Kurikulum Menompang Penjajahan


Oleh: Khantynetta

Pendidikan di dunia Islam termasuk Indonesia berada di titik rendah. Dunia Islam mengalami “Krisis Pendidikan” yang sungguh mengerikan. Semua terjadi pasca keruntuhan Khilafah, negeri-negeri Islam mulai mengadopsi sistem kehidupan sekuler dengan sistem pendidikan barat sekulerisme.

Jumeri, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek mengatakan bahwa kebijakan zonasi dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), merupakan salah satu upaya meningkatkan akses layan.

Pedoman yang digunakan dalam pelaksanaan PPDB tahun 2022 masih sama seperti tahun sebelumnya. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021 menjelaskan bahwa PPDB dilakukan melalui empat jalur. Yakni: zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan jalur prestasi,  (Jakarta, Gatra.com, 20/6/2022).

Kuota untuk jalur zonasi mendapat porsi paling besar dibanding jalur lain (SD sebanyak 70%, SMP dan SMA 50%), tapi di sisi lain sistem zonasi menimbulkan berbagai masalah diantaranya tidak semua kelurahan mempunyai sekolah negeri, jumlah sekolah negeri terutama SMA tidak sebanding dengan jumlah calon peserta didik baru, akibatnya sejumlah calon siswa harus rela bersekolah di swasta, banyak terjadi manipulasi data tempat tinggal supaya dekat sekolah favorit, banyak anak yang tidak bisa masuk ke sekolah negeri manapun. Bagi warga miskin, kondisi ini tentu menjadi ancaman untuk putus sekolah karena Jalur afirmasi (15% ) yang disediakan untuk siswa yang kurang mampu masih terbatas. Sehingga kementerian pendidikan dan kebudayaan riset dan teknologi meminta peran serta sekolah swasta untuk membantu mengatasi problem tersebut. Gayung pun bersambut, beberapa provinsi telah melibatkan sekolah swasta dalam PPDB 2022, bahkan ada yang sudah memulainya sejak pandemi melanda.

Sengkarut permasalahan pendidikan khususnya PPDB zonasi tidak lepas dari paradigma pengelolaan kekuasaan negara kapitalis-- neoliberal, alhasil negara di tuntut memberi kesempatan seluas--luasnya kepada swasta atau masyarakat untuk kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh negara, negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator bukan pelaksana atau operator. Padahal keberadaan swasta dalam kapasitas hanya di dasari motivasi keuntungan, sehingga benang kusut PPDB zonasi tidak akan terselesaikan.

Dana abadi yang dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Yang telah ditempatkan pemerintah dengan dana sebesar Rp 99,11 triliun dari akumulasi sejak 2010 sampai 2021. Pada tahun 2022 sendiri telah dialokasikan sebesar Rp 20 triliun yang dianggarkan dalam APBN 2022. 
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Merdeka Belajar ke-21: Dana Abadi Perguruan Tinggi, di Kantor Kemendikbudristek, yang disiarkan secara daring, Senin (27/6/2022).

Nadiem menegaskan, daya saing perguruan tinggi Indonesia dalam kancah persaingan global merupakan salah satu indikator pencapaian Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2020-2024.

Nadiem menuturkan, dana abadi perguruan tinggi untuk menunjang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) menjadi perguruan tinggi kelas dunia.

Pada dasarnya dana abadi yang merupakan komitmen pemerintah di bidang pendidikan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang berdaya saing, hanyalah tumpuan problem pendidikan negeri. 

Dana abadi yang mengalokasikan dana pendidikan dari sumber dana yang terbatas serta dianggap sebagai penjaminan biaya publik justru pemerintah berlepas tangan dan menimpakan beban pada rakyat. Sehingga bisa dikatakan dalam hal ini negara tidak mampu melayani publik secara maksimal, justru menyerahkan kepentingan publik pada swasta. Maka wajar sektor pendidikan hanya melayani kepentingan korporasi bukan kepentingan publik.

