Tegang di Natuna, Kedaulatan Indonesia Tersandera China dan Amerika


Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Opini Bela Islam Akademi Menulis Kreatif

Konflik di Natuna kembali memanas. Sebenarnya, ini bukan masalah baru. Sejak lama hak kepemilikan di perairan Kepulauan Natuna diperebutkan oleh kedua negara yakni Indonesia dan China. Padahal, menurut hukum internasional konvensi PBB tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, menegaskan bahwa Indonesia memiliki kedaulatan dan hak ekonominya di Natuna. Kemudian pada tahun 2017 Indonesia menamai wilayah Natuna dengan Laut Natuna Utara (LNU).

Berdasarkan keputusan hukum internasional, berarti Indonesia memiliki kewenangan penuh untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. Kendati begitu, China mengklaim jika kepulauan Natuna adalah miliknya. (Kompas.com, 3/2/2021)

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, menegaskan kembali bahwa Indonesia tidak mengakui "Sembilan garis imajiner" di peta Tiongkok yang menunjukkan klaim maritimnya yang luas termasuk LNU miliknya. Sebab, Panel arbitrase Internasional pada 2016 membatalkan garis tersebut.

Anehnya, selama ini pula China ngotot tetap menggunakan sembilan garis putus-putus. Atas dasar ini, China menjadi jumawa dan selalu menimbulkan konflik mencari gara-gara di Laut Natuna Utara (LNU). Terakhir malah berani berkirim surat dari Diplomat China kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia, menuntut Indonesia menghentikan pengeboran di rig lepas pantai. Juga protes latihan militer TNI AD-UD Army beberapa waktu lalu dalam tema Garuda Shield 2021.

Tentu saja, tuntutan China tersebut membuat Natuna kembali memanas dan tegang. China berani berbuat seperti itu bukannya tanpa alasan. Wajar, jika China yang fikrah atau idenya materialisme selalu mengincar dan berburu materi (sumber daya alam). Dimana menurut laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan minyak bumi sebesar 92,63 juta standar barel atau milion stock tank barrel (MMSTB) dan cadangan potensial minyak bumi di LNU adalah 137,13 MMSTB. Adapun, cadangan gas bumi di LNU adalah 1.045,62 juta kaki kubik atau billions of standard cubiv feet (BSCF). Apalagi merasa sumber alam adalah miliknya, maka dengan tegas China bersikeras ingin mengangkangi dan klaim LNU miliknya, bahkan berani menuntut RI stop pengeboran Migas.

Di antara faktor yang mendorong China berani bertingkah arogan terhadap Indonesia karena China sudah memegang kartu As. Ibaratnya Indonesia sudah berada digenggamannya.

Indonesia Tersandera Lilitan Utang dan investasi China

Sejak lama para politisi memprediksi ketidakmampuan Indonesia menjaga kewibawaan dan kedaulatan Negara RI. Hal ini menurut ekonom senior, Rizal Ramli, utang Indonesia ke China sudah menggunung. Pada hari ini untuk bayar pokoknya saja Rp400 triliun, bunganya Rp370 triliun, total Rp770 triliun dalam setahun. Jika utang tersembunyi digabungkan dengan utang Indonesia bisa mencapai Rp8000 triliun lebih. (Youtube TVOne, 7/10/2021)

Jumlah utang yang sangat fantastis. Ironisnya, Indonesia terus menambah utang. Ada kesengajaan China memberikan pinjaman besar dari yang seharusnya, agar bisa menguasai Indonesia dengan mudah. Dengan tidak mampu membayar, maka dengan mudah dikuasai asetnya atau kontraknya ditambah," kata Rizal Ramli.

Peta Kekuatan Militer Indonesia vs China

Seperti dikutip dari Global Fire Power, kekuatan militer Indonesia jauh tertinggal dengan China. Indonesia menempati peringkat ke-16, sedangkan China berada di posisi ke-3 dari 137 negara. Peringkat tersebut bukan sembarang peringkat karena didasarkan seberapa kuat pertahanan, jumlah pasukan, hingga jumlah alat pertahanan masing-masing negara.

Ditinjau dari jumlah personelnya, Indonesia hanya memiliki pasukan militer sebanyak 800 ribu dengan jumlah populasi 262.787.403 jiwa. Sedangkan China memiliki jumlah personel militer 2.693 ribu dengan total populasi 1.384.6888.986 jiwa. Belum dari alutsista, China lebih unggul. China mempunyai 451 pesawat militer, sedangkan Indonesia hanya 187 unit pesawat militer. Adapun alutsista laut China 714 unit dan Indonesia hanya 221 unit. Data diunggah oleh Global Fire Power, dari instagram PUSPEN TNI, 5/1/2020).

