Pembinaan Moral

Pendidikan moral merupakan salah satu sarana pengembangan diri untuk meningkatkan pola bertingkah laku agar berperilaku baik yang telah tertanam dalam lingkungan keluarga, masyarakat da lingkungan. Moral adalah barometer seseorang memilik harkat dan martabat sebagai manusia. Pembinaan moral harus dilaksanakan terus-menerus sejak seseorang itu lahir sampai matinya, terutama sampai usia

pertumbuhannya sempurna, karena setiap anak dilahirkan dalam keadaan belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah dan belum tahu batas-batas dan ketentuan-ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungan di mana ia hidup.

Pembinaan mental moral ini merupakan salah satu proses transformasi kualitas yang menyentuh empat dimensi utama yaitu : dimensi spiritual, intelektual, mental dan moral. 


Dalam pertumbuhan dan pembinaan moral sebenarnya yang didahulukan adalah tindak moral (moral behavior). Caranya yaitu dengan melatih anak untuk bertingkah laku menurut ukuran-ukuran lingkungan di mana ia hidup sesuai dengan umur yang dilaluinya. Setelah si anak terbiasa bertindak sesuai yang dikehendaki oleh aturan-aturan moral dan kecerdasan serta kematangan berpikir telah tercapai, barulah pengertian-pengertian yang abstrak diajarkan. Juga perlu diingat bahwa pengertian tentang moral belum menjamin adanya tindakan moral. Banyak orang tahu bahwa suatu perbuatan adalah salah, tetapi tetap saja dilakukannya perbuatan salah tersebut.

Pendidikan moral yang paling baik terdapat dalam agama, karena nilai-nilai moral yang tegas, pasti dan tetap serta tidak berubah-ubah karena keadaan, tempat dan waktu adalah nilai-nilai yang bersumber dari agama. Nilai-nilai yang dapat dipatuhi dengan kesadaran sendiri tanpa ada paksaan dari luar, datangnya dari keyakinan beragama. Tegasnya, kehidupan moral tidak dapat dipisahkan dari keyakinan beragama. Menurut Zakiah Daradjat, pembinaan moral dapat dilakukan dengan dua kemungkinan, yaitu:

a.    Melalui Proses Pendidikan

Pembinaan moral agama model ini dilakukan sesuai dengan syarat-syarat psikologis dan paedagogis dalam ketiga lembaga pendidikan, yaitu: keluarga (rumah tangga), sekolah, dan masyarakat.

b.     Melalui Proses Pembinaan Kembali

Proses pembinaan kembali di sini maksudnya ialah memperbaiki moral yang telah rusak, atau membina moral kembali dengan cara yang berbeda dari cara yang telah dilaluinya dulu. Biasanya cara ini ditujukan kepada orang dewasa yang telah melewati umur 21 tahun yang belum terbina agamanya, baik karena kurang serasinya pembinaan moral agama yang didapatkannya dulu, maupun karena belum pernah sama sekali mengalami pembinaan moral secara sengaja.

Moral yang telah disepakati sebagai sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kebaikan, benar salah atau baik buruknya perlu benar-benar dipahami, dimengerti dan dijadikan pedoman dalam perilaku sehari-hari. Perilaku seseorang haruslah terus dibina agar mencerminkan perilaku yang baik atau perilaku susila, jika seseorang berperilaku asusila maka orang itu disebut orang yang tidak bermoral. Oleh karena itu betapa pentingnya pembinaan moral bagi seseorang dalam rangka membentuk dan mewujudkan perilaku yang baik yang menjunjung nilai-nilai moral. Adapun proses pembinaan moral dapat terjadi melalui proses pendidikan dan proses pembinaan kembali. Pembinaan moral tersebut dapat berupa pemberian contoh atau keteladanan mengenai nilai-nilai moral. Pembinaan moral anak pada hakikatnya bertumpu pada tiga upaya, yaitu:

1.memberi teladan (Remaja tidak hanya butuh sekedar nasehat, mereka memerlukan modelling untuk ditiru (imitasi) dan identifikasi sebagai dasar pembentukan nilai moral dan sikapnya. Peranan keluarga terutama tertumpu pada sikap orang tua dalam memperlakukan anak-anaknya. Penanaman nilai-nilai di rumah menuntut pada orang tua berperan sebagai model yang baik dan dapat ditiru anak-anaknya). Para orang tua harus berhati-hati dalam bertutur kata, bertindak dan berperilaku, supaya tidak tertanamkan nilai-nilai negatif dalam sanubari anak-anaknya. Hendaknya orang tua dapat menjadi contoh kepribadian yang hidup atas nilai-nilai yang tinggi, sedangkan anak belajar dari apa yang mereka alami dan hayati.

2.  memelihara  (Memelihara adalah tidak hanya terbatas pada upaya mengasuh dan memenuhi kebutuhan fisiknya saja, melainkan juga memberikan pelayanan bagi kebutuhan pertumbuhan mental spiritualnya) 
3. membiasakan anak (Yakni metode dengan melatih anak didik untuk membiasakan dirinya pada budi pekerti dan meninggalkan kebiasaan yang buruk melalui bimbingan dan Latihan).

Masa remaja merupakan masa di mana berbagai perasaan tumbuh dan berkembang di antaranya, yaitu rasa ingin memenuhi dorongan seksual yang timbul sebagai akibat dari kematangan organ-organ seksual dalam tubuhnya. Jika remaja kurang mendapatkan pembinaan moral, maka ia akan lebih mudah didominasi oleh dorongan seksual terlebih lagi didorong oleh rasa ingin tahu yang besar dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif.


Mia Fitriah Elkarimah 
el.karimah@gmail.com

Post a Comment

Previous Post Next Post