Memasuki tahun ajaran 2022 berbagai sekolah sudah mulai akan menerapkan Kurikulum Merdeka, meskipun Nadiem menyatakan belum sepenuhnya diwajibkan apabila pihak sekolah belum mampu untuk menerapkannya. Sekolah memiliki pilihan untuk menerapkan Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, atau Kurikulum Merdeka. Bahkan Nadiem, sebelumnya telah menggelontorkan dana bantuan 100 juta rupiah per sekolah bagi 2.500 sekolah penggerak yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka. Dana tersebut digunakan untuk pelatihan guru pengajar. Dan dana bantuan akan diberikan bagi sekolah lain, namun dengan jumlah berbeda (tempo.co, 14/2/2022).

Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar di Kabupaten Bojonegoro saja diikuti total ada 461 sekolah yang akan dimulai awal Juli 2022 (Bojonegorokab.go.id, 20/5/2022). Dan ada 13 madrasah negeri di Bojonegoro juga siap menerapkan Kurikulum Merdeka (mediapantura.com, 30/6/2022). Dalam tahun ajaran 2022/2023 ini juga, Nadiem Makarim mengatakan, mata pelajaran Pendidikan Pancasila akan diterapkan (Kompas.com, 3/6/2022).

Kurikulum, dapat dikatakan sebagai inti dari proses kebijakan pendidikan, serta menjadi ruh bagi eksistensi suatu bangsa, karena dari sinilah terbentuk kualitas generasi. Di bawah kurikulum merdeka yang diusung Nadiem, melalui kurikulum vokasi untuk SMK/SMA dan kurikulum industri untuk kampus, terpampang nyata nuansa kapitalistiknya. Kini, kurikulum merdeka yang diterapkan untuk PAUD, SD, SMP, SMA difokuskan pada merdeka belajar, kebebasan bagi siswa untuk menentukan minat belajarnya, serta pembentukan pelajar profil Pancasila yang disesuaikan dengan standar pemerintah. Mengingat selama ini, Pancasila digunakan oleh penguasa untuk menghadang berbagai isu radikalisme, gerak dakwah Islam kaffah. Bahkan, Nadiem tanpa takut sempat menghilangkan frasa "agama" dalam draf peta jalan pendidikan 2020-2035, meskipun kemudian telah diklarifikasi.

Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Di dalam kurikulum ini terdapat projek untuk menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila. Di mana dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Inti dari Kurikulum Merdeka ini adalah Merdeka Belajar. Hal ini dikonsep agar siswa bisa mendalami minat dan bakatnya masing-masing. Misalnya, jika dua anak dalam satu keluarga memiliki minat yang berbeda, maka tolok ukur yang dipakai untuk menilai tidak sama. Kemudian anak juga tidak bisa dipaksakan mempelajari suatu hal yang tidak disukai sehingga akan memberikan otonomi dan kemerdekaan bagi siswa dan sekola kancah pergaulan dunia.

Dapat kita lihat, arah pendidikan merdeka belajar yang diusung Nadiem mengukuhkan kapitalisasi pendidikan, lulusan-lulusannya dicetak mengikuti kebutuhan dunia industri, disiapkan sebagai insan akademisi yang siap kerja, baik di SMK, SMA, dan kampus. Pada akhirnya SDM unggul dilelang menjadi budak korporasi. Inilah wujud penguasaan sistem kapitalisme di dunia pendidikan. 

Jadi, misi profil pelajar Pancasila sebagai pintu penguatan sekularisasi pendidikan bagi generasi bisa jadi bukan sekadar dugaan semu, melihat selama ini penguasa seakan menjadikan Pancasila sebagai alat gebug bagi pihak yang berseberangan dengan kepentingan penguasa. Jika benar, maka jelas keberadaan kurikulum merdeka sebagai pintu penguatan sekularisasi pendidikan bagi generasi. Demi mematikan tumbuhnya generasi Muslim yang merindukan penerapan Islam secara kaffah, sekaligus memuaskan pesanan Barat untuk melanggengkan eksistensi kapitalisme global

Dampaknya dengan kurikulum merdeka, antara lain.

