Solusi Covid-19: Serba Mendesak dan Darurat


Oleh : Khansa Mustaniratun Nisa
(Mentor Kajian Remaja)

Sudah lebih dari satu tahun Indonesia berkutat dengan pandemi Covid-19. Langkah demi langkah telah dilakukan pemerintah guna mencegah penularan virus ini, mulai dari PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hingga kini PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat. Mampukah kebijakan kali ini benar-benar menjadi penutus rantai penyebaran Covid-19?

PPKM mulai diberlakukan tanggal 3 hingga 20 Juli 2021 mendatang. Sejumlah daerah telah mempersiapkan langkah strategis untuk menekan laju penularan Covid-19 di wilayah. Salah satunya Pemerintah Kabupaten Bandung yang rela merefocusing anggaran sebesar Rp80 miliar untuk penanganan Covid-19 selama PPKM diberlakukan. (jabar.idntimes.com, 2/7/21)

Bupati Bandung Dadang Supriatna mengatakan, dana sebesar 80M adalah anggaran belanja pegawai bulan November dan Desember yang dipinjam untuk penanganan Covid-19. Anggaran tersebut akan digunakan untuk menangani sejumlah kegiatan seperti pengoptimalan peran serta satgas Covid-19, dan yang paling mendesak saat ini adalah belanja peti mati dan kain kafan. Mengingat tingkat kematian meningkat dalam beberapa waktu terakhir. (ayobandung.com, 1/7/21)

Kapitalisme Akar Masalahnya

Sungguh kondisi yang sangat mengkhawatirkan, sampai-sampai pinjam dana alokasi belanja pegawai, walaupun Pemkab menjanjikan pengembalian uang dengan melakukan penganggaran ulang dalam APBD perubahan. Namun pertanyaannya, jika dana habis sementara pandemi tak kunjung usai, dari mana lagi sumber dananya?

Anggaran yang dipinjam untuk menjalankan PPKM pun bukan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan primer masyarakat. Skema penyelamatan ekonomi dapat saja melalui mekanisme utang. Namun, harus dipahami bahwa utang harus sesuai syariat.

Meski solusi pragmatis atasi pandemi tetap dijalankan oleh masyarakat, hal itu tidak akan cukup untuk menangani pandemi. Inilah potret buram penerapan sistem kapitalisme. Setiap kebijakan yang dikeluarkan tetap akan memunculkan benturan dengan kepentingan-kepentingan lainnya.

Islam Solusi Tuntas Atasi Pandemi

Dalam konsep sistem kesehatan Islam, negara mengobati pasien penderita wabah secara gratis, profesional dan tidak mendasarkan pelayanan pada “kembalinya uang”.

Jika kondisi pandemi dianggap sebagai salah satu sebab terguncangnya ekonomi karena mandeknya transaksi ekonomi, Islam telah menetapkan bahwa dalam situasi wabah, penting bagi negara untuk berupaya semaksimal mungkin untuk memisahkan orang sehat dengan orang sakit.

Dalam bahasa kekinian dikenal dengan upaya memasifkan 3T, yakni testing, tracing, dan treatment. Hal ini tentu wajib didukung dengan kelengkapan sarana dan dana yang bersumber dari Baitulmal. Jika kas Baitulmal kosong, negara dibolehkan untuk memobilisasi pengumpulan dana dari kalangan orang kaya (aghniah).

Selain itu, pendapatan negara tetap berasal dari fai, ghanimah, anfal, kharaj dan jizyah. Serta pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya seperti usyur, khumus, rikaz dan tambang.

Dengan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, sangat besar peluang negara ini untuk memulihkan ekonomi nasional. Sayangnya, pemimpin yang sekuler dan sistem kapitalisme telah membuat negeri ini bangkrut di tengah keberlimpahan sumber daya alam.

Khatimah

"Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya." (HR. Bukhari)

Hadits tersebut menjadi dasar bagi setiap pemimpin di sistem Islam dalam menjalankan amanahnya. Walhasil, Khalifah akan selalu berupaya semaksimal mungkin mengurus kepentingan rakyatnya karena didasari rasa takut akan pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Wallaahu a'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post