Mengapa Berulang Kasus Dana Tidak Tepat Sasaran


Penulis : Rahmawati, S.Pd
 (Aktifis Muslimah Kalsel)

Tirto.id-Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menyatakan penyaluran Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang dilaksanakan Kementerian Koperasi dan UKM dalam rangka penanganan dampak Covid-19 tidak tepat sasaran. Laporan Iktisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020 BPK mencatat Rp1,18 triliun terdistribusi untuk 414.590 pemerintah bermasalah. Berdasarkan catatan BPK, dana BPUM yang gagal disalurkan ke penerima belum dikembalikan ke kas negara sebesar Rp23,5 miliar dan double debet pada penerima BPUM ke rekening RPL pada 2 dan 8 Maret 2021 sebesar RP43.200.000. Sampai dengan pemeriksaan terakhir, dana BPUM gagal salur sebesar Rp42.200.000.

Sekretaris Komenkop UKM Arif Rahman Hakim membenarkan laporan IHPS II tersebut. Ia mengklaim BPK telah membenahi hal tersebut sejak Maret 2021. Bahkan atas tindak lanjut itu, laporan keuangan Kemenkop UKM meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP). “Kami sudah menindaklanjuti yang direkomendasikan BPK. Dana tersebut masih tertahan di bank penyalur dan sudah dikembalikan ke kas negara,” ujar Arif kepada reporter Tirto, Kamis (24/6/2021). Penyaluran tidak tepat sasaran ini, menurut Arif disebabkan oleh dua faktor yakni, tidak adanya database tunggal terkait UMKM dan pandemi Covid-19. Waktu pendataan dan penyaluran yang sangat terbatas sebagai dampak adanya pendemi Covid-19 sehingga dibutuhkan kecepatan penyaluran kepada UMKM yang terkena dampak,” ujarnya.

Dilansir dari Jakarta, CNBC Indonesia-Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menemukan pelaksanaan Program Indonesia Pintar (PIP) belum memadai. Hal ini disebabkan karena data yang digunakan sebagai sumber pengusulan calon penerima tidak handal. Adapun data yang digunakan adalah data pokok pendidikan (dapodik). Sedangkan, Nomor Induk Siswa Nasional dan Nomor Induk Kependudukan belum digunakan sebagai acuan untuk pemberi bantuan. Hal ini mengakibatkan penyaluran bantuan untuk PIP belum tepat sasaran dan masih banyak anak yang seharusnya mendapatkan bantuan justru tidak menerima. BPK mencatat, dana bantuan PIP sebesar Rp2,86 triliun yang diberikan kepada sebanyak 5.364.986 siswa yang tidak layak atau tidak diusulkan menerima. Selain itu, ada sebanyak 2.445.174 siswa pemilik KIP dan/atau yang berasal dari keluarga peserta PKH atau KKS kehilangan kesempatan karena tidak diusulkan dalam SK penerima bantuan PIP.

Dana tidak tepat sasaran bukan hanya masalah teknis tapi penyakit bawaan dalam birokrasi demokrasi. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menangani masyarakat yang terdampak Covid-19, mengalami berbagai macam persoalan. Dari pembagian bantuan sebagian masyarakat yang terlewatkan bahkan tidak tepat sasaran. Akibatnya, banyak yang mengkritisi pemerintah, baik dari masyarakat dan pejabat yang benar-benar memperdulikan nasib dan kesejahteraan rakyat. Merasa bahwa pemerintah selama ini kurang jelas dalam menetapkan siapa yang boleh dan tidaknya mendapatkan bantuan. Sedangkan yang kita tahu bahwa banyak kalangan masyarakat yang mampu justru mendapatkan bantuan. Namun sebaliknya, masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah justru tidak tersentuh bantuan. Data yang tidak akurat mengenai pengelompokan rakyat miskin tidak hanya terjadi sekali atau dua kali saja, namun hal ini seperti sudah menjadi penyakit yang sulit disembuhkan dalam sistem ini. Sudah seharusnya ini menjadi evaluasi agar tidak akan terulang lagi. Dan standar penentuan yang berhak mendapat bantuan sangat subyektif.
 
Inilah dampak dari sistem kapitalis sekuler, yang mana standar keputusan mereka tidak dengan syariat. Berusaha berpikir semaksimal mungkin bagaimana caranya supaya agama tidak mencapuri urusan kehidupan. Hakikatnya sistem ini sengaja menjauhkan syariat dari kehidupan, terlebih dalam hal bernegara.

Dalam Islam, pengaturan dana sosial sudah diatur dengan baik. Apalagi di masa pandemi, bantuan-bantuan yang diberikan kepada masyarakat, baik itu berbentuk uang, sembako, pendidikan dan bantuan usaha masyarakat sudah dijamin oleh negara. Bantuan diberikan tidak tebang pilih, harus adil. Karena penyaluran bantuan yang efektif dan tepat sangat berdampak  kepada keberlangsungan hidup masyarakat. Minimalisir terjadinya kesalahan dalam memberikan bantuan. Hal ini dilakukan semata-mata karena ketaatan kepada Allah SWT, bukan untuk mementingkan pribadi dan golongan tertentu. Tercatat dalam sejarah bagaimana pada kepemimpinan Sultal Abdul Hamid II yang sangat dermawan. Beliau membelanjakan hartanya untuk kepentingan negara maupun masyarakatnya dan tentunya dengan uangnya sendiri. Dan bagaimana kepemimpianan Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz pernah langsung mengutus petugas pengumpul zakat, walaupun di masa kejayaan Islam, benar-benar tidak ada yang berhak menerima zakat. Karena mereka hidup sejahtera.

Sejatinya semua warga negara berhak mendapatkan bantuan, tidak perlu ada namanya kartu khusus. Semua itu tidak diperlukan oleh negara ketika menerapkan aturan Islam. Maka, kita menyadari begitu pentingnya memperjuangkan kembali kehidupan Islam dalam sistem Khilafah Islamiyah. Yang mana, negara memberikan pelayanan terbaiknya untuk masyarakat tanpa melihat dari golongan tertentu.

Wallahu a’alam bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post