Tenggelam dalam Jebakan Utang Luar Negeri


Oleh Erni Setianingsih
Aktivis Dakwah Kampus

Dilansir dari katada.co.id (15/11/2021), Bank Indonesia mencatat utang luar negeri Indonesia hingga akhir kuartal ketiga tahun ini mencapai US$ 423,1 miliar atau sekitar Rp 6.008 triliun, naik 3,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikannya antara lain didorong oleh utang luar negeri pemerintah yang bertambah seiring penerbitan global bonds, termasuk Sustainable Development Goals (SDGs) Bond sebesar 500 juta euro.

Utang lagi, itulah yang menjadi kebiasaan dan seolah tidak  ada matinya negeri ini terus mencetak utang. Kebijakan menambah utang masih menjadi pilihan yang dianggap aman untuk ekonomi Indonesia, padahal ada ancaman yang serius yang siap menghilangkan kedaulatan negara lewat utang.

Jika hal ini terus dibiarkan, maka dapat dipastikan negeri akan remuk, berujung pada tergadainya seluruh aset negara. Rakyat pun makin menderita karena utang yang makin menggila, merasa muak dengan kondisi yang ada. Semua serba sulit. Kehidupan terasa sempit. Mau makan saja saat ini harus irit.

Miris memang, rakyat diminta mengikat perut dan mengerti kalau keuangan negara sedang sulit, tetapi para pejabat atau kaum elite masih kipas-kipas menikmati hidupnya yang bergelimang harta. Inikah yang disebut keadilan bagi setiap rakyat?

Utang memang menjadi instrumen penting dalam sistem ekonomi kapitalisme. Ketika pendapatan negara yang didominasi pajak tidak mampu menutup belanja negara, solusi yang diambil adalah utang. Namun, pada perjalanannya, utang tidak lagi ditujukan untuk keperluan darurat seperti bencana dan paceklik. Utang justru dipakai untuk pembangunan infrastruktur. Bukan infrastruktur darurat, tapi yang bersifat pelengkap seperti pembangunan jalan tol.

Selama utang dijadikan solusi dalam menyelesaikan perekonomian yang merosot maka kerugian besar bagi rakyat. Berbeda dengan ekonomi Islam yang mengupayakan kesejahteraan rakyat dengan negara mengelola Sumber Daya Alam (SDA) tanpa melibatkan investasi yang merenggut kedaulatan negara demi memenuhi kebutuhan rakyat.

Akibatnya, utang Indonesia makin menumpuk. Setiap kelahiran bayi di Indonesia akan menanggung utang. Utang ini diwariskan dari generasi ke generasi, sejak era orde lama, orde baru, hingga orde reformasi. Jika terus menumpuk utang, bagaimana nasib Indonesia selanjutnya?

Negeri sekuler yang mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi akan terus melanggengkan penjajahan lewat berbagai kebijakannya. Salah satu kebijakan dalam ekonomi yakni mengandalkan utang ribawi untuk pembangunan negeri. Negeri dijajah kok bangga, utang yang kian menggunung kok katanya masih aman? Ironis.

Parahnya ulah kapitalisme menyebabkan negeri ini tenggelam dalam kapitalisme. Mabda ini berhasil mengobok-obok keuangan dalam negeri. Sistem ekonomi kapitalisme merupakan aturan keuangan berbasis riba. Semua  dilakukan demi keuntungan. Jika ada yang memberikan pertolongan, pasti akan meminta bayaran. Tidak ada makan siang gratis.

Sistem keuangan kapitalisme yang melegalkan riba, telah menjerat negara dalam lubang penjajahan melalui utang. Jadi negara kita tidak dalam keadaan sehat-sehat saja. Ini akibat negara telah lantang mengambil sistem kapitalisme dalam seluruh aspek kehidupan.

Dengan demikian, negeri tersebut akan menari sesuai irama pemberi utang. Dalam kata lain, ketika utang telah beranak pinak, negara tersebut akan berada pada jebakan utang. Walhasil, kedaulatan pun dikorbankan.

Kalau negara sakit, perlu upaya menyembuhkannya. Sebelum itu, dicari tahu dulu penyebab lara. Ketika sudah memahami masalah yang dihadapi sekarang akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler, maka untuk mengobatinya, negara perlu mencampakkannya dan mencari sistem alternatif.

Membangun negara tanpa utang sebenarnya bisa dilakukan jika negara menerapkan sistem ekonomi Islam dan konsep keuangan negara baitulmal. Konsep baitulmal memiliki tiga pos besar pemasukan negara, yaitu pengelolaan aset milik umum, pengelolaan aset milik negara, dan zakat mal.

Sejumlah pos tersebut memiliki pemasukan yang besar dan berkelanjutan. Tak membebani rakyat dengan pajak. Tanpa harus berutang. Oleh karenanya, sudah seharusnya para penguasa negeri muslim mengambil dan menjalankan sistem ekonomi Islam, serta menerapkan konsep baitulmal.

Dengan sistem Islam, negara akan berusaha memberikan keadilan. Maksud adil sesuai Islam adalah menempatkan segala aturan atau kebijakan sesuai dengan tuntunan syarak. Konsep keuangan dalam Islam misalnya, tidak memperbolehkan riba apa pun bentuk dan alasannya. Usaha yang dilakukan harus sesuai dengan tuntunan syarak.

Seharusnya manusia mau membuka mata hati pikirannya, mengkaji aturan mana yang paling sempurna dalam mengatur bumi dan segala isinya. Maka, jawaban itu hanya akan dia temukan dalam Syariat (aturan/hukum) Islam.

Islam sungguh merupakan sebuah aturan yang lengkap. Allah pun telah menjamin umat manusia akan sejahtera jika menjadikan Islam sebagai petunjuk. Sebagaimana ayat-ayat berikut, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya [21]: 107)

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post