Harga Telur Melambung, Siapa yang Untung?


Oleh Merli Ummu Khila
Pemerhati Kebijakan Publik

Harga telur naik peternak untung, mungkin logika ini menurut sebagian orang benar adanya. Dengan kenaikan harga, otomatis untung semakin besar. Namun faktanya tidak sepenuhnya benar. Pekan ini harga telur sedang menjadi sorotan, setelah sebelumnya harga cabai dan bawang yang tidak terkendali. Harga telur yang sebelumnya kisaran Rp25.000 sampai Rp27.000 kini naik hingga Rp33.000 perkilonya. Harga ini merupakan harga tertinggi sepanjang sejarah.

Kenaikan harga telur ini tentu saja menjadi kabar buruk bagi masyarakat. Baru saja sedikit lega dengan normalnya harga minyak goreng, bawang, dan cabai. Kini masyarakat kembali dibuat pusing oleh harga telur yang menjadi kebutuhan pokok sehari-hari. Kenaikan ini tentu saja berefek domino pada semua makanan yang berbahan dasar telur. Akibat kenaikan harga ini membuat permintaan turun dan omset pedagang ikut turun.

Harga Telur Naik Karena Harga Pakan Makin Mahal

Lalu, bagaimana dengan peternak? Kenaikan harga telur bukan hanya karena terganggunya supply and demand, tetapi kenaikan harga pakan yang signifikan. Itu artinya kenaikan harga telur tidak begitu menguntungkan peternak, tetapi lebih tepatnya hanya menyelamatkan peternak dari kebangkrutan. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga pakan ternak sejak awal tahun yang membuat peternak kecil gulung tikar. Sebagian lagi memangkas populasi ayam utuk menekan biaya produksi terutama pakan ternak. Berkurangnya populasi ayam petelur ini mempengaruhi supply ke pasar yang mengakibatkan harga telur melonjak.

Seperti dikutip dari KOMPAS.com, 7/6/2022, Sekitar 45 dari 150 peternak ayam petelur di Kabupaten Kuningan terpaksa bongkar kandang alias bangkrut akibat tidak mampu menanggung biaya produksi terutama pakan ternak yang semakin mahal. Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Peternakan Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Kuningan Lya Prilyawati. “Ada 30 persen peternak yang mengurangi atau bahkan berhenti produksi,” kata Lya saat ditemui Kompas.com, Selasa (7/6/2022).

Pakan Mahal Karena Bahan Baku Impor

Pakan ternak yang semakin mahal bukan tanpa sebab, produksi pakan ternak masih sangat bergantung pada bahan baku impor. Ketergantungan ini yang membuat negara tidak berdaya di tengah ketidakpastian harga. Melemahnya nilai tukar rupiah atas dollar AS sangat berpengaruh terhadap kebijakan ekonomi global. Hal ini sangat berpengaruh pada produksi pakan ternak karena harga pakan itu 83% disebabkan oleh bahan pakan. Bahan baku pakan ternak mulai dari suplemen, vitamin, antibiotik, feed suplemen, premium, bahkan bungkil kedelai pun masih harus impor.


Karena itu, hal ini diakui akan berdampak pada harga pakan di dalam negeri. Yang berujung pada biaya produksi peternak.
"Yang diimpor itu terutama soybean meal, impor 100% karena kita nggak produksi. Itu adalah produk hasil ekstraksi minyak kedelai, untuk protein ternak. Bukan hanya Indonesia, secara global dunia juga bergantung dari soybean meal impor. Diantaranya berasal dari Amerika Serikat (AS), Argentina, dan India," kata Desianto kepada CNBC Indonesia, Jumat (17/6/2022)

Mungkinkah Indonesia Bisa Swasembada?

Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa, kenaikan harga telur ini dipicu oleh bahan baku yang masih impor. Sudah menjadi kebiasaan pemerintah, untuk menjadikan impor sebagai solusi ketersediaan komoditas. Padahal ini bukanlah solusi tapi  justru akan memunculkan masalah baru. Praktik kartel yang menguasai pasar dari hulu ke hilir membuat pemerintah kehilangan perannya sebagai fungsi kontrol. Liberalisasi ekonomi meniscayakan semua harga dikendalikan oleh pemain pasar yaitu para kapital.

