PPKM Darurat, Benarkah Kebijakan Efektif Menghentikan Covid-19?


Oleh Neneng Sriwidianti
Pengasuh Majelis Taklim dan Member AMK

Sudah satu tahun lebih negara ini terkungkung oleh virus Corona. Penyebarannya semakin masif dari hari ke hari, bahkan beberapa pekan terakhir meroket tajam. Data 30 Juni 2021, kasus  positif Covid-19 bertambah 21.807 orang. Jika ditotal, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah menjangkit 2.178.272 orang.

Akhirnya untuk menghentikan kasus Covid-19 yang semakin masif, pemerintah mengumumkan aturan baru pengetatan yang bernama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Aturan ini berlaku pada 3 Juli hingga 20 Juli 2021 untuk wilayah Jawa dan Bali. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat menekan laju penyebaran kasus Covid-19 di Tanah Air yang kian memprihatinkan. (Merdeka.com, 1/7/2021)

Pengetatan aktivitasnya antara lain mencakup 100 persen WFH untuk nonesensial, 50 persen WFO untuk sektor essensial, dan 100 persen WFO untuk sektor kritibel, kegiatan belajar mengajar 100 persen daring. Sedangkan swalayan, toko, pasar dibatasi hingga jam 20. 00 dengan kapasitas pengunjung 50 persen. Serta kartu Vaksin untuk yang melakukan perjalanan. (tempo.co, 2/7/2021)

Kebijakan PPKM Darurat  yang diambil pemerintah, sebetulnya bukanlah kebijakan baru yang efektif menghentikan wabah. Hanya nama saja yang berubah mulai dari PSBB, PPKM Mikro dan kini PPKM Darurat, tetapi kebijakan yang diambil tetap sama yaitu kapitalistik liberal ditambah dukungan UU Cipta Kerja yang zalim. Kebijakan yang diambil pun hanya menguntungkan segelintir orang, sebaliknya rakyat  semakin menderita di tengah kasus Covid-19 yang makin menggila. Bukan hanya menderita secara fisik karena sulitnya memenuhi kebutuhannya tetapi banyaknya korban jiwa yang melayang akibat abainya penguasa. 

Kritik pun datang dari para pakar atas kebijakan ini, yang dinilai tidak akan berhasil menghentikan Covid-19. Menurut Dickky Budiman, ahli Epidemiolog dan Griffith University, PPKM Darurat tidak akan efektif. Kerancuan dengan adanya zonasi-zonasi, esensial dan tidak esensial ini saja akan menimbulkan multitafsir. Sehingga tidak akan mampu menjawab persoalan wabah yang semakin kritis.

Sementara Direktorat Utama Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, pertumbuhan ekonomi kwartal III diperkirakan bisa berkontraksi lebih dalam dan itu memicu terjadinya PHK masal. Kebijakan ini pun akan memukul UMKM yang sudah mulai bangkit, kembali terpuruk dengan adanya kebijakan tersebut.

Lain lagi apa yang dikatakan Anggota DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, ia menilai perlu ada definisi jelas dari kebijaksanaan PPKM Darurat. Sebab jika implementasinya sama seperti PPKM mikro, maka hasil di lapangan tak ada perubahan signifikan. Karena PPKM sebelumnya telah dinilai tidak berhasil.

Ditambah lagi, masyarakat semakin geram terhadap ketidakadilan yang dipertontonkan. Di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, rakyat dikejutkan oleh beredarnya video masuknya tenaga kerja asing (TKA) Cina melalui Bandar Sultan Hasan udin, Makassar, Sulawesi Selatan. Masuknya TKA Cina ini, membuat masyarakat meradang. Rakyat diminta mengurangi dan membatasi keluar rumah, tetapi TKA dibiarkan melenggang masuk dengan alasan proyek strategis.

Kebijakan yang dikeluarkan juga sungguh sangat menyakitkan bagi masyarakat. Ketidakadilan dipertontonkan di depan mata. Salah satu contoh kasusnya HRS yang divonis empat tahun penjara dengan alasan yang dibuat-buat. Berbeda ketika kasusnya terjadi pada pejabat dan jajarannya, bebas tak tersentuh hukum walau nyata melanggar prokes.

Rangkaian peristiwa yang terjadi, menimbulkan krisis kepercayaan  di tengah masyarakat. Umat semakin muak terhadap penguasanya. Sehingga wajar, apa pun imbauan yang digulirkan pemerintah tidak diikuti oleh rakyat, yang ada malah menimbulkan masalah baru, yaitu semakin memanasnya perseteruan antara rakyat dan penguasa. Alih-alih membawa kebaikan, tetapi justru menimbulkan ada adu  urat di antara rakyat dan aparat.

Inilah, bukti lemahnya aturan manusia yang diterapkan saat ini. Semestinya penguasa sadar, hanya aturan Islam kafah yang bisa menyelesaikan masalah Covid-19 ini dengan tuntas. Penerapan Islam kafah ini, hanya akan terwujud dalam naungan khilafah Islamiyah, sebuah sistem kehidupan yang datang dari Zat Yang Maha Mengetahui.

Wallahu a'lam bishshawsb

Post a Comment

Previous Post Next Post