PPKM Darurat: Covid-19 Meledak, Islam Solusi Tuntas!

Oleh: CahyaPena

Sudah setahun lebih covid-19 melanda dunia. Virus itu pertama kali melanda negeri Tirai Bambu kemudian menyebar diberbagai negeri termasuk bumi pertiwi tahun 2020. Angka korban pandemi covid-19 semakin hari semakin menjadi. Lonjakannya semakin meningkat dan meroket tajam. 

Pada tanggal 6 Juli 2021, dari laman facebook Kementerian Kesehatan RI dilaporkan bahwa korban positif covid-19 sebanyak 2.345.018 orang dengan kenaikan sebanyak 31.189 orang. Angka korban paling banyak dari yang sebelum-sebelumnya. Belum lagi yang meninggal dunia sudah mencapai 61.868 dengan peningkatan 728 korban.

Banyak pihak yang menyarankan untuk menerapkan lockdown atau penguncian wilayah. Akan tetapi, pemerintah menimbang kembali dengan berbagai macam program atau tawaran kebijakan lain seperti PSBB, New Normal, kebijakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang banyak ragamnya seperti Transisi, Mikro Lockdown, dan Mikro. Melihat tajamnya lonjakan korban positif covid-19 tersebut, kebijakan PPKM berskala mikro berubah lagi menjadi PPKM Darurat yang dinilai dapat menekan korban positif covid-19. Kebijakan ini mulai diterapkan tanggal 3 Juli. 

Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Panjaitan menjelaskan bentuk kebijakan PPKM Darurat ini, seperti perkantoran yang bergerak di sektor non esensial wajib 100% menerapkan work from home (WFH), sedangkan di sektor esensial boleh bekerja di kantor untuk kapasitas 50% dengan prokes yang ketat. Sama halnya dengan kebijakan pusat perbelanjaan dan ritel yang masih diperbolehkan dengan prokes dan operasional yang dibatasi dengan kapasitas pengunjung 50%.

Kemudian, tempat makan ketentuannya yaitu pelanggan bisa makan di tempat dengan ketentuan memenuhi kapasitasnya 50%. Kegiatan peribadatan di masjid saat pemberlakuan PSBB ditutup sementara, sedangkan PPKM ini dibuka dengan kapasitas 50%. Untuk sekolah, kebijakannya masih pembelajaran jarak jauh. Kegiatan perkawinan selama kebijakan PPKM hanya boleh dihadiri 30 orang saja dan tidak boleh menyiapkan makan di tempat, kecuali di tempat tertutup, atau dibawa pulang. Transportasi, kapasitas penumpang maksimal 70%. (bbcindonesia.com, 1/7/2021)

Sebelum kebijakan ini diberlakukan, sudah banyak pakar menilai bahwa kebijakan ini tidak efektif untuk menekan lonjakan korban covid-19 karena tidak jauh berbeda dengan kebijakan-kebijakan sebelumnya. Kebijakan ini memberikan kelonggaran terhadap aktivitas masyarakat. Akibatnya, terjadi lonjakan yang lebih parah dari sebelumnya. Belum lagi terkait masalah vaksinasi yang menimbulkan banyak pro kontra di tengah kehidupan masyarakat. Ragu akan keamanan, efikasi, kehalalan dan lain sebagainya. 

Sehingga kebijakan-kebijakan yang dibuat selama ini tidak menimbulkan efek positif yang fokus menekan lonjakan covid-19 atau ketenangan atas hidup rakyat tetapi malah memancing kemarahan yang dinilai menzalimi, atau yang kita kenal dengan kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat. Misalnya Undang-undang Omnibus Law, Perpu Corona, Undang-undang minerba, Undang-undang Pajak, korupsi dana Bansos, juga pelemahan KPK di tengah pandemi yang dinilai dapat memunculkan bibit–bibit atau melanggenggkan para koruptor. Dan masih banyak ketidakadilan yang ditampakkan atau bentuk kebijakan pemerintah yang pro terhadap para korporasi. Oleh sebab itu, terjadiah peristiwa ketidakpercayaan masyarakat secara besar-besaran pada pemerintah saat ini yang tidak serius menangani wabah atau buruknya pengurusan penguasa pada rakyat, sehingga memunculkan pecahnya hubungan antara penguasa dan rakyatnya. 

Wajar jika semua ini terjadi karena semua bentuk kebijakannya berkiblat pada sistem kapitalisme sekuler yang mengutamakan suprasistem, seperti politik dan ekonomi daripada nyawa manusia. Apalagi ekonomi Indonesia berada pada posisi resesi, sehingga mengharapkan pemerintah untuk mau memenuhi kebutuhan masyarakat selama pandemi dan menerapkan kebijakan lockdown sangat mustahil terjadi.

Permaslahan ini berawal karena memang sudah lama syariat Islam dicampakkan, memakan makanan yang haram, tidak dipisahkannya orang sakit dengan orang sehat, dianggap remehnya corona bahwa warga Indonesia kebal atas corona. Corona hanyalah konspirasi dan lain sebagainya. Maka demikian, Kebijakan PPKM bukanlah hasil kebijakan yang dicontohkan dari Islam itu sendiri, karena kebijakan ini hanya melihat keuntungan dan materil semata, serta sangat kental dan memenuhi permintaan korporasi. Sehingga apa yang terjadi? Bibit permasalahan semakin banyak bahkan tidak terselesiakan. 

Sebagai seorang muslim, maka seharusnya kembali pada hakikatnya sebagai hamba-Nya yang memperjuangkan dan menerapkan kembali Syariat Islam. Dengan syariat Islam, semua keberagaman bentuk permasalahan saat ini mampu terselesaikan. Sebagaimana yang dicontohkan Rasul SAW dan para Sahabatnya dalam menangani pandemi serta lebih mengutamakan kepentingan dan keselamatan rakyatnya. 

Allah SWT berfirman yang artinya:
 
"Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam."
(TQS. Al-Anbia [21]: 107)

Dan,
"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? "(TQS. Al-Maidah {5}: 50).

Wallaahu a'lam. 

Post a Comment

Previous Post Next Post