Fatamorgana Kesejahteraan Negeri Ribawi



Oleh: Dewi Rohmah (Aktivis Muslimah)


Indonesia merupakan bumi pertiwi dengan kekayaaan yang melimpah tiada tara. Hamparan tanah penuh pesona dari sabang sampai merauke menjadikan mata memandang penuh harap untuk merengkuhnya. Hijaunya pohon, banyaknya minyak bumi dan besarnya gunung emas seharusnya mampu menjadikan penduduknya kaya. Sayangnya hal itu semua bagai fatamorgana. Alih-alih masyarakat hidup dengan status kaya harta, justru yang terjadi masyarakat hidup dengan kaya hutang.


Para pengamat ekonomi beserta Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menyampaikan kekhawatirannya karena kenaikan hutang Pemerintah mencapai 1000 triliun selama pandemi covid-19. Pemerintah berdalih bahwa hutang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan defisit yang besar selama pandemi. Besarnya anggaran tersebut membuat pengamat ekonomi dan BPK  mengungkapkan kehawatirannya terkait pemerintah RI yang tidak akan mampu membayar hutang dan bunganya di masa depan karena jumlah hutang yang melebihi batas limit.


Tercatat data hingga mei 2021, total hutang Pemerintah  mencapai Rp 6.418,5 triliun, menanjak 22% dibanding periode yang sama tahu lalu Rp 5.258,7 triliun. Liputan6.com (mei 2021). Tidak hanya itu, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia mencapai US$ 423,1 miliar atau meningkat 3,7 persen secara tahunan (year-onyear/yoy) pada akhir kuarta  III 2021. Kepala departemen komunikasi bank Indonesia Erwin Haryono menyampaikan posisi tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan kuartal sebelumnya sebesar 2% (yoy). Menurutnya, perkembangan tersebut didorong oleh peningkatan ULN sektor publik senilai US$ 205,5 miliar dan sektor swasta senilai US$ 208,5 miliar. (TEMPO.CO, 17 November 2021).


Hutang Luar Negeri (LN) yang menembus lebih dari 6000 triliun itu merupakan alarm bahaya bagi fundamental ekonomi negara ini, bahkan sejumlah pengamat ekonomi juga sepakat bahwa hutang Indonesia masuk dalam kategori gawat, dan hal ini merupakan ancaman, sebab skema terburuk akibat tertumpuknya hutang tanpa bisa melunasi adalah kebangkrutan negara serta mengancam kedaulatan bangsa.


Kesadaran masyarakat akan bahaya hutang ternyata tidak dibarengi dengan kesadaran dari politisi negara. Pemerintah sendiri memberi kesan santai-santai saja, bahkan berdalih kondisi hutang Indonesia akan membaik seiring berjalannya waktu. Namun yang terjadi justru keadaan Indonesia semakin memburuk seiring “membengkaknya hutang itu”.


Jika dilihat lebih dalam, sejatinya hutang LN ini merupakan jebakan maut para penajajah ekonomi bagi negara-negara yang kaya akan SDA-SDM seperti Indonesia. Hanya saja karena rasa apatis masyarakat dan adanya kepentingan individu para penguasa lah yang menutupi jebakan maut tersebut.


Lalu apakah Indonesia masih memiliki harapan untuk bisa pulih dari kondisi kritis akibat hutang ini? Jawabannya hanya ada dua. Pertama, TIDAK, karena jika masih menggunakan sistem ekonomi kapitalis, maka tiada harapan perbaikan di dalamnya, sebab dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, pendapatan negara hanya bertumpu pada dua hal, yakni pajak dan hutang.


Kedua, BISA jika sistem ekonomi kapitalis ini beralih menjadi sistem ekonomi Islam, karena hanya sistem ekonomi Islam lah yang bisa memastikan negara tidak terlibat dengan sistem riba dalam bentuk apapun, sehingga tidak ada yang namanya terjerat hutang berbunga hingga berujung penyerahan aset negara seperti yang terjadi saat ini.


Dalam sistem Islam, semua jenis kekayaan alam negara, terutama barang tambang yang jumlahnya melimpah haram dimiliki individu, swasta, domestik maupun asing. Barang tambang ini meliputi emas, minyak, batubara, besi, nikel, timah, dll. Barang tambang tersebut berstatus sebagai harta milik umum (al milkiyatul ammah). Artinya, negara lah yang wajib memilikinya, mengambilnya, mengelolanya dan memberikan hasilnya semata-mata untuk kesejahteraan rakyat. Kekayaan alam Indonesia jika ditaksir bisa mencapai 20.000 triliun. Besarnya potensi kekayaan alam Indonesia bisa menjadi modal utama kesejahteraan rakyat, tanpa negara harus bergantung pada utang ribawi.


Islam akan senantiasa memastikan negara dalam keadaan stabil, jika terjadi krisis ekonomi pun, sistem Islam akan meminta bantuan masyarakat untuk saling bergotong royong mengatasi krisis tersebut dengan cara menarik pajak hanya untuk orang-orang kaya saja agar perekonomian membaik. Sekali lagi, Islam akan memastikan tidak akan ada yang namanya tumpukan hutang riba karena di dalam Islam hukum hutang riba merupakan keharaman. Seperti firman Allah yang artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Q.S al-Baqarah: 275).

Waallahua’lam

Post a Comment

Previous Post Next Post