Tes PCR Jadi Syarat Naik Pesawat dan Moda Darat, Siapa Diuntungkan?



Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Opini Bela Islam, Akademi Menulis Kreatif


Pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan yang membebani rakyat. Tes polymerase chain reaction (PCR) wajib sebagai syarat bagi penumpang pesawat terhitung (24/10/2021). Peraturan yang sama juga akan diberlakukan pada para pengguna moda transportasi darat dan penyeberangan yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 90 Tahun 2021. 

Surat Edaran tersebut mengatur dokumen yang wajib dibawa pelaku perjalanan darat yang menempuh jarak minimum 250 kilometer atau empat jam perjalanan. Pelaku wajib menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama dan hasil negatif tes PCR. Ini berlaku bagi pengguna kendaraan bermotor perseorangan, kendaraan bermotor umum, dan angkutan penyeberangan, kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi melalui keterangan tertulis. (Kompas.com, 31/10/2021)

Tentu saja kebijakan tersebut mendapat kritikan yang pedas dari semua kalangan karena biaya tes yang mahal. Ini betul-betul membebani dan menyulitkan rakyat. Pemerintah sudah menetapkan harga tes PCR di Jawa dan Bali Rp495.000 dan di luar Jawa dan Bali Rp525.000. Untuk harga tes PCR di Jawa bisa bervariasi tergantung lokasi dan kecepatan tes. Harga Rp495 ribu untuk hasil 24 jam, kalau minta 12 jam harganya bisa Rp750 ribu. Praktik semacam ini rawan menimbulkan celah korupsi. Oleh sebab itu perlu dikritisi.

Banyak praktisi politik yang mengendus di balik kebijakan syarat tes PCR lebih kuat muatan bisnisnya daripada tujuan kesehatan. Hal ini diungkap oleh Anggota DPR RI Fraksi PKS, Sukamta yang menghitung kasar gurita bisnis tes PCR. Sukamta menjelaskan kebutuhan alat tes  PCR per hari sekitar 100 ribu-200 ribu kit. Jadi sebulan sekitar 2,8-5,6 juta kit. Jika harga tes PCR Rp300 ribu saja, maka mencapai 800 miliar hingga 1,6 triliun per bulan. Padahal sejak pandemi Covid-19 sudah dilakukan tes Covid mencapai 45,52 juta dengan total estimasi (perkiraan) nilai pasar bisnis menembus angka Rp15 triliun. 

Ini bisnis di tengah pandemi yang menggiurkan, bahkan aneh. Data Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat nilai impor alat tes PCR hingga 23/10/2021, mencapai Rp2.27 triliun, melonjak drastis dibandingkan bulan Juni senilai Rp523 miliar. Para importir kit tes PCR bisa memprediksi dengan jitu bahwa kebutuhan kit PCR akan meningkat. Padahal pemerintah belum mengeluarkan kewajiban tes PCR (liputan6.com, 31/11/2021). Adakah hubungannya dengan oknum penguasa?

Senada dengan hasil penelitian Indonesia Corrruption Watch (ICW) yang disampaikan peneliti Wana Alamsyah dalam diskusi virtual, bahwa keuntungan penyedia PCR mencapai lebih dari Rp10,46 triliun. Dari asumsi selisih harga PCR lama Rp900.000 dengan harga tes PCR baru Rp495.000. Ada selisih untung Rp405.000. Kemudian dikalikan dengan jumlah spesimen sebanyak 25.840.925 spesimen (Oktober 2020-Agustus 2021). Jadi, untungnya lebih dari Rp10,46 triliun.

Muncul Pertanyaan, Uang Sebanyak itu Dinikmati Siapa? 

Majalah Tempo Edisi (30 /10/2021) memaparkan secara khusus artikel "Kongsi Pencari Rezeki" yang menjelaskan secara gamblang sejumlah laboratorium tes PCR dimiliki politikus dan konglomerat. Ada dugaan keterlibatan sejumlah menteri pengendali pandemi bermain bisnis, disebutkan namanya antara lain: Menko Perekonomian Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menko BUMN Erick Thahir, Menko Marives Luhut Panjaitan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. 
Heboh ... Majalah Tempo Bongkar Para Penikmat Cuan PCR. (Portal Islam/noreply@blogger.com)

Ada benang merah. Seorang Menko Marives, Luhut Binsar Panjaitan, merangkap jabatan sebagai Koordinator PPKM. Dia orang nomor satu dalam hal kebijakan Covid-19 dan investasi. Ada Menteri BUMN, Erick Thohir merangkap Ketua Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Ternyata mereka terafiliasi (ada kaitannya) dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) Lab yang jualan segala jenis tes Covid-19 (PCR, Swab Antigen, dan lainnya).