Sudah dapat diprediksi bahwa jika terjadi perang posisi Indonesia berada di bawah angin. Itulah penyebab Indonesia tidak bisa bertindak tegas, walau China mengobok-ngobok LNU. Apalagi Indonesia terjerat utang dan investasi China.

Di sisi lain Partai Komunis Cina (PKC) melalui The Global Times, menyatakan siap berperang dengan negara lain yang terlibat dengan Beijing. Lanjutnya, kami memiliki sengketa dengan beberapa negara tetangga yang dihasut AS untuk menghadapi China. Yakni tentang gerakan ekspansionis Beijing (menguasai atau menjajah) ke Himalaya, Laut China Selatan, dan Laut China Timur.

China menguasai ekonomi dunia termasuk di Indonesia dengan pemberian utang dan investasi. Dalam hal ini, membuat Amerika Serikat (AS) sebagai negara adidaya pertama (al-Dawlah al-Ula) merasa terusik. Sebab, AS negara adidaya yang paling berpengaruh terhadap politik internasional, dan punya posisi penting dalam membuat kebijakan secara internasional. 

Khawatir kedudukannya digeser oleh China yang sejak lama menjadi musuh  bebuyutan. Atas dalih ancaman China pada kawasan Asia Pasifik inilah, kemudian dibentuk jalinan kemitraan baru yakni AS, Inggris, dan Australia, disebut AUKUS.

Itulah uslub politik untuk menjajah dan menguasai indonesia. AS merupakan negara berideologi kapitalis, untuk selamanya fikrah (ide) dan thariqah (metode)  akan tetap yaitu menyebarkan ide sekularisme dan metodenya penjajahan. Lihat moderasi agama, radikalisme, sepilis (sekularisme, pluralisme, liberalisme), yang ditiupkan ke benak umat Islam. Serta penjajahan sumber daya alam adalah contoh fakta.

Intinya AS dan China sama-sama memperebutkan Indonesia. Bahayanya
Indonesia dan Asia tenggara terancam dan terkepung senjata nuklir" di kawasan. (CNBC internasional)

Kekuatan Militer Dunia Islam

Kekuatan militer sangat menentukan kekuatan politik suatu negara. Pasalnya, militer adalah institusi legal yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan riil. Sayangnya  negeri-negeri muslim tidak bersatu, akibatnya militer tidak bisa menjaga kesatuan negeri, tidak bisa sebagai benteng pertahanan dari invasi bersenjata kaum kafir. Bahkan melindungi darah umat Islam yang tumpah di negerinya sendiri, tentara Islam tidak bisa berbuat apa-apa.

Jika negeri kaum muslim menjadi negara kesatuan (khilafah), akan memiliki potensi kekuatan militer yang luar biasa, dapat menjadi negara adidaya menyaingi dan mengalahkan AS, setelah runtuhnya Uni Soviet pada 1990-an lalu. Sungguh menakjubkan gabungan kekuatan militer aktif dunia Islam berjumlah 5,59 juta personil. Sedangkan AS hanya 1,47 juta personil aktif, Rusia 1.037 juta, China 2.25 juta, Perancis 0,26, dan Inggris 0,24 juta personil militer aktif.

Alhasil, kekuatan militer gabungan dari dunia Islam adalah 22.42 juta personil. Sedangkan gabungan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB mempunyai 15.95 juta personil dan gabungan BRIC punya 17.53 juta personil. 

Kekuatan militer umat Rasulullah saw. itulah yang membuat Barat cemas, rela bekerja siang dan malam agar negeri-negeri muslim tidak bersatu. Ide nasionalisme ini yang dicekokkan agar tidak bersatu dan terjadi perang saudara karena mudah diadu. Disematkan propaganda negatif dan diaruskan paham sepilis.
 
Sebenarnya, hanya lima negara terkuat di dunia Islam (Indonesia, Pakistan, Mesir, Iran, dan Turki), itu saja sudah mempunyai kekuatan 217.67 juta orang untuk tugas militer dibandingkan dengan kekuatan global AS yakni 117 juta. Data tersebut menjelaskan bahwa jika umat Islam di negeri-negeri muslim mau bersatu, akan menjadi kekuatan global dunia yaitu tegaknya khilafah yang merupakan janji Allah dan bisyarah Rasulullah saw. Rata-rata negeri muslim yang setuju menerapkan syariah 71 % dan setuju penggabungan negara-negara muslim lebih dari 64%. Dari hasil survei laporan Steven Kull et.al. (April, 2007) yang diterbitkan oleh Universitas Maryland di Amerika.

Walhasil, untuk memenangkan pertarungan melawan China maupun AS negara adidaya, tidak ada cara lain kecuali dihadapi dengan negara adidaya, yaitu khilafah Islamiyah.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post