Holywings Berulah Sebab Regulasi Demokrasi yang Lemah



Oleh Eno Fadli
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Seperti menjadi hal yang biasa, segala sesuatu yang mendatangkan kontroversi dan menjadi viral akan membuka peluang untuk meraih manfaat dan keuntungan. Hal inilah yang dilakukan Holywings, perusahaan yang bergerak di sektor food and beverages ini melakukan promosi terkait minuman beralkohol gratis khusus kepada pelanggan yang bernama Muhammad dan Maria.

Hal ini tentunya menuai kecaman publik, dan membuat publik geram dengan cara promosi Holywings tersebut. Setelah mendapatkan kritikan dan kecaman, publik meminta mereka bertanggungjawab dan Holywings untuk ditutup, pihak Holywings menyampaikan permohonan maaf terkait promosi tersebut dan bicara tentang nasib 3.000 karyawan mereka beserta keluarganya (Detik.com, 26/06/2022).

Banyaknya kasus terkait penghinaan dan merendahkan simbol agama khususnya Islam ibarat gunung es yang semakin membesar. Prinsip kebebasan dengan menjadikan agama sebagai lelucon dan seringkali berulang menjadikan hati umat Islam menjadi geram. Ketika umat Islam bereaksi permintaan maaf sebagai penyelesaiannya. Hal ini tentunya tidak akan terus berulang jika saja ada tindakan tegas negara terhadap penghina agama, meskipun penghinaan yang dilakukan bersifat individu maupun kelompok.

Prinsip kebebasan dalam demokrasi sebagai pilar utama menjadi pintu masuk berbagai kerusakan dan memberi panggung terhadap para pendengki untuk menyerang Islam lewat perbuatan melecehkan, menghina dan merendahkan simbol-simbol Islam dan ajaran Islam.

Bagi seorang muslim Muhammad bukan sekadar nama tapi merupakan simbol dari kemuliaan umat Islam. Di mana Nabi Muhammad saw. merupakan sosok yang mereka tidak rela menjadi objek pelecehan dan penistaan. Kecintaan seorang Muslim terhadap nabi Muhammad saw. melebihi kecintaan kepada yang lain, baik itu keluarga, jabatan, harta bahkan diri mereka sendiri. Sehingga segala bentuk yang bertujuan meremehkan dan merendahkan martabat beliau merupakan sebuah penistaan yang harus diambil tindakan tegas.  

Namun dalam sistem demokrasi, hal ini menjadi hal yang biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan, apalagi hal ini menyangkut nasib 3000 karyawan Holywings beserta keluarganya. Pertimbangan ekonomi membuat masalah ini menjadi hal yang sulit untuk diambil tindakan tegas, padahal jelas bahwa dalam Islam khamar merupakan biang masalah kerusakan yang dampaknya sangat buruk, di mana dengan khamar akan memicu kejahatan, pembunuhan, pemerkosaan, kecelakaan bahkan kematian.

Pemerintah abai akan hal ini, dengan semakin menjamurnya kafe-kafe dan bar yang menjadi tempat hangout muda-mudi, yang demi eksistensi diri mereka datang untuk mencoba minuman keras. Holywings menjadikan muda-mudi ini sebagai objek dan subjek dari promosi mereka, dengan promosi tersebut tanpa sadar diri mereka datang kesana sekaligus menjadi promosi gratis dengan mengajak yang lainnya untuk mencoba minuman keras, hal ini menjadikan apa yang dilakukan Holywings ini merupakan kejahatan yang luar biasa. Mereka mempromosikan secara besar-besaran produk yang dapat merusak akal dan pikiran, ditambah lagi dengan adanya tindakan merendahkan nabi Muhammad saw. dan Maryam ibundanya nabi Isa as yang juga diimani umat Islam.

Merujuk aturan tentang minuman beralkohol, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol terdapat batasan usia minimum yang dibolehkan untuk mengkonsumsi minuman beralkohol yakni usia 21 tahun berdasarkan Pasal 15 yang berbunyi, “Penjualan minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat 1,2 dan 3 hanya dapat diberikan kepada konsumen yang telah berusia 21 tahun atau lebih dengan menunjukkan kartu identitas kepada pramuniaga.

Pada pasal 14 juga disebutkan pengaturan tentang tempat- tempat khusus yang diizinkan untuk menjual minuman beralkohol seperti hotel, restoran, bar yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan serta tempat-tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh bupati/wali kota dan gubernur untuk provinsi DKI Jakarta (Kompas.com, 24/06/2022).

Hal ini mengindikasikan bahwa negara mentoleransi dan memberi peluang terhadap kemaksiatan. Miras tidak dilarang pengadaan, peredaran dan pemakaiannya selama itu masih dalam regulasi yang ada. Ini membuktikan bahwa negara abai terhadap tanggung jawabnya dalam menjaga keimanan dan ketakwaan warga negara muslimin terhadap syariat agamanya.

Permasalahan miras di negeri ini bagaikan benang kusut yang tidak bisa terurai, ini dikarenakan pemerintah tidak menggunakan basis syariat dalam regulasi khamar, di mana permasalahan ini akan sangat jelas solusinya dalam syariat. Khamar yang dapat merusak akal dan menjadi induk segala kemaksiatan tentunya negara mempunyai kewajiban untuk melarang dalam peredarannya di tengah masyarakat. Pertimbangan ekonomi tidak menjadi tolak ukur dalam mengambil kebijakan dan tindakan.

Di mana jelas dalam syariat bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Allah melaknat khamar, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang yang mengambil hasil perasannya, orang yang mengantarnya dan orang yang meminta diantarkan”. (HR. Ahmad)

Sangat jelas regulasi syariat dalam masalah khamar, bahwa khamar adalah barang haram yang meskipun bernilai ekonomi, tidak menjadikan produksi, dan pendistribusiannya di tengah masyarakat menjadi boleh dilakukan, sehingga jika hal ini terjadi tentunya perlu tindakan tegas dari negara.

Begitupun dengan penghinaan dengan merendahkan kemuliaan nabi Muhammad saw., beserta tindakan penghinaan terhadap Islam lainnya, negara mesti bertindak tegas terhadap pelaku penghinaan. Menjadi kesepakatan para ulama bahwa sanksi bagi para penghina nabi saw. adalah hukuman mati. Ini merupakan pendapat Imam Malik, Imam Al-Laits, Imam ahmad bin Hambal, Imam Ishaq bin Rahawih, dan Imam Asy-Syafii (Lihat : Al-Qadhi Iyadh, Asy-Syifa bi Ta'rif Huquq al-Musthafa, hal.428).

Sungguh permasalahan ini tidak akan terjadi jika negara menerapkan aturan Islam secara kafah. Kehidupan harmonis, tentram damai sejahtera menjadi hal mustahil untuk dicapai ketika demokrasi tetap menjadi sistem di negeri ini.

Wallahu a’lam bishshwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post