Sistem Zonasi : Keadilan Semu Pendidikan


Oleh : Leny Agustin S.Pd

Sistem zonasi adalah sebuah sistem pengaturan proses penerimaan siswa baru sesuai dengan wilayah tempat tinggal. Sistem tersebut diatur dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 dan ditujukan agar tak ada sekolah-sekolah yang dianggap sekolah favorit dan non-favorit. Wikipedia.org

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri mengatakan bahwa kebijakan zonasi dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), merupakan salah satu upaya meningkatkan akses layanan pendidikan yang berkeadilan. Namun sistem tersebut meraih kritikan karena beberapa murid malah diterima di sekolah yang memiliki jarak yang lebih jauh ketimbang sekolah terdekat. 

Sekolah negeri yang digratiskan dari segala bayaran menjadi salah satu alasan para orang tua mengejar agar anaknya dapat bersekolah di sana. Namun ada juga sekolah yang hanya memiliki 1 murid saja selama PPDB 2022/2023 dikarenakan sistem zonasi yaitu SDN 197 Sriwedari, Solo. 

Kepala SDN Sriwedari 197 Solo, Bambang Suryo Riyadi mengakui, sejak diterapkan sistem zonasi dalam PPDB memang dari tahun ke tahun jumlah siswa baru di sekolahnya cenderung menurun. Apalagi, lokasi SDN Sriwedari 197 yang letaknya tidak berada di tengah perkampungan. Lingkungan di sekitar sekolah itu berupa perkantoran, hotel, lapangan olahraga, serta jumlah penduduknya yang juga berkurang. (Tempo, 11/07/2011).

Adapun Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Depok 2022 masih berjalan. Minimnya sekolah negeri yang tak sebanding dengan jumlah peserta didik memunculkan persaingan ketat antarsiswa di Kota Belimbing tersebut.

Sekretaris Daerah Kota Depok Supian Suri mengatakan, para orang tua tidak perlu khawatir apabila anaknya tidak diterima masuk ke sekolah negeri. Pasalnya, Pemkot Depok telah mengalokasikan dana bantuan pendidikan bagi siswa SD, SMP, dan SMA yang tidak diterima di sekolah negeri dan melanjutkan ke swasta. (Tempo, 3/7/2022).

Negara Lempar Tanggung Jawab? 

Sistem zonasi manis dikata pahit dikehidupan nyata. Jargon "agar tak ada sekolah-sekolah yang dianggap sekolah favorit dan non-favorit" malah membuat diskriminasi di masyarakat.
Faktanya malah banyak anak tidak bisa masuk ke sekolah negeri manapun dan harus masuk ke sekolah swasta yang berbiaya makin mahal. 

Mahalnya sekolah swasta karena mereka hanya sedikit bahkan tidak mendapatkan subsidi pendidikan sebagaimana sekolah negeri. Sementara sekolah harus memberikan fasilitas dan anggaran belanja sekolah lain yang biayanya tidak murah. Akibatnya sekolah  swasta yang ingin bertumbuh namun tidak ada subsidi sebesar sekolah negeri pilihannya adalah mendapatkan dana dari siswa atau donatur lain. Pelik. Masyarakat menjadi ngos-ngosan untuk sekedar mendapatkan fasilitas pendidikan ditengah kehidupan yang semakin kapitalistik. 

Ini salah satu bukti di sekitar kita bahwa negara belum sepenuhnya hadir untuk pendidikan anak-anak bangsa, penyerahan pendidikan pada swasta bukanlah prestasi. Harusnya negara introspeksi agar pendidikan bisa dinikmati tanpa ada sekat. Regulasi-regulasi yang tidak membawa pada kemaslahatan pendidikan seharusnya disudahi agar tujuan pendidikan nasional bisa diraih. 

Negara Penanggung Jawab Penyelenggara Pendidikan

Pendidikan merupakan hajah asasiyyah (kebutuhan dasar) yang harus dijamin ketersediaannya di tengah-tengah masyarakat oleh negara. Negara wajib menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyat. 
Imam Ibnu Hazm, dalam kitabnya, Al-Ihkam, menjelaskan bahwa kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana pendidikan, sistemnya dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. 

Bahkan pembiayaan pendidikan dalam Khilafah sepenuhnya ditanggung oleh negara melalui baitul maal. 
Pos kepemilikan umum seperti tambang, minyak, gas, hutan, laut dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan). Adapun pendapatan dari pos zakat tidak dapat digunakan untuk pembiayaan pendidikan, karena zakat mempunyai peruntukannya sendiri, yaitu delapan golongan mustahil zakat seperti dalam QS At-Taubah ayat 60. (Zallum, 1983; an-Nabhani, 1990).

Jika kita melihat sejarah pendidikan pada masa Khilafah Utsmaniyah akan kita dapati Sultan Mahmud ll mendirikan sebuah sistem "wajib belajar" Untuk anak perempuan dan laki-laki mulai dari usia lima tahun sampai usia pubertas. Dia melarang setiap orang mempekerjakan anak-anak atau bergabung dalam organisasi profesi sebelum mereka tamat sekolah. Sungguh indah masa keemasan itu, semoga kita bisa kembali menapakinya. 

Wallahu alam bi ash showab

Post a Comment

Previous Post Next Post