Pengelolaan Dana haji dalam Sistem Kapitalis

Oleh: Dian Ayuningtyas S.Sos.

Aktivis Dakwah



Banyak pihak yang mencoba mengaitkan kondisi ekonomi Indonesia yang berada diambang krisis dengan pembatalan keberangkatan haji tahun ini.  Sebagaimana kita ketahui, dana haji dikelola oleh badan khusus yaitu badan pengelolaan keuangan haji (BPKH) yang bertugas mengelola keuangan haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran dan pertanggungjawaban keuangan haji. 

Dalam hal ini yang sangat mengelitik adanya proses pengembangan. Apakah mungkin dana haji bisa digunakan untuk hal yang lain selain ibadah haji? Itu sangat mungkin terjadi dalam sistem ini. Menurut data dari saldo dana haji yang dikelola BPKH pada 2020 sebesar Rp143,1 triliun atau meningkat 15,08 persen. Angka ini meningkat dibandingkan 2019 sebesar Rp124,32 triliun. Pencapaian ini juga melebihi target dana kelolaan yang ditetapkan oleh BPKH 2020 sebesar Rp139,5 triliun. Hingga Mei 2021, BPKH telah mengelola dana haji Rp 150 triliun, sementara pada akhir 2020 mencapai Rp 143,1 triliun. Pengelolaan dana haji pada akhir 2020 melebih target yang ditetapkan sebelumnya yakni Rp139,5 triliun.

Selama 2020, BPKH berhasil mendapatkan imbal hasil Rp7 triliun atau 5-6% dalam pengelolaan dana haji. Pencapaian ini melampaui dari bunga deposito dari bank pemerintah. BPKH menjelaskan saldo dana haji tersebut dipastikan aman dan diinvestasikan ke berbagai instrumen investasi syariah. Selain juga penempatan di perbankan syariah, seperti deposito berjangka, investasi surat berharga dan emas serta investasi luar negeri.

Keuntungan yang didapat dari hasil pengembangan pengelolaan haji, kemungkinan besar digunakan untuk subsidi biaya haji. Data dari BPKH gambaran perhitungan subsidi dari jemaah haji sebagai berikut: Setoran awal Rp25 juta (waktu tunggu 10 tahun), imbalan hasil SA 10 tahun Rp10 juta (asumsi), setoran lunas Rp10 juta (dibayar sebelum berangkat), total dana haji milik per jemaah Rp45 juta, biaya haji riil BPIH per jemaah 70 juta, bantuan/ subsidi dari BPKH Rp70 juta-45 juta = Rp25 juta (dana milik jemaah tertunda), belum termasuk living cost SAR 1.500 = 6 juta ~31juta.

Beginilah paradigma pengelolaan  dalam sistem kapitalis yaitu paradigma bisnis, walaupun itu berkaitan dengan ibadah yang wajib sekalipun.  Adapun isu yang berkaitan dengan penggunaan dana haji untuk infrastruktur sudah muncul sejak tahun lalu, bahkan pada 2017 silam, presiden mendorong dan menginginkan agar dana haji yang tersimpan di pemerintahan bisa diinvestasikan untuk pembangunan infrastruktur, setelah melantik Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 26 Juli 2017. Presiden Jokowi menekankan bahwa pengelolaan keuangan haji adalah hal yang paling penting.

Mengutip dari pengamat ekonomi Salamudin Daeng mengatakan publik dan para calon jemaah haji perlu dan berhak tahu terkait soal polemik setoran dana haji dipakai untuk pembangunan infrastruktur. Menurutnya, dari kajian melalui pengumpulan data yang didapat dari website Kementerian Keuangan menemukan sebagian dana setoran haji memang dipakai infrastruktur. Dana setoran haji yang digunakan untuk infrastruktur di dapat dari 2013-2017 yang mencapai Rp37,56 triliun. Data tahun 2018 dari kementerian belum kami dapatkan. Kami minta ini agar dibuka kepada publik," kepada Republika.co.id.

Menurut Daeng, rincian dana haji untuk infrastruktur dari 2013-2017, di antaranya pada 2013 digunakan untuk membangun proyek trek ganda kereta api Cirebon-Kroya oleh Kementerian Perhubungan sebesar Rp800 miliar.

Jika kita perhatikan kembali padahal dana-dana tersebut bukanlah dana milik lembaga atau negara, akan tetapi dana pribadi milik umat. Ini menunjukan paradigma negara dalam menyelenggarakan ibadah haji adalah paradigma bisnis, untung dan rugi, yaitu salah satunya dengan mekanisme investasi.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post