Menyoal Permendag No. 20 Tahun 2021


Oleh: N. Vera Khairunnisa

 "Sedap jangan ditelan, pahit jangan dimuntahkan" merupakan sebuah peribahasa yang memiliki makna bahwa kita harus senantiasa berpikir matang-matang sebelum bertindak agar kelak tidak kecewa. Kalau dalam Islam, ada sebuah ungkapan filosofis "ilmu qabla amal" atau ilmu sebelum beramal, berpikir sebelum bertindak.

Peribahasa itu sangat penting untuk dijadikan sebagai pegangan setiap individu, agar apa yang mereka lakukan tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Sebab, yang nampak menguntungkan, belum tentu benar. Sebaliknya, yang nampak merugikan, bisa jadi menguntungkan. 

Terutama mereka yang berperan sebagai pemegang kebijakan, maka tidak boleh sampai membuat kebijakan yang keliru. Sebab akan merugikan masyarakat dan negara. Seperti kebijakan yang cukup ramai akhir-akhir ini, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan Pengaturan Impor. 

Dalam Permendag tersebut, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menambah kuota masyarakat untuk membawa minuman beralkohol (minol) alias minuman keras dari luar negeri untuk dikonsumsi sendiri dari tadinya 1 liter menjadi 2.250 mililiter atau 2,25 liter per orang. (cnnindonesia. com, 08/11/21)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi membatalkan peraturan tersebut, “Kami berharap Permendag ini dibatalkan, demi menjaga moral dan akal sehat anak bangsa juga kerugian negara," kata Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Muhammad Cholil Nafis, dalam keterangan tertulis, Sabtu, 6 November 2021. (tempo. co, 07/11/21)

Apa yang dikhawatirkan MUI jelas bukan hal yang mengada-ada atau berlebihan. Mengingat bahwa di Indonesia sendiri sudah begitu banyak produk miras yang bisa dengan mudah dijangkau oleh masyarakat. Hal ini karena memang negara memberikan peluang untuk hal tersebut.

Sebagai contoh, kebijakan yang masih hangat mengatur masalah miras adalah Perpres No. 10 tahun 2021 lampiran Bidang Usaha No. 44 tentang Perdagangan Eceran Minuman Keras atau Beralkohol dan No. 45 tentang Perdagangan Eceran Kaki Lima Minuman Keras atau Beralkohol.

Ketika orang dari luar negeri diberi izin untuk membawa miras, maka akan semakin menambah kuantitas miras yang ada di dalam negeri. Dengan semakin banyak kuantitas miras yang dibawa wisman, kemudian mereka berinteraksi dengan masyarakat, maka hal ini akan sangat berpengaruh terhadap moral masyarakat. Betapa banyak kejahatan terjadi karena pelakunya minum miras.

Di AS, satu lembaga yang menangani kecanduan alkohol dan obat-obat terlarang, NCADD (National Council on Alcoholism and Drug Dependence), pernah merilis laporan 40% kekerasan terjadi disebabkan faktor alkohol.

Lembaga itu melaporkan setiap tahunnya ada sekitar 3 juta tindak kekerasan. Para pelakunya dalam pengaruh minuman keras. Kejahatan itu meliputi pemerkosaan, pelecehan seksual, perampokan, dan segala bentuk kekerasan.

Selain itu, miras juga sangat berdampak buruk bagi kesehatan. Dalam laporan terbaru WHO, sebanyak tiga juta orang di dunia meninggal akibat konsumsi alkohol pada 2016 lalu. Angka itu setara dengan satu dari 20 kematian di dunia disebabkan oleh konsumsi alkohol (cnnindonesia.com, 24/09/2018).

Oleh karena itu, semestinya penolakan komponen umat tidak boleh dicukupkan pada pelonggaran kuantitas miras, tapi harus menolak secara menyeluruh masuknya miras berapapun jumlahnya. 

Penolakan juga harus dilakukan secara totalitas, bukan hanya miras yang dibawa oleh turis. Namun untuk semua produksi-distribusi miras yang ada di dalam negeri apapun alasannya, karena bertentangan dengan syariat.

