Orang Kaya Terjerat Narkoba, Akankah Hukum Tajam Kepada Mereka?

Oleh Ummu Raihan
(Pegiat Literasi)

Bisnis narkoba memang sangat menggiurkan. Selalu saja ada para pengedar yang mencari pelanggan agar jualannya laku. Pelanggan narkoba bukan saja dari kalangan remaja yang ingin mencari jati diri atau korban broken home. Orang yang mapan kehidupannya pun tak luput dari jeratan narkoba. Kemewahan yang dimiliki tidak mampu menjamin hidupnya terhindar dari stres.

Sebagaimana kasus yang di alami oleh salah satu pesohor negeri ini. NR  dan suaminya, AB. Pasangan suami-istri ini, diamankan pihak berwajib karena ketahuan mengkonsumsi sabu-sabu. Alasan mereka memakai narkoba sangat simpel, yaitu banyak mendapatkan tekanan hidup selama masa pandemi Covid-19.(tempo.com, 8/7/2021).

Padahal kedua pasangan ini terkenal memiliki kekayaan yang begitu banyak. Semua keinginannya pasti terpenuhi, akan tetapi sayang kekayaan yang dimiliki tidak mampu membawa mereka dipintu kebahagian. Kehidupan artis tak pernah luput dari narkoba, meskipun tidak semua artis bersahabat dengan narkoba tetapi aparat keamanan sudah sering mengamankan artis yang tersandung narkoba. Mereka lakukan hal itu mungkin stres memikirkan jadwal kerja yang begitu padat.

Artis pemakai narkoba ini membawa dampak buruk bagi generasi muda saat ini, karena diantara generasi muda ada yang menjadi fans para artis tersebut. Karena terlalu ngefans, banyak diantara mereka mengikuti gaya hidup sang idola. Hal ini bukanlah contoh yang baik bagi generasi muda. Begitu pula apa yang dilakukan pasangan artis NR dan AB, terutama untuk anak-anak mereka.

Namun, dibalik tertangkapnya pasangan ini, publik ragu terhadap ketegasan yang diberikan oleh penegak hukum, jangan sampai penyelidikannya berhenti ditengah jalan. Pasalnya, pengacara keduanya mengajukan agar pasangan ini direhabilitasi. Menurutnya mereka adalah korban. (kompas. com, 10/7/2021)

Untuk menghilangkan kecurigaan publik, pihak kepolisian membantah, bahwa pihaknya tetap melanjutkan proses hukum pasangan suami istri ini. Hal ini diungkapkan oleh Kapolres Jakarta Pusat Kombes Hengki Haryadi, "Dalam Pasal 127 sebagaimana yang hasil penyelidikan kami tentang pengguna narkoba diwajibkan untuk rehabilitasi, itu adalah kewajiban undang-undang. (merdeka.com, 10/7/2021).

Keraguan publik akan ketegasan aparat keamanan ini bukan tanpa alasan. Karena sudah menjadi rahasia umum, jika yang menjadi pelaku adalah orang kaya atau pihak tertentu akan diringankan bahkan kasusnya hilang dari penyelidikan. Ada juga tetap berjalan sesuai prosedur, akan tetapi hasil akhirnya mendapatkan keringanan hukum. Keringanan tersebut diantaranya karena memiliki anak, dan berbagai  alasan yang lain.

Misalnya, sanksi yang diberikan kepada jaksa pinangki. Jaksa Pinangki mendapatkan potongan hukuman, dari 10 tahun penjara dipangkas menjadi  empat tahun penjara karena masih memiliki anak. Padahal ia adalah seorang koruptor. Namun pada saat yang sama, penegak hukum di negara ini, memutuskan hukuman kepada seorang ulama dengan tuduhan melanggar protokol kesehatan. Tidak ada pertimbangan sama sekali.

Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas, sangat terlihat dalam sistem saat ini. Jika yang menjadi pelaku adalah kalangan bawah, penegak hukum sangat cepat bergerak. Hukuman yang diberikan juga berat. Tidak ada lagi pertimbangan lain yang diberikan kepada pelaku, seperti Pinangki. Meskipun sang terdakwa seorang ibu. Misalnya seorang ibu di Sangihe mendekam dipenjara bersama anaknya, (okezone.com, 10/5/2020). Selain itu, ada juga seorang ibu di Aceh mendekam dipenjara bersama bayinya, (kompas.com, 27/2/2021).

Begitu pula dengan pengguna narkoba, jika posisi NR dan suaminya adalah warga kelas bawah, besar kemungkinan akan langsung ditahan. Tidak ada pengajuan asesmen untuk rehabilitasi. Juga tidak ada pertimbangan yang lain, salah satunya memiliki anak.

Kurangnya ketegasan ini, juga didukung sistem yang ada. Sistem demokrasi lahir dari akal manusia semata. Agama dipisahkan dari kehidupan. Aturan dari agama diambil ketika melakukan ibadah ritual. Sedangkan aturan kehidupan diserahkan kepada akal manusia, sehingga aturan yang ditetapkan bisa diotak-atik, direvisi sesuai dengan keinginan para pembuat hukum atau yang memesan.

Alhasil, walaupun menggunakan UU yang sama untuk kasus yang sama pasti hasil akhirnya berbeda. Maka wajarlah hukum akan tumpul keatas dan tumpul kebawah. Karena aturan bisa direvisi dan juga diutak-atik, sehingga segala tindakan yang merugikan masih ada, salah satunya narkoba yang semakin subur dinegara ini. Jika sanksi yang diberikan tegas, pasti para pengedar dan pengguna narkoba juga bandar tidak ada lagi. Akan tetapi, bandar narkoba seakan dipelihara oleh sistem.

Ketimpangan hukum ini senantiasa akan ada, selama sistem kapitalisme masih ada. Keadilan hukum tidak bisa didapatkan pada sistem saat ini. Keadilan itu ada jika negara ini menerapkan sistem yang bersumber dari Sang Pencipta manusia, yaitu sistem Islam. Manusia diciptakan dengan segala kekurangan, sehingga Allah Swt membuatkan aturan agar manusia tidak berselisih pendapat terhadap masalah yang dihadapi.

Aturan yang dibuat tersebut ada dalam Al-Qur'an. Sehingga tidak akan ada intervensi dari orang-orang yang berkepentingan. Maka seorang yang terpilih menjadi pemimpin, ketika menjalankan roda pemerintahan akan sesuai dengan aturan yang sudah diturunkan oleh Sang Pencipta. Begitu pula sanksi yang diberikan kepada pelaku kriminal.

Narkoba adalah barang haram, dan tidak ditentukan hukuman apa yang diberikan kepada Pelaku, pengguna dan bandar narkoba. Maka sanksi yang diberikan adalah  ta'zir. Bentuk ta'zir yang diberikan tergantung keputusan pemimpin, bisa dalam bentuk

Dibunuh, dicambuk, dipenjara, dibuang, didenda, diambil hartanya, diembargo, ancaman, dicabut pekerjaannya dan dipermalukan. Begitulah sanksi yang diterapkan dalam Islam. Sanksi ini tidak bisa lagi diutak-atik dengan berbagai alasan. karena Allah sendiri sudah mengingatkan umatnya melalui Q.S Al-Maidah ayat 50 yang artinya:  "Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)"?

Wallahu a'lam bishawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post