Mengapa Pelecehan Seksual Kerap Terjadi?




Oleh Srie Parmono

Akhir-akhir ini masyarakat  dihebohan  dengan terungkapnya kasus pelecehan seksual yang terjadi di dalam ponpes di Jombang. Nampak ramai berita berseliweran di media elektronik dan medsos seperti yang tergambar dalam berita tempo ( 9/7/2022). Dijelaskan bahwa petugas menggiring tersangka Moch Subchi Azal Tsani seusai rilis kasus di Rutan Klas  Surabaya di Medaeng-Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat, 8 Juli 2022. Polda Jawa Timur menangkap Moch Subchi Azal Tsani yang menjadi tersangka kasus dugaan kekerasan seksual terhadap sejumlah santriwati di Pondok Pesantren Siddiqiyyah, Ploso, Jombang.

Tersangka MSAT, yang merupakan putra pertama kiai ternama di Jombang, Jawa Timur, itu disangka melanggar Pasal 285 KUHP dan Pasal 294 ayat (2) kedua huruf e KUHP karena diduga melakukan kejahatan seksual terhadap empat orang santriwati di pesantren asuhannya itu. 
"Atas perbuatan tersangka atas nama MSAT alias Mas Bechi disangkakan Pasal 285 KUHP dan Pasal 294 ayat (2) kedua huruf e KUHP dengan pidana penjara paling lama 12 tahun," kata Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat 8 Juli 2022. 

Kasus pelecehan seksual terhadap  anak di bawah umur kerap terjadi baik di lingkungan ponpes, sekolah bahkan lingkungan rumah pun tak lepas dari ancaman para predator seksual. Kita melihat adanya trend yang mengkhawatirkan saat kasus pelecehan seksual dianggap sebagai perkara yang tidak penting untuk diselesaikan atau minimal dianggap wajar. Stigma negatif bukan disematkan pada pelaku kekerasan seksual namun justru pada korbannya. Kerugian yang dialami korban menjadi berlapis-lapis mulai dari trauma psikis atas kejadian  pelecehan itu, masyarakat yang menuding korban dengan posisinya sebagai 'korban pelecehan' dengan rasa malu bukan hanya pada korban tapi juga keluarganya. Biaya untuk mengurus agar kasus bisa diproses, dan berbagai kerugian materiil maupun nonmateriil.

Seringnya terjadi dan berulang-ulang  pelaku pelecehan seksual beserta perilaku menyimpang lainnya merupakan imbas dari tidak adanya batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan (ikhtilat) yang mana Islam mengatur hal tersebut untuk menghindari terjadinya interaksi baik secara langsung mau pun secara tak langsung. Karena pengaruh buruk dari sosmed telah mampu membentuk pemikiran yang rusak dan merusak. Namun disayangkan masih banyak dukungan bagi pelaku tersebut. 

Sedikit dari kasus-kasus ini yang bisa diproses hukum dan sangat sedikit dari kasus ketika diproses akan mendapatkan hukuman yang membuat jera. Tak ayal, kasus semacam ini terus berulang tanpa ada solusi yang konkret yang bisa menurunkan jumlah kasusnya dan menimbulkan efek jera. 

Fenomena ini adalah efek akumulasi dari sistem hukum yang cacat, sistem interaksi antar masyarakat yang bebas, sistem ekonomi kapitalistik dan sistem politik yang lemah. Mekanisme pengusutan kasus hingga diperoleh putusan yang memuaskan hampir mustahil didapatkan dalam sistem sekuler kapitalis sekarang. Bagaimana tidak, keadilan berpihak pada yang memiliki modal dan kekuasaan. Adanya undang-undang dan pasal-pasal yang tidak tegas juga sangat memengaruhi bebasnya para pelaku. 

Perilaku masyarakat yang cenderung bebas juga sangat berpengaruh pada maraknya kasus pelecehan. Interaksi antar pria dan wanita yang bebas, pendidikan fikih (ilmu dalam syariat Islam) tentang pakaian dan aurat sangat minim, tontonan yang cenderung liar dan tidak mendidik adalah beberapa diantara masalah yang kita hadapi. Kesulitan ekonomi juga menjadi masalah pelik yang terus menggerogoti negeri ini dan tentu ada andil dalam memperburuk keadaan. Tentu yang juga tak kalah penting adalah sistem kebijakan penguasa yang tidak berpihak pada kemaslahatan rakyat dan terutama sangat jauh dari syariah Islam.

Dalam Islam, sistem hukum dibangun atas dasar syariat Islam. Pelaku pelecehan seksual dalam kondisi berbeda-beda bisa dikategorikan pelaku zina sehingga hukum-hukum bagi pelaku zina diterapkan atas mereka. Sebelumnya mereka akan melalui proses peradilan yang tidak berbelit-belit dan minim biaya sehingga hukuman bisa segera dijatuhkan. Sistem masyarakat juga dibangun atas dasar keimanan  pada Allah. 

Tontonan hanya akan menyajikan yang bisa meningkatkan keimanan pada Allah. Tidak ada ruang bagi pelaku maksiat untuk bisa eksis dan membagikan gaya hidup sekulernya. Interaksi pria dan wanita juga terjaga dengan adanya aturan-aturan berupa larangan ikhtilat dan khalwat dan larangan menampakkan aurat di muka umum. Kesemuanya itu tidak akan terlaksana kecuali sistem politiknya dibangun atas asas Islam. 

Dengan Islam, niscaya kehidupan masyarakat bisa bebas dari perilaku menyimpang seksual. Kehormatan setiap individu bisa terjaga dan efek jera bisa mencegah pelecehan serupa terulang lagi.

Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post