Pertama, standar karakter generasi Muslim semakin jauh dari berkepribadian Islam, yang tercipta lebih diarahkan pada gaya hidup sekuler, yang semakin menciptakan generasi individualis dan hedonis. Dan bahkan karakter materialistis semakin melekat pada generasi sehingga tercipta para intelektual yang tidak simpati terhadap persoalan umat.

Kedua, melunturkan tujuan mulia dari pendidikan yang sesungguhny.

Ketiga, krisis kepemimpinan, melemahkan generasi Muslim yang menjadi harapan kebangkitan Islam. Sumber daya manusia dengan sikapnya yang individualis, hedonis dan pragmatis, semakin menggerus potensi generasi yang merupakan bagian dari pemuda sebagai agent of change. Semakin apatis dengan berbagai persoalan umat, tak lagi peduli dengan ketidakadilan yang semakin merajalela. 

Dampak dari kurikulum ini akan semakin membahayakan bila tak disadari, karena sebagai pintu lahirnya SDM yang jauh dari tujuan mulia pendidikan. Apalagi ketika dalam benak masyarakat tidak tergambar, bagaimanaPersoalan besar tentang kesenjangan pendidikan pun terjadi cukup dalam antara pelajar yang anak orang kaya dengan pelajar yang anak orang miskin. Persoalan tak pernah terselesaikan meski telah diberlakukan beberapa program agar anak-anak miskin bisa mendapat haknya untuk bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi kenyataannya kesetaraan pendidikan ini tidak dapat ditembus. Sangat nampak pencapaian pendidikan didistribusikan dengan sangat tidak merata. Partisipasi pelajar miskin untuk masuk universitas sangat kecil dan mereka dianggap sebagai siswa yang kurang beruntung. 

Tanpa negara Khilafah sebagai perisai babak baru serangan misionaris di dunia Islam telah berjalan tanpa penghalang. Serangan abad 21 ini dipimpin oleh Amerika Serikat berada di bawah payung besar “perang melawan terorisme dan ekstremisme” bertarget sekularisasi kurikulum pendidikan. Rand Corporation dan The American Israel Public Affairs Committee (AIPAC) telah menyajikan sejumlah studi dan rekomendasi yang diangkat ke badan keamanan nasional AS dan beberapa kepada Presiden secara langsung. Pada beberapa laporan menyatakan, “Tujuan dari kampanye Amerika melawan terorisme dapat menyebabkan kontrol atas generasi yang akan datang untuk jangka waktu sepuluh tahun dan hal ini dapat menjadi obat penenang sementara.                             
 Namun, mengubah kurikulum pendidikan mulai dari jenjang dasar adalah apa yang menjamin keberadaan generasi non-teroris.”

Jika dicermati perubahan-perubahan yang ada dalam sistem pendidikan sekuler tidak diperuntukkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Sudah tiga perempat abad usia Indonesia. Dan sudah lebih dari 12 kali dilakukan perubahan.kondisi pelajar semakin tahun malah semakin memperhatikan kualitas pendidikannya

Perubahan kurikulum dilakukan tidak lebih sebagai strategi Barat untuk menjaga cengkraman penjajahan di negeri-negeri muslim termasuk Indonesia. Sekularisasi dalam kurikulum pendidikan sebenarnya bertujuan untuk menopang penjajahan. Penting menjadi kesadaran bersama, bahwa fokus utama agenda reformasi kurikulum pendidikan bukan semata untuk revolusi ilmu pengetahuan sebagaimana narasi mereka. Perubahan kurikulum pendidikan di negeri-negeri Muslim menitikberatkan pada agenda sekularisasi dengan menyebarkan kebodohan, keterbelakangan dan untuk memotong ikatan generasi Muslim dari akidah Islam.
Sebagaimana yang kita ketahui arus sekulerisme dan liberalisasi yang semakin kental dalam kurikulum ini telah menjadikan para pelajar kita jauh dari nilai-niai keimanan. Tidak heran jika semakin banyak remaja yang semakin liar dalam bergaul, terlibat seks bebas juga dianggap semakin biasa.

