Begal, Himpitan Ekonomi dan Krisis Akidah


Oleh Merli Ummu Khila
Pemerhati Kebijakan Publik

"Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka." (Story of Civilization- Will Durant)

Siapa yang mau hidup dalam bayang-bayang ketakutan, keamanan diri terancam tidak hanya harta, namun juga nyawa. Hidup seolah berada di belantara, berlaku hukum rimba siapa kuat dia menang. Setiap ke luar rumah tidak tenang dalam perjalanan. Tingginya angka kriminalitas semakin meresahkan seiring maraknya aksi begal di jalanan.

Korban Jadi Tersangka

Masih segar dalam ingatan kita, kisah dramatis seorang korban begal yang berhasil melumpuhkan 2 orang tidak dikenal yang berniat merampok korban. Merasa harta dan nyawanya terancam, Amaq Sinta(Murtede), warga asal Lombok Tengah Bali ini terpaksa melawan dan menyebabkan kedua pelaku tewas. Bak jatuh ditimpa tangga, ketika korban melaporkan tindak kejahatan yang menimpa dirinya, justru membuatnya ditahan pihak berwajib dan ditetapkan sebagai tersangka. (detiknews, 16/04/2022)

Sontak saja hal ini menjadi viral dan korban mendapatkan banyak simpati dari masyarakat. Kecaman atas penetapan korban menjadi tersangka datang dari berbagai kalangan, salah satunya dari Indonesia Police Watch (IPW). Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso meminta kepolisian untuk menghentikan kasus ini. Sugeng beranggapan, bahwa korban melakukannya karena terpaksa. Hal ini dibenarkan berdasarkan pasal 48 KUHP tentang adanya daya paksa (overmacht) dan pasal pembelaan diri pasal 49 ayat 2 (noodweer).

Desakan menuntut korban dibebaskan mengalir dari berbagai pihak, baik di media sosial maupun di kehidupan nyata. Sehari setelah penetapan tersangka, warga beramai-ramai mendatangi Mapolres Lombok Tengah, hingga akhirnya kepolisian membebaskan korban. Meski demikian, keputusan ini tentu bisa memunculkan stigma di masyarakat, bahwa boleh menghilangkan nyawa seseorang yang berniat jahat dengan dalih mempertahankan diri. Hal ini akan memicu tindakan vigilantisme terhadap pelaku kriminal. 

Himpitan Ekonomi Picu Kriminalitas

Kebutuhan dasar merupakan pemenuhan yang tidak bisa ditunda atau dihilangkan. Faktanya saat ini beban hidup semakin berat. Pemenuhan kebutuhan dasar dibebankan sepenuhnya pada individu rakyat. Harga kebutuhan dasar melambung tinggi, diperparah lagi oleh beragam tagihan dan pajak yang mencekik rakyat. Kondisi ini tidak diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja yang luas. Tetapi justru angka pengangguran bak tsunami setiap tahunnya.

Himpitan ekonomi inilah yang memicu tindakan kriminalitas, salah satunya aksi begal di jalanan. Orang yang sudah kelaparan cenderung melakukan apa saja demi bisa makan. Jika sulit mencari uang dengan jalan yang halal, maka jalan pintaslah yang ditempuh, yaitu merampas harta orang lain. Risiko yang akan dihadapi pun tidak lagi dipikirkan.

Krisis Akidah Produk Sekularisme

Faktanya, negeri ini memang sudah darurat moral. Kejahatan tidak hanya terjadi pada rakyat jelata. Perampokan dilakukan beramai-ramai dari yang berdasi hingga preman pasar. Korupsi sudah menjangkiti hampir semua pejabat di semua instansi. Dari sekian ragam modus operandi dan latar belakang pelakunya, pada intinya mereka sudah melakukan tindakan kriminal.

Perilaku buruk ini terjadi karena degradasi akidah yang dialami masyarakat. Seseorang yang minim pemahaman agama membuatnya mengeliminir peran agama dalam kehidupan. Sehingga tolak ukur setiap perbuatan bukan lagi halal haram, tetapi asas manfaat. Apa saja yang membawa manfaat baginya, terlepas apakah itu halal ataukah haram, maka akan dilakukan.

Kemerosotan akidah  bukanlah perkara individu, negara paling berperan dalam hal ini. Asas bernegara yang menolak peran agama dalam kehidupan, akan memposisikan agama hanya sebagai agama ritual. Padahal di dalam Al Qur'an termaktub semua aturan hidup, mulai dari kehidupan pribadi hingga bernegara. Sayangnya aturan yang diberlakukan saat ini adalah hasil dari pemikiran manusia yang sarat akan kepentingan.

Di sisi lain, meski negeri ini menyandang predikat populasi muslim terbesar di dunia, ironisnya tidak menjadikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran prioritas. Sehingga wajar jika kemerosotan akidah ini terjadi di semua kalangan dalam rentang waktu yang lama. Pada akhirnya mindset sekular mengakar kuat di benak seseorang, sehingga dapat melahirkan perilaku kriminal.

Negara Harus Ada Upaya Preventif dan Kuratif

Selain faktor di atas, peran negara memang sangat menentukan. Untuk mencegah aksi kriminalitas, harusnya negara melakukan tindakan preventif dan kuratif. Tindakan preventif dengan mengedukasi masyarakat, yakni menanamkan akidah sejak dini melalui sistem pendidikan yang berbasis Islam. Ketika seseorang mempunyai akidah yang kuat, maka setiap perbuatannya akan selalu menjadikan halal dan haram sebagai tolak ukur. 

Selain itu negara juga harus menjamin kehidupan yang layak bagi rakyatnya, yaitu dengan menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok serta menyediakan lapangan kerja bagi warga negaranya. Ketika seseorang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan adanya pekerjaan dan harga-harga terjangkau, tentu dia tidak akan terpikir untuk melakukan perbuatan kriminal.

Adapun upaya kuratif yang harus dilakukan negara adalah dengan menindak tegas pelaku kriminalitas sehingga menimbulkan efek jera. Dengan memberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatan, maka orang akan berpikir ulang untuk melakukannya. Dengan demikian tingkat kriminalitas dapat ditekan.

Namun, berharap upaya tersebut dilakukan negara dalam sistem demokrasi saat ini ibarat menggantang asap. Asas dasar demokrasi sesungguhnya adalah kekuasaan yang dibangun di atas kepentingan segelintir oligarki. Rakyat bukan prioritas dan negara bukan pelayan rakyat. Dari sini kita bisa menyimpulkan, bahwa harus ada perubahan yang fundamental jika memang ingin selamat dari kehancuran tatanan kehidupan saat ini.

Wallahu a'lam bishshawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post