajiban untuk mengelolanya dengan sungguh-sungguh kemudian dibagikan kepada rakyat. Dan kalaupun rakyat harus membayar maka tidak akan memberatkan. Karena hanya untuk biaya operasionalnya saja. Ini berlaku bagi seluruh rakyat bukan hanya yang tidak mampu.


Hadits Rasulullah SAW, 

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Demikianlah di dalam Islam berkaitan dengan subsidi BBM maka negara wajib memberikan kepada rakyat tanpa memandang kaya dan miskin, sebagai bagian dari pelayanan negara atas kepemilikan rakyat. Negara tidak menganggap ini adalah beban. Negara memiliki sumber pendapatan yang berasal dari sumber kas negara yang dibolehkan oleh syariat diantaranya fa'i, kharaj, ghanimah, anfal, jizyah, ekspor hasil pengolahan SDA setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sebagainya. Dan tidak mencari keuntungan dari pelayanan kepada rakyatnya sendiri. Berbeda jauh antara Islam dan kapitalis. Tidak kah kita merindukan penerapan Islam kaffah??

Post a Comment

Previous Post Next Post