Pengarusan moderasi beragama misalnya sesungguhnya adalah implikasi dari sekulerisme ini. Agama harus dijauhkan dari kehidupan termasuk pendidikan. Apabila diamati secara mendalam moderasi beragama dalam pendidikan bertujuan untuk mewujudkan generasi yang mereka tetap beragama Islam, memiliki sebagian pengetahuan Islam, akan tetapi tidak menganggap Islam kaffah dalam kehidupannya. Bukankah ini sejalan dengan sekulerisme.

Sesungguhnya ilmu pengetahuan yang terpisah dari akidah Islam, bagai jiwa tanpa ruh. Akibat perubahan yang sekuler dengan dalih moderasi, kurikulum pendidikan di negeri-negeri Muslim justru semakin terbelakang, alih-alih mampu menjadi solusi dan pendidikan semakin maju malah mereka justru mengalami ketertinggalan dalam pembangunan. Sebab Barat menjaga agar selamanya negeri-negeri Muslim sebagai negara berkembang dan/atau negara miskin. Hal ini berakibat ketergantungan mereka terhadap negara-negara Barat begitu besar. Secara sukarela mereka menerima dikte dan arahan Barat dalam mengelola negara dan rakyat mereka.

Seraya melupakan bahwa Diin mereka (Islam) sebetulnya telah memberikan penyelesaian atas problem yang dihadapi termasuk masalah pendidikan. 
Benar, bahwa teknologi dan ilmu pengetahuan adalah salah satu kekuatan dunia. Semua negara membutuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memberikan kemaslahatan bagi kehidupan manusia. Namun, dalam dunia kapitalistik yang terjadi adalah praktek monopoli oleh para kapitalis atas ilmu pengetahuan setelah sekularisasi kurikulum berjalan massif.

Sebuah paradigma reformasi kebijakan dan arah pendidikan tinggi yang liberal, pro-pasar, lepas dari campur tangan negara, lebih mementingkan pertimbangan perubahan teknologi, perubahan sumber-sumber ekonomi, sosiokultural dan demografi, serta gambaran pasar kerja global. Sumber daya manusia (SDM) dipersiapkan bukan berbasis penguasaan ilmu pengetahuan dalam rangka kemandirian umat. SDM dipersiapkan berdasarkan trend pasar lapangan kerja global demi memenuhi Pendapatan Domistik Bruto (PDB). Sebagaimana konsep pertumbuhan ekonomi yang digerakkan iptek (knowledge and technology driven economic growth) -dokumen GATS-WTO.

Sistem Pendidikan Islam

Pendidikan dalam pandangan Islam adalah upaya sadar,terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Adapun tujuan pendidikan Islam yaitu: (1) Membentuk manusia bertakwa yang berkepribadian Islam dengan pola pikir dan pola sikap didasarkan pada akidah Islam, (2) Mencetak ilmuwan, ulama, pakar yang kapabel dalam jumlah massal yang mampu memenuhi kebutuhan umat dan daulah, serta membawa daulah menjadi negara adidaya yang menyebarkan rahmat ke seluruh dunia.

Pendidikan bagi Islam memiliki urgensi besar dalam rangka menjaga ideologi dan tsaqofah umat. Sebab, keduanya (ideologi dan tsaqofah) merupakan tulang punggung keberadaan dan keberlangsungan sebuah umat yang khas. Tanpa memiliki suatu ideologi dan tsaqofah, maka dapat dipastikan eksistensi dan jatidiri sebuah umat akan sirna. Lebih dari itu sebuah peradaban yang besar akan runtuh, ketika umatnya tidak mampu mempertahankan ideologi dan tsaqofah mereka.

Islam menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang wajib bagi setiap muslim, baik laki laki maupun perempuan menurut hadist Rasulullah SAW “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim”. Dan persis pada saat kaum muslimin menjadikan Islam sebagai faktor sentral pada seluruh urusannya termasuk pendidikan, mereka menjadi unggul dalam area ini. Kita semua sangat mengenal kontribusi yang telah diberikan oleh dunia Islam kepada sains dan teknologi pada saat itu. Dan semua kontribusi ini tidak terbatas hanya dari laki-laki saja, perempuan juga ada, contohnya  Fatimah Al-Fihri yang membangun universitas pertama di dunia di Qarawwayin, Maroko.

