Tuntutan Sejahtera di Bawah Sistem Perbudakan Modern


Oleh: Ida Istikhomatul Khoiriyah
Alumni Universitas Pancasila

 

Beberapa waktu lalu tepatnya 1 Mei 2022, para buruh menyuarakan tuntutan agar nasib mereka diperhatikan. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini paling banyak tuntutan buruh, yakni sekitar 18 tuntutan di antaranya, tolak Omnibus law UU Cipta Kerja, tutunkan harga bahan pokok (minyak goreng, daging, tepung, telur dan lain-lain), BBM dan gas, Sakan RUU PPRT, Tolak revisi UU PPP, tolak revisi UU SP/SB, tolak upah murah, hapus outsourcing, tolak kenaikan pajak PPn 11%, sahkan RPP Perlindungan ABK dan buruh migran serta yang lainnya.

Ternyata poin yang disuarakan oleh para buruh mencakup semua aspek, lebih-lebih aspek ekonomi. Karena yang merasakan dampak akibat dari adanya kebijakan-kebijakan atau undang-undang baru tidak hanya buruh saja namun seperti guru honorer, driver ojek online, UMKM dan sebagainya.

Namun faktanya tuntutan-tuntutan tersebut hanya  menjadi tuntutan kosong yang tak bisa dipenuhi seperti angin berlalu saja. Wakil rakyat yang seharusnya mendengarkan suara rakyat tapi mereka tidak berpihak pada rakyat, mereka selalu mementingkan kepetingan pribadi dan segelintir orang saja untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Buruh-buruh semakin dieksploitasi untuk meningkatkan volume produksi untuk meningkatkan keuntungan korporat ataupun para pemilik modal, namun kenaikan upah dan kesejahteraan yang diberikan tidak seberapa dibandingkan apa yang sudah dilakukan para pekerja. Semua ini terjadi karena sistem yang kita pakai masih salah, yaitu sistem kapitalisme yang selalu mengedepankan materi saja, tanpa memikirikan kesejahteraan masyarakat justru malah melanggengkan perbudakan modern.

Adanya demo-demo buruh dan tuntutan kenaikan upah di berbagai negara maju menegaskan bahwa selama sistem kapitalisme masih diterapkan, tidak akan ada sejahtera bagi semua. Sejahtera hanya milik kaum kapitalis saja.

Dalam Islam, sistem pengupahan standarnya berdasarkan manfaat yang diberikan. Sistem pengupahan dalam Islam merupakan sistem yang adil, hak dan kewajiban pekerja dan pemberi kerja. Tidak ada kelebihan salah satu di antara keduanya di hadapan Allah SWT melainkan karena ketakwaannya. Ketika majikan mempekerjakan pekerja, maka harus ada akad yang jelas terkait jenis pekerjaan, waktu kerja, upah, dan tenaga yang harus di curahkannya. Hubungan pekerja dan pemberi kerja adalah hubungan tolong menolong dalam kebaikan.

Di dalam sistem Islam akan ada semacam ikatan profesi yang mengetahui standar upah yang sepadan bagi jenis pekerjaan tertentu, jadi bisa dijadikan rujukan dalam membuat kesepakatan upah. Apabila upah pekerja tidak mencukupi kebutuhan hidup seorang pekerja beserta orang yang dalam tanggung jawab dia, misal karena dia memiliki kemampuan yang terbatas atau fisik yang tidak kuat. Maka dalam kondisi seperti ini negara yang wajib hadir, bukan kewajiban dari pemberi kerja.

Ketika pekerja tidak cukup untuk untuk kebutuhan dasar yaitu sandang, pangan, papan maka bisa dikategorikan fakir. Dia berhak mendapatkan zakat yang sudah dikumpulkan oleh negara. Sedangkan kebutuhan kesehatan, pendidikan, keamanan dan rekreasi disediakan oleh negara bagi seluruh rakyat baik yang kaya maupun miskin, tanpa dipungut biaya.

Demikianlah sistem Islam menjamin kesejahteraan bagi kaum pekerja. Kesejahteraan ini telah terwujud di sepanjang masa peradaban Islam yang pernah jaya sebelumnya.[]

 

 

 

 


Post a Comment

Previous Post Next Post