Langkanya Pupuk Bersubsidi, Rakyat Butuh Solusi


Oleh Elisa Salsyabila Lukmayanti
(Mahasiswi dan Aktivis Dakwah)


Pangan merupakan kebutuhan dasar dari setiap mahluk hidup di dunia yang tidak dapat ditunda, oleh karena itu permasalahan pangan di berbagai negara menjadi prioritas utama untuk pembangunan bangsa. Produksi bahan pangan tentu juga tidak bisa dilepaskan dari terpenuhinya salah satu faktor produksi secara maksimal yaitu ketersediaannya pupuk.

Dilansir dari INILAHKORAN (2/6/2022), para petani pertanian Kabupaten Bandung hingga saat ini masih kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Tisna Umaran mengakui jika saat ini keberadaan pupuk non subsidi memang langka. Ini terjadi karena Pemerintah Pusat memangkas subsidi dan hanya tersisa 65 persen. Selain itu, saat ini juga untuk memperoleh pupuk bersubsidi ini ada beberapa aturan, seperti zonasi dan kartu tani. Dimana kartu tani ini telah mencatat data kebutuhan masing-masing petani yang didasarkan kepada Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). 

"Solusinya cuma harus kembali ke pupuk organik. Nah kalau pertanian holtikultura itu sudah terbiasa dengan itu, tapi kalau pertanian pangan belum bisa mengandalkan organik. Dan sangat bergantung kepada pupuk kimia. Jadi petani kita itu akhirnya tetap mencari pupuk kimia non subsidi, meskipun mahal yah dibeli juga, sehingga ada ungkapan biar mahal juga enggak apa-apa asal ada barangnya," katanya.(rd dani r nugraha)

Dilihat dari fakta tersebut, kelangkaan pupuk akan menyebabkan menurunnya tingkat produksi pertanian, gairah dan semangat para petani melemah yang berujung kepada munculnya serangkaian problem di tengah masyarakat. Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada para petani menjadi wajar adanya dalam pemerintahan saat ini yang menerapkan sistem kapitalisme neo-liberal. Pemerintah hanya bertindak sebagai alat pengatur dimana keterlibatan para pengusaha dan para penguasa lebih berperan besar dalam mengelola dan menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat, tentu tidak lepas dari perolehan keuntungan. Pada akhirnya, harapan mewujudkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani hanyalah mimpi jika tetap bertahan dengan paradigma sistem kapitalisme neo-liberal. 

Di dalam sistem Islam sendiri, prinsip terpenting dalam pengaturan dan pelayanan publik adalah pemerintah harus menjalankan fungsinya yang telah ditetapkan Allah Swt dan Rasulullah Saw yaitu sebagai pelayan/pengurus dan pelindung bagi rakyat. Sebab Rasulullah saw. bersabda “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari).

Fungsi pelayanan yang dilakukan pemerintah  Islam tidak berorientasi kepada bisnis (profit), dan tidak juga menyerahkan pengurusan publik kepada korporasi. Khilafah nantinya akan bertanggung jawab mendorong produksi pertanian berjalan maksimal dengan mekanisme yang mudah dan cepat. Khilafah akan memberikan bantuan secara integratif baik berupa lahan juga sarana prasarana yang dibutuhkan demi terlaksananya proses produksi yang maksimal. Kemampuan khilafah dalam menjalankan fungsi pelayanan terhadap rakyatnya didukung oleh sistem anggaran belanja negara terbaik yaitu Baitul Maal.

Oleh karena itu sudah saatnya kita mengganti paradigma dari sistem yang rusak dengan paradigma yang lahir dari sang Maha Pencipta yaitu paradigma Islam kaffah yang terwujud dalam sebuah negara Khlafah. Khilafah nantinya akan senantiaaa mendukung terlaksananya proses produksi pertanian sehingga nantinya akan membuat para petani bersemangat dalam berproduksi karena di samping mereka ada negara yang akan sungguh-sungguh melayani seluruh kebutuhannya. Khilafah mampu mewujudkan ketahanan pangan seluruh warga negaranya per individu bahkan seringkali produksi pangan melebihi kebutuhan dalam negerinya dan mampu menjadi negara eksportir pangan serta penyuplai bantuan pangan ke berbagai negara.

Wallahu 'alam bish-showab

Post a Comment

Previous Post Next Post