Problematika Pembiayaan Pendidikan di Indonesia


Oleh: Diana Nofalia, S.P

Guru atau pendidik adalah pondasi dari bangunan masa depan pendidikan sebuah negeri. Berkaca pada sejarah Jepang yang pernah terpuruk dengan hancurnya kota Nagasaki dan Hiroshima oleh bom Amerika. Pada saat itu Kaisar Hirohito mengumpulkan semua jendral masih hidup yang tersisa menanyakan kepada mereka “Berapa jumlah guru yang tersisa?“. Dalam hal ini kita dapat menyimpulkan bahwa betapa bernilainya seorang guru di mata Kaisar saat itu untuk membangun negaranya kembali.

//Potret Buram Pembiayaan Pendidikan//

Kebijakan penerimaan Pegawai Pemerintah  dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang dilaksanakan pemerintah menuai kritik dan pertanyaan dari tokoh masyarakat. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat Irwan Fecho mengkritik pengangkatan proses guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang harus melalui seleksi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dia berpandangan proses pengangkatan guru honorer menjadi PPPK seharusnya dilakukan berdasarkan masa pengabdian seseorang sebagai guru. Menurutnya, guru yang telah cukup masa mengabdinya seharusnya tidak mengikuti proses seleksi lagi karena akan mengalami kesulitan bersaing dengan guru yang masih muda masa pengabdiannya. 

"Seharusnya dilakukan pengangkatan secara langsung bukan melalui proses seleksi tapi di lihat masa pengabdiannya para guru itu," ujar Irwan kepada wartawan, Minggu (19/9/2021).

Irwan menyayangkan pemerintah masih membiarkan guru-guru honorer yang cukup masa pengabdiannya mengikuti proses seleksi PPPK serta CPNS hanya untuk memperoleh kesejahteraannya. (https://nasional.sindonews.com/read/545032/15/pengangkatan-guru-honorer-harus-lewat-seleksi-menuai-kritikan-1632046180)

Berbagai macam permasalahan pendidikan di Indonesia hakikatnya berakar pada sistem kapitalisme-sekular yang diterapkan di negeri ini. Guru sebagai pondasi pendidikan masyarakat, sampai saat ini kesejahteraaannya masih dipertanyakan. Beban pendidikan generasi yang berada di pundaknya seakan tidak menjadi suatu hal yang penting untuk diutamakan. Sehingga kebijakan yang memperkerjakan guru berbasis kontrak seakan mengokohkan persepsi tersebut.

Demi kemajuan bangsa, idealnya sistem pendidikan harus dikelola dengan matang. Kebutuhan tenaga pendidikan; mulai dari perencanaan, anggaran dan sistem penerimaannya harusnya betul-betul dipersiapkan dengan rapi.

Fakta yang terjadi adalah kita kekurangan guru, tapi pemerintah tak punya cukup anggaran untuk menggaji mereka. Beberapa daerah masih kekurangan guru, dengan rasio guru-murid masih di bawah standar yang ditetapkan.

Disebabkan tidak punya anggaran untuk menambah pegawai baru. Solusi daruratnya adalah dengan mempekerjakan guru-guru itu dengan sistem kontrak berjangka. Pendidikan diselenggarakan secara darurat. Mirisnya situasi darurat itu sudah berlangsung bertahun-tahun.

Sistem ini sesungguhnya tidak layak untuk menjamin kesejahteraan para pendidik yang perannya sangat penting demi kemajuan suatu bangsa. Sistem kontrak berjangka tersebut di dalam dunia Industri sangat ditentang oleh para buruh. Dengan sistem kontrak berjangka, pemberi kerja tidak perlu dibebani oleh beban jangka panjang yang melekat pada pegawai tetap. Mereka bisa memutus kontrak ketika masanya sudah berakhir. Ironisnya, sistem ini justru dijalankan pemerintah dalam dunia pendidikan. Apakah layak Dunia pendidikan memakai sistem perburuhan seperti ini?

//Manajemen SDM pendidik dan tenaga pendidikan dalam Islam//

Negara harus menyediakan pendidikan bagi calon-calon pendidik agar selalu tersedia tenaga pendidik sesuai kebutuhan. Selain itu, negara perlu menyediakan fasilitas yang memungkinkan para pendidik terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan agar ilmu yang diajarkan selalu bisa mengikuti perkembangan yang terjadi; juga memungkinkan pendidik bisa terus meningkatkan kemampuan dan kreativitasnya dalam mendidik.

Yang tidak boleh dilupakan adalah menjamin kesejahteraan pendidik dan tenaga pendidikan. Rasulullah saw. bersabda;

_Barangsiapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak memiliki istri maka hendaklah ia menikah; jika ia tidak memiliki pembantu maka hendaklah ia mendapatkannya; jika ia tidak memiliki rumah; maka hendaklah ia mendapatkan rumah; jika ia tidak memiliki hewan tunggangan maka hendaklah ia memilikinya. Barangsiapa yang mendapatkan selain itu maka ia telah melakukan kecurangan._ (HR Ahmad).

Hadis di atas menunjukkan bahwa sebagai pegawai negeri, tenaga pendidik berhak mendapatkan gaji dan fasilitas perumahan, pembantu dan kendaraan. Gambaran bagaimana Islam menjamin pendidikan terbaik adalah standar gaji guru yang mengajar anak-anak pada masa pemerintahan Umar bin al-Khaththab sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas) atau setara dengan 5.700.000,- rupiah dan diikuti oleh para khalifah berikutnya.

Demikianlah gambaran Islam dalam menjamin kesejahteraan para pendidik dan tenaga pendidikan. Semoga negara kita ini dapat berbenah lagi menuju sistem pendidikan yang Islami demi tercapainya kemajuan bangsa yang lebih baik.

Wallahu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post