Peran Pendidikan bagi Generasi Qur’ani



Oleh: Anisa Bella Fathia, S.Si.
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok


Pendidikan berperan memajukan dan menentukan nasib bangsa akan dibawa ke mana. Tak ayal lagi, para petinggi negara pun merumuskan formula pendidikan yang cocok untuk diterapkan. Seperti yang telah dirancang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam revisi draf Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035. Di dalamnya tercantum visi pendidikan yakni "Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila." 

Namun, Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 menuai banyak kritik. Kritikan tersebut awalnya disampaikan Pengurus Pusat Muhammadiyah karena tidak ditemukannya kata 'agama' dalam draf rumusan paling mutakhir 11 Desember 2020 dari Visi Pendidikan Indonesia 2035. Hanya tercantum budaya sebagai acuan nilai mendampingi Pancasila

Jika kata ‘agama’ hilang dalam draf tersebut tentunya akan berbahaya, pasalnya agama merupakan hal esensial bagi pendidikan bangsa dan sebagai pondasi yang sangat penting yang harus diperhatikan. Dan nilai-nilai yang ada dalam agama (terutama Islam) tidak akan dijadikan acuan lagi). Jika pun nilai-nilai agama Islam ada, namun sayangnya malah sudah terkontaminasi dengan budaya Barat dan tidak sesuai lagi dengan aturan Islam sendiri, contohnya atas nama modernisasi agama dalam dunia pendidikan, diperbolehkan guru non-Muslim mengajar di madrasah. 

Padahal, jika bicara pendidikan artinya bicara tentang generasi. Artinya bila menginginkan generasi Qur’ani, maka didiklah anak-anak kita seperti Rasulullah SAW mendidik para sahabatnya. Bila hari ini generasi kita jauh dari Al-Qur'an, itu akibat sistem pendidikan yang sekuler (memisahkan peran agama dari kehidupan) yang diterapkan negara. Sehingga pelajaran agama (Islam) hanya dilaksanakan satu kali dalam sepekan dipisahkan dari mata pelajaran lainnya bahkan ke depannya akan dihilangkan. 

Padahal, Rasulullah SAW selalu mengaitkan tauhid dengan pelajaran kehidupan. Itulah metode yang terus diikuti oleh generasi sahabat, tabiin, sampai tabiut tabiin. Betapa banyak ilmuan Muslim yang tidak hanya cerdas dalam keilmuan namun juga memiliki tauhid yang kokoh dan akhlak yang berkilau. Berbeda dengan hasil pendidikan sekuler hari ini. Mental pelajar yang lemah, mudah menyerah bahkan tak sedikit ditemukan kasus bunuh diri pelajar karena stres tidak diterima di perguruan tinggi impiannya, naudzubillahimindzalik. 

Hal ini wajar dalam sistem pendidikan sekuler, karena pendidikan dianggap sebagai komoditas perdagangan. Pendidikan juga menjadi sarana untuk mencapai materi dan prestise di kemudian hari, dan kebahagiaan tertinggi dengan mendapatkan materi sebanyak-banyaknya. Inilah mental generasi saat ini, bersekolah agar kelak menjadi orang kaya. 

Sedangkan pendidikan dalam sistem Islam bertujuan membentuk manusia yang bertakwa berkepribadian Islam dengan pola pikir dan pola sikap islami. Mencetak ilmuan yang kapabel untuk memenuhi kebutuhan umat dan menyebarkan rahmat ke seluruh dunia. Pendidikan menjadikan akidah Islam sebagai asas dan kurikulum. Tidak ada pemisahan agama dari ilmu pengetahuan seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Dan negara sangat berperan penting menyediakan sarana, instrumen, kebijakan dan pembiayaan yang dibutuhkan bagi dunia pendidikan. Pendidikan adalah hak warga negara yang dijamin pelayanannya demi lahirnya generasi bertakwa.

Salah satu masa kejayaan pendidikan Islam adalah di masa kepemimpinan Bani Abbasiyah yang berkuasa sejak 750 M-1258 M/132H-656 M. Masa tersebut ditandai dengan berkembang pesatnya lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun informal, bermunculannya lembaga-lembaga pendidikan ini mendominasi dalam dunia Islam. Kemajuan ilmu pengetahuan dan budaya Islam pada masa Islam menggungguli dan bahkan mempengaruhi peradaban dunia. Wilayah kekuasaan Islam menjadi pusat-pusat pendidikan yang diminati buhkan hanya kalangan Islam tetapi juga kalangan non-Islam.

Harun al Rasyid (170-193 H) merupakan khalifah ke-7 Dinasti Bani Abbasiyah. Pada masa pemerintahannya, pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan. Ia sangat memberi motivasi dan perhatian penuh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini dilakukan bukan tanpa alasan, karena ia merupakan seorang yang cerdas dan mencintai ilmu pengetahuan. Negara di bawah kendalinya aman, tenteram, makmur, damai dengan dukungan sarana dan prasarana pembangunan sehingga dunia Islam menjadi pusat ilmu pengetahuan.

Begitu juga dengan hari ini, generasi Qur’ani harapan semua keluarga Muslim, yang menjadikan Al-Qur'an sebagai peta kehidupannya. Karena Allah memerintahkan kepada setiap orang tua untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka. Sebagaimana firman Allah SWT, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (at-Tahrim: 6).

Namun, untuk mencetak generasi Qur’ani tak cukup peran keluarga saja, butuh peran negara untuk merealisasikannya. Karena negara mampu menerapkan aturan khususnya terkait pendidikan yang senantiasa menjadikan generasi terikat dengan Al-Qur’an dalam setiap langkahnya. Yang bisa menjadikan generasi yang beriman dan bertakwa hanya ada dalam negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah yakni khilafah Islam.[]












Post a Comment

Previous Post Next Post