TDL 3000 VA Naik, Rakyat Kecil Terkena Imbas?



Oleh : Firda Faradilah

Baru-baru ini kembali terdengar isu-isu kenaikan tarif listrik. Seakan penderitaan rakyat Indonesia tak memilki kesudahan. Baru saja wabah penyakit mulai mereda, belum saja perekonomian kembali pulih pemerintah malah seakan memberikan masalah baru pada rakyatnya. setelah kemarin publik dibuat heboh dengan kenaikan minyak goreng, LPG, partamax , dan pajak, sekarang malah ditambah lagi dengan tarif listrik yang ingin kembali dinaikan bagi pelanggan golongan 3000 VA keatas, karena pengguna listrik golongan ini dimasukkan dalam kelompok rumah tangga yang dianggap mampu. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia mengatakan usulan kenaikan tarif listrik bagi pelanggan golongan 3000 VA keatas, sudah disetujui oleh presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet bersama Badan Anggaran DPR RI beberapa waktu lalu. (Liputan 6.com, 19/5/2022). 

Pemerintah beralasan kenaikan TDL untuk kelompok menengah ini bentuk berbagi beban dengan pemerintah. Faktanya, kenaikan ini memang akan menambah sedikit pemasukan negara namun akan berdampak inflasi yang menyusahkan rakyat kelas bawah. Meskipun, kenaikan listrik tidak merata untuk semua golongan pengguna listrik, tetap saja kenaikan tarif listrik ini menjadi beban dan kerisauan tersendiri bagi rakyat.  

Hal ini disampaikan oleh Piter Abdulla selaku Ekonom yang juga Direktur Riset Center of Reform on Economic (CORE). Ia menilai kenaikan tarif dasar listrik untuk golongan 3000 volt ampere (VA) keatas akan menyebabkan inflasi yang pada akhirnya akan berdampak terhadap masyarakat miskin kedepannya. Menurut dia, masyarakat yang perekonomian nya menengah kebawah akan menerima dampak tidak langsung dari kenaikan tarif listrik tersebut.

Banyak masyarakat yang tidak setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, terutama bagi pengguna listrik golongan 3000 VA keatas. Apalagi dengan kondisi ekonimi setelah pandemi. Banyak masyarakat dan keluarga yang kehilangan pekerjaan sehingga kondisi keuangan keluarga tidak stabil. Kebijakan kenaikan tarif listrik ini seakan menjadi sebuah kebiasaan yang tidak bisa dilepas. Padahal, baik listrik subsisdi maupun non subsidi sama-sama membebani masyarakat. Misalkan saja pengguna listrik nonsubsidi adalah industri, otomatis akan berpengaruh pada kenaikan barang-barang yang diproduksi. Jika harga listrik naik, otomatis biaya operasional untuk produksi naik. Sehingga, harga produk yang dihasilkan juga akan naik. Memang, kita harus akui pada dasarnya tidak ada yang gratis dalam kehidupan yang diatur dibawah sistem Kapitalisme. Semuanya serba mahal dan berbayar. Bahkan, untuk menikmati fasilitas aliran listrik kita tidak bisa. 

Padahal, listrik adalah salah satu sumber energi yang bersumber dari bumi. Seharusnya kita bisa mendapatkan gratis atau minimal dengan harga murah. Ini malah pemerintah hitung-hitungan dalam hal memberikan pelayanan untuk rakyat bahkan kebutuhan seperti ini saja pemerintah sudah seperti pedagang yang menjual dagangannya. Dimana, rakyat sebagai pembelinya. Ada harga ada rupa, ada layanan listrik maka anda harus membayarnya. Dengan kebijakan ini semakin hari rakyat semakin merasa dicekik. Ruang untuk rakyat bernafas seakan dipersempit dengan tuntutan biaya hidup yang kian hari kian bertambah, baru saja kita terbebas dari masker yang membuat kita sulit mendapatkan udara, kini kita malah harus bersiap untuk tidak mendapatkan penerangan dirumah karena akan sulit untuk membayar tagihan listrik yang membengkak melihat perekonomian yang belum stabil setelah pandemi. Betapa amburadulnya kebijakan yang diterapkan pemerintah dinegeri ini. Jika seperti ini, bagaimana rakyat bisa menaruh kepercayaan pada penguasa dan pejabat?

Negeri ini adalah negeri dengan keberlimpahan sumber daya alam (SDA). Salah satunya batu bara yang melimpah, yang dimana cadangan batu bara saat ini mencapai 38.84 miliar ton denga rata-rata produksi mencapai 60 juta ton per tahun. Dengan keberlimpahan batu bara sebanyak ini, seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik setiap warganya. Kebutuhan rakyat akan terpenuhi apabila sumber daya alam ini dikelola berdasarkan pandangan Islam. Bukan liberalisasi energi sebagaimana pengaturan dalam sistem kapitalisme saat ini yang menghilangkan peran negara. Saat ini, sebagian besar sumber daya alam milik rakyat, dikelola dan dikuasai oleh pihak swasta. Dalam Islam, tidak boleh barang kepemilikan umum (air, api, tanah dan rumput) dikelola oleh swasta atau individu dengan alasan apapun. Karena Islam menetapkan negara (Khilafah) sebagai pengelolanya. Adapun untuk memenuhi kebutuhan listriknya, Khalifah bisa menempuh beberapa kebijakan yakni (1) membangu sarana dan fasilitas pembangkit listrik yang memadai, (2) melakukan eksplorasi bahan bakar listrik secara mandiri; (3) mendistribusikan pasokan listrik kepada rakyat dengan harga murah; (4) mengambil keuntungan pengolahan sumber energi listrik atau lainnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, keamana, sandang, pangan dan papan.

Dengan pengolahan listrik berdasarkan syariat Islam, rakyat dapat merasakan kekayaan alam yang mereka milki untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam kehidupan sehari-hari. Di negara khilafah, listrik murah bukan hal yang tabu sehingga menjadi sesuatu yang lumrah didapatkan rakyat.
Wallaahu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post