Penelantaran Anak di Kota Layak Anak


Oleh: Astri Ummu Zahwa, S.S

Bekasi kembali meraih penghargaan Kota Layak Anak predikat Nindya pada tahun 2022 ini. Hal yang ironis, karena terjadi ditengah maraknya kasus penelantaran anak di Bekasi. Data yang dihimpun KPAD (Komisioner Bidang Kesehatan dan Napza) Kota Bekasi kasus penelantaran anak sepanjang tahun 2018-2022 sebanyak 25 kasus (RADARBEKASI.ID, 01/09/2022)
 
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Agustina Erni mengatakan, “Kalau kita bicara kabupaten/kota layak anak itu bukan berarti mereka sudah menjadi kota layak anak.” Agustina bahkan juga mengatakan belum ada satu daerah pun yang sudah mencapai Kota Layak Anak. Bilapun ada penghargaan Kota Layak Anak, itu ditujukan kepada kota yang dapat mengimplementasikan Undang Undang (UU) tentang perlindungan anak serta konvensi hak anak yang sudah diratifikasi. (www.mediaindonesia.com)
 
Sedangkan menurut UNICEF, kota ramah anak adalah kota yang menjamin hak setiap anak sebagai warga kota. Salah satu kriteria kota ramah anak yaitu menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman sehingga memungkinkan anak-anak dapat berkembang.

Hanya Sekedar Regulasi
 Sesungguhnya di Indonesia sudah ada regulasi  yang dibuat untuk mencegah penelantaran anak. Diantaranya, UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak, dengan dua pilar utama, yaitu pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak. UU ini sudah dua kali mengalami perubahan, yaitu melalui UU 35/2014 dan UU 17/2016. Kemudian Perpres 101/2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 15/07/2022 lalu. Akan tetapi keberadaan regulasi  tersebut tidak memberikan efek nyata pada menurunnya kasus penelantaran anak. Masyarakat tidak ada rasa takut ataupun jera dengan penerapan aturan yang ada. Malah mereka terkesan cuek dan masa bodo. 

 Ini seharusnya menjadi bahan pemikiran bagi pemerintah bahwa ternyata regulasi yang sudah ada bukan merupakan solusi tepat. Melainkan ada faktor lain yang menjadi permasalahan mendasar. Bukan tidak mungkin, permasalahan mendasar yang menjadi akar persoalan adalah diterapkannya pemikiran sekuler yang mendasari terbentuknya setiap regulasi yang diterapkan. Alhasil, penelantaran anak dianggap sesuatu yang biasa ketika seseorang menganggap dirinya sudah tidak mampu. Dia tidak memikirkan bagaimana pertanggungjawaban dihadapan Sang Penciptan kelak.

Syariat Islam Tegas Melindungi Anak
 Penelantaran anak dalam kondisi apapun tak dibenarkan dalam Islam, baik dilakukan oleh individu mapupun negara. Hal ini sesuai dengan hadits riwayat Abu Daud, Nasa’i, dan Hakim, yaitu “ Cukup berdosa orang yang mengabaikan hak seseorang yang menjadi tanggungannya”.

Rasulullah SAW juga mengingatkan, “Sesungguhnya pada hari kiamat ada manusia yang tidak akan diajak bicara, tidak disucikan dan tidak dilihat”. Kemudian Nabi ditanya, “Siapakah orang-orang itu?” Nabi Muhammad SAW lalu menjawab, “Anak yang berlepas diri dari orang tuanya dan orang tua yang berlepas diri dari anaknya,” (HR. Ahmad)
 
Sungguh, hanya syariat Islam yang melakukan perlindungan hakiki terhadap anak. Negara, para orangtua, dan juga masyarakat berkewajiban untuk menegakkannya. Karena hanya dengan penerapan Syariat Islam secara kaffah, tercipta suasana yang aman, nyaman, dan kondusif untuk melindungi dan memenuhi hak anak. Sehingga anak dapat tumbuh dalam suasana ketaatan pada Allah SWT dan menjadi insan yang bertakwa. Wallahu a’lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post