Lemahnya Negara Lindungi Ulama dan Tempat Ibadah

Oleh: Khoiriyatunnisa

Aktivis Dakwah di Kota Depok

 

“Polres Tanjungbalai tengah mengusut kasus perusakan Masjid Taqwa di Tanjungbalai Selatan  Sumatera Utara”. “Masjid Ahmadiyah  Sintang, Kalbar dirusak dan dibakar awal bulan Septermber 2021”. “Musala Darusallam di Kabupaten Tangerang dirusak”. “Dalam delapan hari terakhir, setidaknya ada empat orang tokoh agama di berbagai daerah diserang. Ada yang meninggal dunia akibat penyerangan”.

Miris. Fakta di atas mengungkap terjadi serangan terhadap ulama dan tempat ibadah. Bukan saja diolok-olok bahkan nyawanya terancam. Sebagian dari mereka ada yang dianiaya di rumah, di masjid, bahkan di tempat terbuka di tengah panggung dakwah. Sebagian luka-luka, sebagian lagi bahkan dianiaya hingga wafat. Keadaan ini menggambarkan para ulama dan tokoh Islam belum bebas dari ancaman. Sedihnya, pelaku setelah diperiksa polisi katanya ‘orang gila’ dan akhirnya dilepas. Tak habis pikir, bagaimana mungkin seseorang yang tidak memiliki akal bisa tahu jika yang dia serang seorang ulama.

Selama ini  juga tidak terlihat upaya kepolisian mencegah kasus kejahatan atau tidak ada upaya penindakan tegas kepada pelaku. Tak heran kasus ini kerap terjadi dan dianggap biasa. Terlihat negara juga lemah dan berlepas tangan dalam hal melindungi ulama dan tempat ibadah dari aksi kriminal. Alih-alih masyarakat harus berjuang sendiri untuk merasa aman. Inilah yang kita dapat ketika hidup bukan dalam sistem Islam.

Mengutip dari Hadits at-Tabrani, “kematian seorang ulama digambarkan sebagai musibah besar. Bagaikan bintang yang padam, bahkan meninggalnya satu isi kampung lebih ringan dibanding meninggalnya seorang ulama. Peran ulama tidak sepele terlebih di zaman sekarang ini, zamam ketika umat  dalam belenggu ikatan sistem kapitalis dan sekuler. Sistem ini membuat umat menjadi budak hawa nafsu, pergaulan bebas, menjalankan riba, zina dan lain sebagainya.

Padahal, ulama sebagai pewaris para nabi. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Riwayat at-Tirmidzi, Ahmad, ad-Darimi, Abu Dawud dan Ibnu Majah.

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Sungguh ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Siapa saja yang mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.”

Ulama adalah pewaris para nabi yang mewariskan ilmu. Berkat seorang ulama ia mampu mengemban tugas untuk meluruskan pemikiran-pemikiran yang salah dan dengan ilmunya mampu membangkitkan umat secara menyeluruh. Dalam dakwahnya ulama memiliki tugas berat, menolak dan menyangkal ideologi-ideologi batil dengan berusaha menjelaskan kerusakan dan kepalsuan, menghancurkan dan menggantinya dengan ideologi yang benar. Bersama umat ulama bisa bersatu untuk mewujudkan kembali kehidupan Islam.

Nah, penjagaan menyeluruh tidak hanya untuk ulama dan tempat ibadah akan terealisasi dalam sistem Islam, tapi tegaknya sanksi selain bersifat pencegah dari kejahatan juga sebagai penebus dosa.  Karena penerapan hukum-hukum Islam memiliki tujuan memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara keturunan, memelihara harta dan memelihara akal. Tentu semua akan didapat ketika khilafah Islam ada. []

Post a Comment

Previous Post Next Post