Petaka Kelahiran Anak yang Tidak Diharapkan


Oleh Yuli Ummu Raihan
Member AMK dan Pemerhati Masalah Publik

Setiap pasangan yang menjalin kasih tentu berharap bisa sampai ke pelaminan, kemudian mendapatkan keturunan sebagai penyejuk mata. Namun, ternyata hal ini tidak berlaku untuk wanita berinisial NM (29) dan kekasihnya SM (30) yang tega membunuh darah daging mereka sebelum waktunya hingga 7 kali selama 10 tahun mereka menjalin hubungan. 

Semua ini terungkap ketika seorang wanita pemilik kos-kosan berinisial NA mencium bau tidak sedap yang bersumber dari kamar yang disewa oleh NM. 

Saat itu NM tengah berlibur, sehingga NA sebagia pemilik tempat berniat membersihkan kamar tersebut dan menghilangkan sumber bau tidak sedap itu. 

NA masuk ke dalam kamar dan mendapati tumpukan kardus yang di dalamnya terdapat kotak makanan yang ternyata berisi janin. 

NA kemudian melaporkan hal ini kepada pihak kepolisian pada Minggu 5/6/2022. NA mengalami trauma karna ternyata ada 7 janin yang tersimpan di dalam kamar itu. (Kompas.com, 09/06/2022).

Tentu tidak hanya NA yang kaget, semua masyarakat yang mendengar kasus ini tentu sangat mengutuk tindakan sejoli ini. Mau enak tapi tidak mau anak. Bukankah kehadiran buah hati adalah hal yang sangat diharapkan setiap pasangan? 
Jika belum siap, mengapa berani berbuat hingga sejauh itu? 

Kasus aborsi di negeri ini terbilang tinggi. Berdasarkan data survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tingkat aborsi di Indonesia mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup. 

Menggugurkan kandungan mungkin menjadi pilihan terakhir bagi sebagian orang dan menjadi jalan keluar satu-satunya saat terjadi kehamilan tidak diinginkan. 

Apa pun alasannya, aborsi adalah tindakan terlarang, melanggar HAM, dan tidak berperikemanusiaan. Agama, atau norma mana pun rasanya tidak ada yang membolehkan hal ini. 

Bagaimana Hukum Aborsi di Indonesia? 

Tindakan aborsi diatur dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. 
Aborsi tidak diizinkan kecuali untuk situasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, serta korban pemerkosaan. 

Aborsi untuk kasus yang diizinkan ini pun hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari ibu hamil dan pasangannya (kecuali korban perkosaan) dan penyedia layanan kesehatan bersertifikat, serta telah melalui konseling pra tindakan dengan konselor yang berkompeten dan berwenang. 

Sementara jika praktik aborsi tidak sesuai ketentuan di atas maka, dianggap ilegal. Pelakunya akan dipidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar sesuai Pasal 194 UU Kesehatan. Pasal ini bisa dikenakan pada pihak yang melakukan aborsi atau tenaga kesehatan yang membantu. 

Pandangan Islam Terkait Aborsi

Dalam Islam hubungan seorang perempuan dan laki-laki tanpa ada ikatan pernikahan maka hukumnya haram.  Apalagi hubungan tersebut membuahkan keturunan. Anak yang dihasilkan tidak bisa dinasabkan kepada laki-laki tersebut meskipun ia adalah ayah biologisnya. Dia tidak bisa menjadi wali saat anak itu (jika perempuan) menikah, dan kelak tidak bisa saling mewarisi. 

Sementara jika anak tersebut digugurkan atau aborsi hukumnya jelas haram. Sudahlah berzina ditambah mengaborsi janin yang tidak berdosa. Makin bertumpuk dosanya. 

Allah menegaskan keharaman aborsi dalam Al-quran surat Al-Isra ayat 31 yang artinya: "Janganlah kamu membunuh anak-anak  kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. "

Dan masih di surat Al-Isra ayat 33 Allah menegaskan kembali, "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan haq. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberikan kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah keluarganya melampaui batas dalam membunuhnya. Sesungguhnya ia adalah orang yang dimenangkan."

Dari dalil di atas, para ulama kemudian membagi hukum aborsi menjadi tiga. Pertama, sebelum roh ditiupkan. Dalam kondisi ini ulama fiqih berbeda pendapat. Ada yang membolehka secara mutlak tanpa dikaitkan dengan uzur sama sekali. Ini adalah pendapat ulama mahzab Zaidi yah, sebagian mazhab Hanafi dan Syafi'i. 

Sementara pendapat sebagian mazhab Hanafi dan Syafi'i dibolehkan apabila ada uzur, dan makruh apabila tidak ada uzur. 

Sedangkan mazhab Maliki menghukuminya makruh secara mutlak. 

Jumhur ulama mazhab Maliki dan Zahiri mengharamkan sekalipun belum ditiupkan roh. 

Kedua, setelah ditiupkan roh. Ulama fiqih sepakat hukumnya haram. Ada sanksi hukum untuk perbuatan ini yaitu membayar gurrah (budak laki-laki atau perempuan). Sanksi ini berlaku bagi pelaku dan orang lain yang terlibat di dalamnya. Pelaku aborsi juga dikenai sanksi hukum kaffarat dengan memerdekan budak. Jika tidak mampu, maka wajib baginya berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika masih tidak mampu, maka wajib baginya memberi makan 60 orang fakir miskin. 

Ketiga, karena alasan darurat. Alasan darurat dalam Islam ketika kondisi mengancam nyawa sang ibu atau menggangu reproduksinya. Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. menganjurkan untuk tidak berbuat sesuatu yang dapat membahayakan diri dan orang lain. 

Jadi, selain ketiga pendapat ini maka jelas aborsi hukumnya haram. Apalagi hanya untuk alasan belum siap, malu, dan sebagainya. 

Peristiwa ini bukan yang pertama dan terakhir. Perbuatan maksiat ini akan terus terjadi dengan beragam motif dan modus karena masyarakat sangat jauh dari aturan ilahi. 

Semua berawal dari pacaran yang dianggap lumrah sebagai proses perkenalan. Ditambah budaya asing yang masuk lewat tayangan televisi,dan media sosial. Tontonan ini menjadi tuntunan di masyarakat. 

Dengan dalih HAM dan tidak merugikan orang lain, kondisi ini dibiarkan. Tidak ada lagi amar ma'ruf nahi mungkar kecuali hanya segelintir masyarakat yang peduli dan berupaya menyadarkan umat. 

Dalam Islam individu senantiasa dijaga keimanannya, agar hidup sesuai aturan Ilahi. Masyarakat didorong senantiasa beramar ma'ruf nahi mungkar. Sementara negara akan membuat kebijakan yang  jelas dan tegas sehingga mengurangi peluang terjadinya kemaksiatan. Jika masih ada yang melanggar maka ada sanksi yang tegas yang memberi efek jera pada pelaku dan peringatan bagi masyarakat umumnya. 

Adanya sinergi dari ketakwaan individu, masyarakat, dan negara dibawah aturan sistem Islam maka insya Allah akan menciptakan kehidupan yang harmonis, damai, dan terhindar dari berbagai kerusakan. 

Tidak akan ada lagi anak yang tidak diinginkan menjadi korban. Justru anak-anak adalah aset yang berharga yang diinginkan semua orang.  Setiap orang tua akan berusaha memberikan yang terbaik, memastikan keamanan nya, dan mencukupi segala kebutuhannya. Dengan begitu akan lahir generasi khoiru ummah yang akan memimpin bangsa ini menuju peradaban  yang gemilang. Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post