Kekerasan Masa Pacaran, Butuh Solusi Sistemik


Oleh Nur Fatimah
Ibu Rumah Tangga dan Penulis Ideologis Pamulang

Beberapa hari lalu publik dihebohkan dengan kasus bunuh diri mahasiswi Universitas Brawijaya (UB) Malang, Novia Widyasari, diduga akibat depresi berat setelah terjadi aborsi janin hasil hubungan di luar nikah dengan pacarnya Bripda Randy, seorang anggota polisi. 

Menurut Wakapolda Jawa Timur Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo keduanya melakukan hubungan layaknya suami istri yang terjadi mulai tahun 2020 hingga 2021, yang dilakukan di kos maupun hotel di wilayah Malang. "Selain itu ditemukan juga bukti lain bahwa korban selama pacaran bulan Oktober 2019 sampai bulan Desember 2021 telah melakukan tindakan aborsi pada bulan Maret tahun 2020 dan bulan Agustus 2021", kata Slamet. (news.okezone.com, Minggu, 05/12/2021). 

Dilansir dari detikNews, Minggu, 05 Desember 2021, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga berbicara mengenai kasus yang menimpa Novia termasuk dalam kategori kekerasan dalam berpacaran atau "dating violence" dimana kebanyakan korban, setiap bentuk kekerasan adalah pelanggaran HAM, serta menimbulkan penderitaan fisik maupun seksual atau psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan hak secara sewenang-wenang kepada seseorang, baik terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. Bintang juga meminta kasus ini segera ditangani secara tuntas oleh pihak berwajib dan membuka layanan untuk yang mengalami kekerasan terutama perempuan. 

Pertanyaannya? Apakah menyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan cukup dengan menghukum pelakunya saja, sementara nilai-nilai liberal masih diterapkan dalam tatanan pergaulan sistem kapitalis?

Pergaulan remaja sekarang tidak lepas dari diterapkannya sistem sekuler-liberalis yang merebak di tengah-tengah masyarakat. Sistem ini memberikan kebebasan dalam kehidupan bermasyarakat berdasarkan hawa nafsu bukan mengikuti aturan Allah Swt. Misalnya bebas mengumbar aurat dalam lingkungan sekolah, tempat kerja atau aktivitas sehari-hari,  belum lagi dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan tidak ada batasan  sehingga bercampur baur, pacaran, pergaulan bebas bahkan sampai melakukan penyimpangan seksual, yang lebih mirisnya lagi terkadang sampai melakukan aborsi jika terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Belum lagi pengaruh media sosial yang saat ini sangat mudah untuk diakses, bahkan anak balita pun ada yang sudah mampu mengakses sendiri tanpa didampingi oleh orang tua. Padahal banyak konten-kontan yang berbau pornografi dan pornoaksi sehingga membangkitkan naluri seksual, jika tidak dilampiaskan dengan mengikuti aturan Islam maka akan muncul kekerasan seksual dalam masyarakat. 

Selain itu peran orangtua dalam mendidik anak-anak sangat kurang terutama pendidikan agama, orang tua terkadang sibuk mengejar materi sehingga pengawasan terhadap anak hanya  sekadar di dalam rumah, sedangkan di lingkungan mereka dibiarkan padahal bisa berujung pelecehan dan kekerasan seksual. Bisa diambil contoh terkadang ada sebagai orang tua yang merasa bangga melihat anaknya berpacaran, berteman dengan lawan jenis, bahkan ada yang membiarkan anaknya keluar hingga tengah malam. Itulah realitas kehidupan keluarga dalam sistem sekuler yang seharusnya keluarga menjadi benteng ketahahan malah menjerumuskan anak-anaknya ke dalam pergaulan bebas. 

Adapun dalam ranah publik, negara harusnya menutup akses internet yang memuat konten-konten pornografi dan pornoaksi yang akan memicu kekerasan seksual, menerapkan pendidikan berbasis akidah Islam bukan akidah sekuler yang diajarkan. Maka jangan heran jika kekerasan seksual berulang kali terjadi, baik di lingkup keluarga, sekolah/kampus maupun lingkungan. 

Solusi yang ditawarkan dalam sistem sekuler tidak pernah membuahkan hasil, alih-alih menyelesaikan masalah justru keberadaan RUU PPKS yang liberal akan menghasilkan lebih banyak lagi masalah baru. Lalu jika kekerasan seksual dilakukan atas dasar suka sama suka maka tidak dikatakan sebagai kekerasan seksual? Inilah salah satu bukti bahwa sistem sekuler tidak mampu menyelesaikan masalah kekerasan seksual sampai tuntas. Lantas, apakah harus kita pertahankan?

Islam memiliki seperangkat aturan hidup yang sempurna, aturan ini tidak hanya diterapkan individu sebagai agama ritual saja, namun memiliki seperangkat peraturan yang harus diterapkan di dalam masyarakat dan negara. Maka dalam Islam, negara adalah sebagai pelaksana hukum syariat agar kehidupan manusia itu aman dan sejahtera.

Inilah solusi Islam untuk mencegah dan mengatasi kekerasan seksual di dalam keluarga, sekolah/kampus, tempat kerja maupun di lingkungan, di antaranya:

1. Keluarga
Pentingnya pemahaman Islam yang benar yang harus dimiliki setiap individu dalam keluarga. Hendaknya orangtua memberikan pemahaman Islam sejak dini, di antaranya batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, menundukkan pandangan, perintah menutup aurat sesuai syariat Islam, pelarangan tabarruj bagi perempuan, larangan ikhtilat (interaksi antara laki-laki dan perempuan), larangan khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis tanpa mahrom), tidak membiarkan perempuan safar sendirian dan melarang pacaran yang akhir-akhir ini menjadi sesuatu yang wajar untuk dilakukan.

2. Masyarakat
Hendaknya ada aktivitas amar ma'ruf nahi munkar di dalamnya, jika ada orang yang melakukan kemaksiatan bukan malah dibiarkan justru harus segera dicegah dengan cara yang baik misalnya diingatkan, dikasih pemahaman tentang Islam kafah, diajak ke majelis ilmu. 

3. Negara
Hendaknya negara menerapkan sanksi yang tegas jika ada pelanggaran harus segera dihukum sesuai dengan aturan Islam. Misalnya hukuman bagi pezina yang belum menikah diasingkan dan dicambuk seratus kali, bagi pezina yang sudah menikah dirajam dengan batu sampai mati.

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat (an-Nur) ayat 2, yang artinya: "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah Swt., jika kamu beriman kepada Allah Swt. dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman."

Negara juga menutup semua konten-konten yang berbau pornografi dan pornoaksi, melarang dan memberikan sanksi tegas aktivitas hiburan malam seperti diskotik, club malam dan lain-lain. 

Dengan hukuman seperti ini, orang-orang yang akan melakukan kekerasan seksual akan berpikir beribu kali untuk melakukan tindakan. Selain itu hukuman Islam mampu memberikan efek jera serta jaminan pengampunan kehidupan di dunia dan akhirat. 

Jika aturan Islam diterapkan secara sempurna oleh negara, insyaAllah akan mendatangkan keberkahan, keadilan, keamanan, serta kehormatan umat manusia terjaga. Lalu tidakkah rindu dengan diterapkannya sistem Islam secara kafah di muka bumi ini? 

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post