Kemasan Baru Moderasi Beragama


Oleh Nur Indah Sari
Ibu Rumah Tangga dan Penulis Ideologis Pamulang

Bungkusnya baru isinya sama saja. Begitulah seperti Lay’s, Cheetos, dan Doritos yang dikira bakal hilang dari peredaran kini berganti kostum/bungkus. Lay’s berganti nama jadi Chitato Lite, Cheetos berganti jadi  Chiki Twist, sedangkan Doritos berganti jadi Maxicorn. Tapi isinya sama saja. 

Begitupula dengan yang satu ini seperti berbeda tapi sesungguhnya sama. 

Dalam pembukaan AICIS ke-20, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengapresiasi tema Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-20 yang digelar di Surakarta, Jawa Tengah. Tema tersebut adalah “Islam In A Changing Global Contex: Rethinking Fiqh Reactualization and Public Policy”, atau reaktualisasi fikih dan kaitannya dengan berbagai kebijakan publik. Dalam forum itu  Menag menuturkan, alasan pentingnya rekontekstualisasi fikih adalah menjadikan Islam sesuai dengan perkembangan zaman. Dan yang tidak sesuai dengan zaman sekarang tidak perlu diterapkan dalam kehidupan. Hal ini sebenarnya sama saja seperti moderasi beragama. Namun dikemas berbeda jadi samar seperti sesuatu yang baru padahal isinya sama saja yaitu ada upaya lama dalam hal pemisahan agama dari kehidupan.

Gerakan lama ini sebenarnya lahir dan dilakukan oleh freemansonry, sejak era Khilafah Ustmani. Dan hal ini sekarang dilakukan oleh yang menyatakan dirinya sebagai muslim. Astaghfirullah. Goal dari gerakan ini adalah upaya menjauhkan umat islam dari ajaran yang sebenarnya. Sehingga kebangkitan umat untuk menegakkan kembali kehidupan islam tidak terwujud kembali. 

Kontekstualisasi fikih yg diaruskan oleh pemerintah memiliki bahaya yang lebih besar dibanding ide awalnya yang dimotori orang-orang yang punya kedengkian pada Islam. Tujuannya mengacak-acak Islam dengan cara menampilkan pemikiran sekuler dengan dilabeli Islam. Bahayanya bagi muslim yaitu desakralisasi fikih, contoh wacana menetapkan haji di bulan haram (bukan hanya Dzulhijah). Lalu ada yang menyatakan dan mewacanakan  Islam itu bukan agama yang sempurna dan tidak perlu untuk  diterapkan dalam kehidupan. Ada pula poin penekanan  mengenai Khilafah tidak relevan lagi sehingga ada kekhawatiran bila diterapkan dapat membahayakan. Hal itu lantaran melihat sejarah kelam sistem khilafah pada masa lalu. Padahal kebaikan-kebaikan sistem khilafah sendiri adalah lebih banyak porsinya jika kita menelaah sejarah dengan teliti. Belum lagi ada yang menyatakan bahwa sholat tidak ada perintahnya di Al-Qur'an. 

Fikih bukanlah buah pikiran manusia sebagaimana pendapat filosof atau pemikir, tapi pemahaman terhadap wahyu nash Al-Qur'an dan Hadis dengan kaidah yg ditetapkan syariat. Dengan adanya rekonstruksi fikih ini, dapat menjauhkan umat dari solusi syariat karena mengadopsi pemahaman menyimpang yang bukan berasal dari wahyu. Fikih merupakan sesuatu yang dekat dengan kehidupan kita sebenarnya. Upaya untuk menjauhkan fikih dan mencampakan aturan Allah  adalah batil. Apalagi merubah apa yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Seperti makna jihad yang dipersempit menjadi sunguh-sungguh, salam diganti menjadi salam umum disertai salam untuk semua agama. Penyebutan Allah diganti menjadi Tuhan. Shalat disebut tidak ada perintahnya jadi tidak dikerjakan juga tidak apa-apa, Khilafah adalah sesuatu yang berbahaya. Padahal setelah Rasulullah meninggal justru pemilihan khalifah adalah sesuatu yang sangat penting didahulukan dibanding tugas untuk memakamkan Rasulullah. Itu semua sebenarnya upaya untuk menjauhkan Islam yang sebenarnya pada umat. Untuk hal-hal yang baru yang tidak ada di jaman Rasulullah, misalnya masalah asuransi, leasing, arisan, pay latter, dll dapat digali hukumnya dengan metode ijtihad dengan Al-Qur'an dan Hadist sebagai sumber, dan fikih itu sendiri. Jadi bukan malah fikih yang sudah ada diubah menjadi sesuatu yang baru yang bahkan maknanya menyimpang dari makna sebenarnya. Rekontekstualisasi fikih diindikasikan akan diterapkan sesuai dengan tafsir ala  barat yang ciri khasnya memisahkan agama dari kehidupan. Ini merupakan bahaya yang sering tidak disadari. Karena sering ditafsirkan mengikuti perkembangan jaman adalah sesuatu yang sangat bagus, tidak kuno. 

Islam adalah agama yang sempurna, dan sangat relevan bila diterapkan secara menyeluruh. Dan bisa menjadi solusi atas permasalahan kekinian. Aturan Islam dalam hal ini fikih tidak bisa dijadikan obyek hukum. Sehingga tidak dapat diperbaharui, diubah atau diganti. Tapi fikih justru harus dijadikan subyek hukum atau sumber hukum .Karena bukan dari pemikiran manusia yang bersifat terbatas tapi dari sang Khalik yang maha pencipta kita yang tidak terbatas.

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post