Adapun perusahaan swasta yang paling banyak menikmati bisnis yaitu: Pertama, negara eksportir. Negara China sebagai negara eksportir terbesar USD 174 juta dolar, disusul Korea, AS, dan Jerman. Kedua, perusahaan importir swasta dalam negeri yang mendominasi 88,16 persen, lembaga non profit 6,04 persen, dan pemerintah 5,81 persen.

Mereka itulah yang mendapat untung besar, rakyat yang ditumbalkan. Ini bencana kemanusiaan. Watak negara kapitalis yang mengutamakan materi atau kapital di atas segalanya. Sangat tidak bermoral menjadikan jabatan publik sebagai pintu masuk untuk berbisnis memanfaatkan masa pandemi yang sulit sampai tega menyusahkan dan mempersulit rakyat.

Semacam ada petunjuk bahwa regulasi atau undang-undang kebijakan tentang pandemi cenderung dibuat berdasarkan pertimbangan bisnis sekelompok orang. Inilah yang disebut dengan sistem demokrasi bercorak oligarki, yakni pemerintahan yang dijalankan oleh sekelompok orang yang mempengaruhi kebijakan negara. Akibatnya, pemerintahan yang membangkrutkan negara dan menyengsarakan rakyat.

Semua itu disebabkan karena negara mengadopsi sekularisme, yakni paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama dilarang mencampuri urusan publik. Alhasil, jauh dari agama sehingga tidak merasa diawasi Allah, perbuatannya bebas tak berbatas. Sebagaimana pendapat Abdul Kareem Newell, "Kelemahan mendasar dari sistem demokrasi sekuler adalah tidak adanya ketakutan dari pemimpin kepada Tuhannya." Hal ini mendorong pemimpin terjerumus ke sikap tiran yakni pemimpin yang zalim, lalim, dan  sewenang-wenang.

Itulah yang sekarang dipertontonkan oleh penguasa negeri ini. Rakyat dibiarkan sendiri mengurus seluruh urusannya. Rakyat harus membayar pajak yang terus naik, ironisnya masih dibebani membayar mahalnya biaya tes Covid-19. Seharusnya Testing, tracing, dan treatment (3T) yang merupakan upaya memutus rantai penyebaran virus Corona menjadi tanggung jawab negara. Harusnya negara hadir terdepan dalam pelaksanaannya tanpa mengambil keuntungan. Apalagi membebani rakyat dengan biaya selangit.
Namun, inilah realitas kesehatan dalam sistem kapitalis. Sistem yang menyengsarakan manusia selayaknya dicampakkan.

Kesehatan dalam Perspektif Khilafah

Negara Khilafah berasaskan Akidah Islam. Ini yang mendorong masing-masing individu memiliki keimanan yang kuat untuk diimplementasikan dalam perbuatannya. Yakin merasa diawasi Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Sistem yang melahirkan pemimpin amanah. Sebab, Islam mewajibkan negara agar memberikan pelayanan secara gratis terkait kesehatan yang merupakan kebutuhan pokok rakyatnya. 
Sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Imam atau khalifah adalah pengurus. Ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR. Muslim)

Islam sangat menghargai nyawa manusia. Rasulullah saw. bersabda:
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani)

Oleh sebab itu, kehadiran negara mutlak diperlukan untuk mengurusi kesehatan yang merupakan kebutuhan pokok rakyatnya. Sebagaimana kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, keamanan, dimana negara wajib menyediakan secara mudah bahkan gratis.

Dalam sistem khilafah, sumber-sumber pemasukan dan pengeluaran baitul mal sepenuhnya berlandaskan ketentuan Allah. Memandang pemenuhan kebutuhan pokok yang sifatnya mutlak atau harus dipenuhi, maka jika kekayaan negara kosong atau tidak ada untuk pembiayaan pelayanan kesehatan, negara wajib tetap bertanggung jawab memenuhinya. Negara boleh menarik pajak temporer yang dipungut dari orang-orang kaya sejumlah kebutuhan anggaran yang diperlukan.

Islam melarang bekerja sama dalam bentuk apapun dengan negara kafir harbi yang nyata memusuhi Islam. Dikhawatirkan  menjadi pintu masuk penjajahan. Misalnya muamalah, transaksi riba, dan kesepakatan yang bertentangan dengan syariat Islam. 

Islam melarang jasa kesehatan dikomersilkan, dimanipulasi, dan dikorupsi.
Khilafah akan memberikan sanksi tegas kepada semua warga negara yang melanggar aturan tanpa pandang bulu, hingga menimbulkan efek jera. Ini penting, karena  penerapan syariat secara sempurna pada dasarnya menjaga agama, jiwa, harta, keturunan, kehormatan, akal, dan keamanan.
Hanya sistem Islam yakni khilafah yang dapat menghadirkan rahmatan lil alamin dan telah terbukti selama 13 abad Islam memimpin dunia. Saatnya umat Islam bersatu memperjuangkan kembali tegaknya khilafah.
Wallaahu a'lam bishshawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post