Melegalkan Consent Sexual, Mencetak Kampus Liberal?


Oleh Ummu Zhafran
Pegiat Literasi

Mengherankan.  Banyak pihak tak menyangka bakal ada Permen PPKS  (Peraturan Menteri tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus) No. 30 Tahun 2021 yang kontennya kini viral.  

Konon aturan Menteri kali ini bertujuan mengatasi kejahatan seksual yang marak di kampus. Namun beberapa pasal di dalamnya justru menuai kontroversi, beraroma liberal bahkan ditengarai melegalkan zina.  

Bermula dari diksi _consent_ atau ‘persetujuan’ yang termuat dalam Permen tersebut.  Seperti yang dilansir dari laman republika, pasal 5 Ayat (2) Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021  memuat frasa “tanpa persetujuan korban.” Misalnya beberapa kalimat seperti memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban. (republika.co.id, 8/11/2021)

Menanggapi hal ini Diktilitbang PP Muhammadiyah resmi meminta agar PerMendikbudristek ini dicabut. Sebabnya antara lain mendegradasi substansi kekerasan seksual, yang mengandung makna dapat dibenarkan apabila ada 'persetujuan korban (consent).'Termasuk juga  menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. (suara.com, 9/11/2021) 

Dengan kata lain bila yang dijerat dengan aturan ini adalah yang berbuat tanpa persetujuan, bagaimana dengan yang sama-sama setuju bahkan suka sama suka? Di sinilah relevansinya tudingan liberal yang dialamatkan pada peraturan ini.  Sebab zina tetaplah zina yang haram hukumnya, baik dengan atau tanpa persetujuan sepanjang dilakukan di luar nikah. Lalu atas dasar apa menyederhanakan persoalan halal dan haram menjadi sebatas setuju dan tidak setuju?

Sampai di sini wajar bila Diktilitbang PP Muhammadiyah di laman yang sama menyatakan aturan tersebut mengandung pengingkaran terhadap nilai agama dan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa yang notabene bertentangan dengan visi pendidikan itu sendiri. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945  
bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan. (suara.com, 9/11/2021)

Sebagai agama yang mayoritas dianut di negeri ini, memang sudah selayaknya Islam dijadikan referensi dalam mewujudkan keimanan dan ketakwaan seperti yang tersebut dalam UU di atas. Sayang, paham sekularisme yang mulai mengakar jadi penghalang.  Peran syariah dikerdilkan sebatas ibadah, seolah gagap memberi solusi atas problem hidup manusia secara menyeluruh.  Akibatnya, jalan liberal yang ditempuh dengan gaya hidup semaunya dan menolak tunduk pada aturan agama.Tak peduli meski harus menggadai iman yang bersemayam di dada dan mempertaruhkan keselamatan dunia akhirat. Lantas seperti inikah yang kita inginkan jadi wajah mahasiswa mahasiswi generasi muda harapan bangsa?

Padahal kampus sejak dulu diposisikan sebagai  institusi yang siap menggembleng calon-calon pemimpin masa depan. Dari kampus diharapkan lahir sumber daya manusia yang beriman, bertakwa, dan berkarakter mulia. Merekalah mata-mata air peradaban yang diharapkan mampu mengalirkan ilmu, manfaat, dan sebagai penggerak perbaikan dan perubahan di tengah-tengah umat.

Adanya Permen PPKS langsung maupun tidak langsung justru kontraproduktif dengan apa yang menjadi visi dan misi luhur kampus di atas.   Sebab selama sekularisme terus dibiarkan bercokol di tengah umat, hal mustahil membasmi pergaulan bebas, pelecehan dan segala bentuk kekerasan seksual.

Maka membuang sekularisme yang mendasari ideologi kapitalisme ke dalam tong sampah peradaban merupakan satu-satunya pilihan logis dan solusi demi menyelamatkan generasi. Sebagai gantinya, terapkan Islam yang datang dari Sang Maha Pencipta.Tak hanya agama ritual, Islam juga pedoman hidup yang mengatur kehidupan individu, berbangsa dan bernegara. Sejarah membuktikan sistem Islam  mampu mencetak manusia dengan kepribadian mulia dan banyak ilmuwan hebat yang berdedikasi tinggi.

Kampus-kampus yang berdiri pada masa Islam berhasil menjadi mercusuar dunia selama berabad-abad dengan segudang prestasi dan ilmu. Sungguh pencapaian yang belum pernah dapat ditandingi oleh peradaban mana pun. Al Azhar di Mesir, salah satu contohnya.  

Dengan menerapkan Islam kafah yang juga konsekuensi iman, bukan tak mungkin episode kegemilangan peradaban dunia dapat terulang kembali. Bahkan lebih bersinar dari sebelumnya. Kampus bakal mampu menjalankan tugas mulianya, menjadi pusat riset dan keilmuan yang tak henti menebar manfaat bukannya kerusakan di tengah umat. Wallaahu a’lam

Post a Comment

Previous Post Next Post