Padahal jika melihat potensi alam Indonesia yang gemah ripah loh jinawi, menjadikan negeri ini untuk swasembada kedelai sangatlah mudah. Tanah yang subur, sinar matahari melimpah, dan cadangan air terbesar di dunia adalah potensi alam yang bisa mewujudkan itu semua. Selain potensi alam, sumber daya manusia pun melimpah, jutaan pengangguran tentu akan memilih profesi petani seandainya menjanjikan kesejahteraan. Terlebih jika negara mendukung dari pemodalan hingga distribusi hasil petani.

Namun hal ini sulit diwujudkan, mengingat keberadaan importir besar yang memegang kendali pasar. Praktik oligopoli membuat pembeli pasrah dengan harga yang ditentukan oleh pelaku pasar. Harga yang semakin tinggi memaksa para produsen pakan ternak akhirnya ikut menaikkan harga. Begitulah seterusnya hingga ke peternak ayam petelur pun harus bertahan dengan keuntungan yang semakin sedikit.

Begitulah gambaran ketika perekonomian sebuah negara diatur dalam sistem kapitalisme liberal. Negara tidak mempunyai peranan penting dalam mengatur perekonomian. Penguasa yang menjadi representasi suara rakyat dalam mengatur hajat hidup rakyat, nyatanya menghasilkan penguasa yang berpihak pada pengusaha. Bahkan tidak sedikit penguasa berprofesi pengusaha. Kesejahteraan rakyat tidak menjadi prioritas utama. Kenaikan harga seolah bukan persoalan yang harus diselesaikan.

Namun tidak demikian dengan Islam. Pertanian merupakan sektor yang menjadi sumber pendapatan utama negara. Sektor pertanian ini menjadi sesuatu yang wajib, mengingat dalam syariat diatur sebagaimana hadits Rasulullah Saw. "Siapa yang memakmurkan tanah yang tidak dimiliki oleh siapapun maka dia lebih berhak (atas tanah tersebut) (HR al-Bukhari). Artinya bahwa tanah itu harus ditanami dan tidak boleh ditelantarkan. Jika ditelantarkan tiga tahun berturut-turut maka tidak ada hak pemilikan lagi atas tanah tersebut bagi pemiliknya itu. 

Dalil tersebut dijadikan undang-undang dalam sistem negara khilafah dalam kitab Al-Muqaddimah Ad Dustur Pasal 136 yang berbunyi: Setiap orang yang memiliki lahan pertanian dipaksa untuk menggarap tanahnya. Yang membutuhkan akan diberi bantuan dari Baitul Mal yang memungkinkan dirinya untuk menggarap tanahnya. Setiap  orang yang menelantarkan tanahnya selama tiga tahun tanpa ada penggarapan, maka tanah tersebut akan disita darinya dan akan diberikan kepada orang lain.

Demikianlah jika syariah Islam dijadikan aturan, menjadikan sektor pertanian sebagai sumber penghidupan. Adapun negara berperan memberikan sarana produksi yang baik dan menjaga rantai distribusi dari petani ke pasar agar tidak merugikan petani. Negara juga akan menjamin semua kebutuhan para petani baik modal, peralatan, benih, teknologi, teknik budidaya, obat-obatan, baik secara langsung atau melalui subsidi.

Walhasil, hanya dengan Islamlah kesejahteraan rakyat menjadi prioritas negara. Kekuasaan yang dibentuk atas dasar ketakwaan kepada Allah Swt. akan menghasilkan tatanan kehidupan yang menyejahterakan rakyat. Sejatinya manusia memiliki keterbatasan akal dalam mengatur hajat hidup orang banyak, sehingga memerlukan aturan dari pencipta yang paripurna yaitu kitabullah Al-Qur'an.

Wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post