MUHARRAM, MOMEN TAAT SECARA MENYELURUH


Oleh: Ulif Fitriana

Beragam acara digelar menyambut tahun baru 1 Muharram 1444 H. Mulai dari pawai hingga acara seremonial lainnya  yang tentunya menunjukkan kemeriahan dan sukacita.  Ada juga yang menyambut tahun baru dengan gelaran tausiyah atau dzikir bersama.

Bulan Muharram memang istimewa, Abu Ustman an-Nahdi mengatakan, “Adalah para salaf mengagungkan tiga waktu dari sepuluh hari yang utama. Yakni, sepuluh hari terakhir Ramadan, sepuluh hari pertama Zulhijah, dan sepuluh hari pertama Muharam.” (Lathoiful Ma’arif, h.80)
Umat Islam jangan sampai melewatkan ibadah di bulan istimewa ini. Ada bebrapa hal yang bisa dilakukan di antaranya
Berpuasa.

Rasulullah saw. bersabda, “Puasa yang paling afdal setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Allah al-Muharram.” (HR Muslim).

Beramal Shalih
Dalam bulan Muharram, setiap kebajikan atau perbuatan baik yang dilaksanakan semata-mata karena Allah akan mendapat pahala berlipat. Sebaliknya, setiap perbuatan maksiat akan mendapat dosa yang berlipat pula.

Oleh karenanya setiap muslim harus berlomba-lomba memperbanyak ibadah di bulan ini, mengerjakan perintah Allah baik fardhu maupun sunnah. Sholat, puasa, berdakwah, bersedekah, berdzikir, dll.

Bertaubat
Bertaubat artinya kembali kepada Allah. Adakalanya seorang hamba jauh dari Allah, meninggalkan perintah Allah dan mengerjakan apa yang dilarang olehNya. Sebelum ajal menjemput bersegera untuk taat dan meninggalkan segala perbuatan maksiat adalah satu-satunya pilihan jika dia menginginkan balasan surga dan terhindar dari siksa neraka. Sebagaimana firman Allah dalam Ali Imran : 133, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”

Tidak hanya itu, selayaknya setiap muslim juga melakukan muhasabah di pergantian tahun ini. Muhasabah tersebut meliputi muhasabah personal atau individu, muhasabah masyarakat dan muhasabah negara.

Islam diturunkan sebagai sebuah aturan  yang mana di dalamnya mengatur seluruh lini kehidupan. Mulai dari kehidupan individu, bermasyarakat dan bernegara. Mengambil aturan lain selain Islam dosa besar sebagaimana firman Allah dalam QS At Taubah:31. “Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi), dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai tuhan selain Allah, dan (juga) Al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan.”

Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah mengatakan : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits tersebut menafsirkan bahwa maksud “menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah” bukanlah maknanya ruku’ dan sujud kepada mereka. Akan tetapi maknanya adalah mentaati mereka dalam mengubah hukum Allah dan mengganti syari’at Allah dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Perbuatan tersebut dianggap sebagai bentuk beribadah kepada mereka selain kepada Allah dimana mereka menjadikan para ulama dan ahli ibadah tersebut sebagai sekutu-sekutu bagi Allah dalam masalah menetapkan syari’at.

Dalam ayat yang lain
“Barang siapa yang tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (QS. Al-Ma’idah: 44). 
“Barang siapa tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Ma’idah: 45).

“Barang siapa tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” (QS. Al-Ma’idah: 47).

Dari sini jelaslah bahwa sebagai muslim kita wajib terikat sepenuhnya dengan aturan Allah. Dalam ranah individu, keluarga, masyarakat dan negara semuanya harus tunduk pada aturanNya. Mulai dari urusan ibadah, mencari nafkah, bergaul, berekonomi, berpolitik dll semuanya tidak boleh keluar menyelisihi aturanNya.

Bulan Muharam ini sudah selayaknya kita jadikan momentum untuk kembali kepada Allah secara kaffah (menyeluruh).

Post a Comment

Previous Post Next Post