Hanya saja, mungkinkan suara penolakan akan didengar? Mengingat ini negeri demokrasi, yang menjamin kebebasan dari segala sisi. Mengingat ini negeri kapitalis, yang membolehkan produk haram jadi ladang bisnis. 

Meski dalam ranah kebijakan seolah-olah dibatasi dan diawasi, namun realitasnya miras memang diperbolehkan untuk diproduksi dan dijual belikan, jika sudah mengantongi izin.

Mengapa kita masih setia dengan aturan yang jelas-jelas memberi peluang untuk terus melahirkan berbagai kejahatan dan kemaksiatan? Tidak kah kita merindukan kehidupan yang berkah dan ada dalam keridhaan Allah SWT?

Pandangan Islam Tentang Miras

Pandangan Islam mengenai miras sudah sangat jelas dan tegas, yang bisa disimpulkan sebagai berikut:

Pertama, Islam dengan tegas mengharamkan segala macam miras. Allah Swt. berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah semua itu agar kalian mendapat keberuntungan.”(TQS al-Maidah [5]: 90)

Kedua, khamr merupakan ummul khaba’its (induk dari segala kejahatan). Rasulullah SAW. bersabda:

اَلْخَمْرُ أُمُّ الْفَوَاحِشِ، وَأَكْبَرُ الْكَبَائِرِ، مَنْ شَرِبَهَا وَقَعَ عَلَى أُمِّهِ، وَخَالَتِهِ، وَعَمَّتِهِ

“Khamr adalah biang kejahatan dan dosa yang paling besar. Siapa saja yang meminum khamr bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya.” (HR ath-Thabarani)

Ketiga, Islam melarang total semua hal yang terkait dengan miras (khamr) mulai dari pabrik dan produsen miras, distributor, penjual hingga konsumen (peminumnya). Rasul Saw. bersabda,

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِى اْلخَمْرِ عَشَرَةً: عَاصِرَهَا وَ مُعْتَصِرَهَا وَ شَارِبَهَا وَ حَامِلَهَا وَ اْلمَحْمُوْلَةَ اِلَيْهِ وَ سَاقِيَهَا وَ بَائِعَهَا وَ آكِلَ ثَمَنِهَا وَ اْلمُشْتَرِيَ لَهَا وَ اْلمُشْتَرَاةَ لَهُ

“Rasulullah Saw. telah melaknat terkait khamr sepuluh golongan: pemerasnya; yang minta diperaskan; peminumnya; pengantarnya, yang minta diantarkan khamr; penuangnya; penjualnya; yang menikmati harganya; pembelinya; dan yang minta dibelikan,” (HR at-Tirmidzi)

Keempat, Islam menetapkan sanksi hukuman bagi orang yang meminum miras berupa cambukan 40 kali atau 80 kali. Ali bin Abi Thalib ra. menuturkan,

“Rasulullah Saw. mencambuk (peminum khamr) 40 kali, Abu Bakar mencambuk 40 kali, Umar mencambuk 80 kali. Masing-masing adalah sunah. Ini adalah yang lebih aku sukai.” (HR Muslim)

Kelima, untuk pihak selain yang meminum khamr, maka sanksinya berupa sanksi ta’zir.  Bentuk dan kadar sanksi itu diserahkan kepada kepala negara atau hakim, sesuai ketentuan syariat. Tentu sanksi itu harus memberikan efek jera.

Produsen dan pengedar khamr haruslah dijatuhi sanksi yang lebih keras dari peminum khamr. Sebab mereka menimbulkan bahaya yang lebih besar dan lebih luas bagi masyarakat.

Karena itu miras haram dan harus dilarang secara total. Tidak ada pembatasan dan pengaturan sebagaimana dalam sistem hari ini. Dan inilah sebagai bukti bahwa sistem Islam mampu menjaga kesehatan jiwa dan raga. Wallahua'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post