Dan bahwasanya tak terelakkan, kemandirian dan kekuatan visi negara menjadi faktor terpenting dalam menguasai ilmu pengetahuan dan mendesain sebuah sistem pendidikan yang berkualitas. Berikutnya sistem politik yang diadopsi negara akan mengarahkan pengelolaan seluruh sumber daya negara dalam menggapai tujuan-tujuan politiknya. Di sisi lain syarat sebuah negara mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, yakni keberadaan riset yang mengarah pada penyelesaian berbagai problem yang dihadapi negara, berikut keberadaan industri yang pengaplikasikan hasil riset tersebut. Ilmu pengetahuan dan teknologi didedikasikan bagi peradaban manusia agar tetap dalam kemuliaannya. Bukan seperti dunia hari ini, kala sains dan teknologi di bawah payung ideologi kapitalisme yang menghasilkan “climate change and poverty” sebuah bencana besar bagi peradaban manusia.

Konstruksi sains dan teknologi dalam negara Khilafah berbeda dengan sistem kapitalisme. Pertama, riset di tangan negara selaras dengan politik dalam negeri dan politik luar negeri Khilafah untuk menyejahterakan manusia. Politik dalam negeri Khilafah memastikan pendidikan tidak menjadi komoditas. Sementara politik luar negeri Khilafah mencegah pendidikan menjadi alat penjajahan. Arah riset menjamin negara dalam memenuhi kebutuhan individu dan kebutuhan publik seluruh warga negara. Kedua, industri didesain sesuai politik indutri dalam Khilafah yang berbasis pada industri berat sebagai kunci kemandirian negara. Industri tidak didesain memenuhi kebutuhan kapitalisme global. Ketiga, intelektual muslim lahir secara massal dengan berbagai bidang keahlian dan kepakaran.

Mereka memiliki kesalehan sosial yang tinggi, penjaga kemaslahatan umat dan penerapan hukum Islam. Berbeda dengan intelektual produk pendidikan kapitalisme yang apolitis, terbelenggu dengan satu disiplin ilmu, mereka individualis, pragmatis, dan materialistis.
Allah SWT telah menetapkan bahwa kualitas generasi yang dihasilkan dari proses pendidikan di dalam Islam adalah generasi yang secara individual berkualitas Ulul Albab dan secara generasi berkualitas Khoiru Ummah.
Di sini ada hadist yg mengatakan

إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ

Sesungguhnya di antara tanda-tanda datangnya Hari Kiamat adalah diangkatnya ilmu dan tersebarnya kebodohan (HR al-Bukhari dan Muslim.

Hadist diatas menunjukkan bahwa lenyap dan berkurangnya ilmu merupakan madarat (ancaman/bahaya) bagi kehidupan manusia.  Madarat ini hanya bisa dihilangkan dengan cara menyelenggarakan pendidikan berkesinambungan di tengah-tengah masyarakat.  Sebab, ilmu dan hidayah hanya bisa dipelihara dan dijaga ketika keduanya dipelajari dan diajarkan secara terus-menerus di tengah-tengah masyarakat.  Dengan demikian, hadis-hadis ini semakin meneguhkan bahwasanya pendidikan   harus dijamin ketersediannya di tengah-tengah masyarakat oleh Negara Khilafah.

Pembiayaan Pendidikan, di Negara Khilafah
jaminan atas pemenuhan kebutuhan dasar (hajah asasiyyah) bagi seluruh rakyat seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan, berada di tangan negara.   Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi saw.:

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya(HR al-Bukhari).

Atas dasar itu, Khilafah harus menjamin setiap warga negara dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan mudah.  Dalam konteks pendidikan, jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi seluruh warga negara bisa  diwujudkan dengan cara menyediakan pendidikan gratis bagi rakyat.

Wallahu' alam' bishawwab. pendidikan yang shahih.

Post a Comment

Previous Post Next Post