Kekerasan Masa Pacaran, Butuh Solusi Sistemik


Oleh Yunita M
(Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Balut-Sulteng)

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga, bicara mengenai kasus Novia Widyasari (23) yang menenggak racun karena sang kekasih Bripda Randy Bagus memaksa melakukan aborsi. Bintang menyebut kasus yang menimpa Novia termasuk dalam kategori kekerasan dalam berpacaran atau dating violence.

"Kasus yang menimpa almarhumah ini adalah bentuk dating violence atau kekerasan dalam berpacaran, di mana kebanyakan korban, setiap bentuk kekerasan adalah pelanggaran HAM." (detiknews.com, 5/11/2021)

Pacaran merupakan istilah yang sudah sangat familiar di kehidupan kita saat ini. Mulai dari kalangan anak muda sampai orang dewasa. Bahkan anak kecil yang masih duduk di bangku SD dan SMP pun sudah mengenal yang namanya pacaran. Alhasil, aktivitas haram ini, seakan menjadi hal biasa dalam pandangan publik.

Pacaran memang bukan hal yang tabu di kehidupan kita sekarang. Namun, aktivitas ini juga jelas bukanlah hal positif tetapi hal negatif yang mengandung banyak mudarat. Seperti kasus bunuh diri mahasiswi yang menghebohkan belum lama ini. Sungguh miris. 

Kasus dating violence yang menimpa mahasiswi ini, bukan hanya sekali ini terjadi melainkan sudah ribuan kali. Survey sepanjang tahun 2020, tercatat dari 8.234 kasus yang ditangani oleh lembaga layanan mitra Komnas perempuan, kasus kekerasan dalam pacaran mencapai angka 1.309 kasus, menduduki peringkat kedua. Kekerasan terhadap istri (KTI) menduduki peringkat pertama. (kompasperempuan.go.id, 05/03/2021)

Kekerasan dalam berpacaran memang bukanlah kasus yang sepele. Kasus ini butuh penyelesaian dan solusi dalam penanganannya. Sehingga kasus-kasus semacamnya tidak berulang terjadi. Sungguh miris akibat aktivitas pacaran seseorang harus menderita secara fisik maupun psikis bahkan sampai kehilangan nyawa. Sangat tidak etis mempertaruhkan kehormatan hanya demi sebuah hubungan haram tanpa kepastian. 

Kekerasan dalam berpacaran atau dating violence dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Pelaku yang terkait jelas akan dikenakan sanksi atau hukuman sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Namun, apakah hukuman dari dating violence ampuh untuk memberantas kasus kekerasan yang terjadi di dalam hubungan-hubungan pacaran? Ataukah hanya sekadar solusi parsial yang tidak berujung dan berakhir? Jawabannya adalah jelas tidak. Mengapa demikian?

Dating violence dan hukuman yang diberlakukan bagi para pelakunya adalah aturan yang lahir dari sistem kapitalisme sekularisme, yang saat ini menjadi standar kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Dalam sistem sekularisme (memisahkan antara agama dan kehidupan), standar baik dan buruk dikembalikan kepada manusia dalam membuat suatu aturan. Manusia yang bersifat terbatas dari fisik maupun akal dituntut untuk membuat hukum sesuai kehendaknya tanpa peduli halal haram, lebih kepada mengedepankan hawa nafsu.

Liberalisme yang lahir dari rahim kapitalisme sekularisme telah mencongkol kuat di benak masyarakat kita saat ini. Kebebasan berinteraksi seolah hal biasa. Laki-laki dan perempuan tidak lagi punya batasan. Padahal, seperti yang kita tahu bersama bahwa aktivitas pacaran adalah haram dalam pandangan Islam. Namun, dalam sistem sekularisme tidak demikian. Dalam sistem ini, hukum pacaran dikembalikan kepada individu masing-masing. Bebas-bebas saja seorang melakukan aktivitas pacaran, selama tidak terjadi kekerasan dan kerugian bagi kedua bela pihak. Sehingga muncul istilah pacaran sehat, dan pacaran syar'i. Seakan pacaran itu hal positif selama tidak melanggar ketentuan yang berlaku.

Dalam sistem sekuler, aktivitas pacaran tidak dipermasalahkan keberadaannya selagi tidak melanggar HAM. Sehingga muncul istilah kekerasan dalam berpacaran yang hukumannya melindungi para aktivis pacaran. Dalam sistem ini, fokus utamanya adalah kekerasan dalam pacaran bukan keharaman dari hubungan tersebut. Sehingga sulit memberantas kasus-kasus yang berkaitan dengannya.

Ini berbanding terbalik dengan sistem Islam yang jelas mengharamkan aktivitas pacaran. Pacaran adalah hubungan yang Allah Swt.  haramkan dalam syariat-Nya. Sebab, pacaran termasuk aktivitas yang akan menjerumuskan pelakunya kepada perzinaan yang merupakan dosa. 

Dalam Islam, kasus-kasus dating violence ini jelas tidak akan terjadi. Sebab, sumber utamanya yakni aktivitas pacaran akan diberantas. Lebih dari itu, langkah masif yang dilakukan dalam Islam untuk mencegah terjadinya kasus-kasus semacam ini adalah dengan membina masyarakat atau anak-anak muda untuk memahami Islam secara kafah dengan akidah yang benar agar tercermin kepribadian Islam. Memahamkan masyarakat mengenai bagaimana Islam mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam konsep mahram dan non mahram. 

Sehingga tidak ada yang namanya aktivitas pacaran apalagi dating violence. Sanksi dan hukuman tegas akan diberlakukan sesuai dengan tuntunan syariat Islam bagi para pelaku yang melakukan hubungan haram tersebut. 

Dalam Islam, tidak mengenal istilah pacaran sehat ataupun pacaran syar'i karena dalam Islam keharaman akan tetap haram walaupun dibungkus dengan kebaikan. Sebab, sampai kapanpun hak dan batil tidak akan pernah bisa disatukan.

Allah Swt. menetapkan suatu aturan tentu adalah yang terbaik. Dan Dia mengharamkan sesuatu karena jelas hal tersebut buruk dan bermudarat bagi manusia itu sendiri. Sehingga tidak ada alasan kita untuk bertahan dalam belenggu sistem kufur kapitalisme sekularisme saat ini. Kita harus kembali kepada aturan terbaik dari Sang Pencipta manusia. Yakni dengan kembali kepada sistem Islam, menegakkan syariat-Nya secara kafah melalui institusi Khilafah Islamiyah sesuai tuntunan suri teladan kita Rasulullah saw. 

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post