Malangnya Kaum Muslim Tanpa Pelindung

Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I.

Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

 

Minal aidzin walfaidzin, mohon maaf  lahir dan batin adalah kalimat penghantar saat pertemuan di hari raya. Terasa penuh suka cita, kebahagiaan yang hakiki setelah selama sebulan penuh berpuasa di bulan Ramadhan. Suara bedug bertalu-talu, suara takbir bergema di seluruh pelosok daerah. Itulah suasana lebaran yang biasanya kita rasakan.

Tapi, alangkah sunyi sepi, sendiri rasanya Idul Fitri 1442 H tahun ini. Silaturahmi dengan keluarga besar maupun kerabat atau tetangga tidak bisa dilakukan karena pandemi Covid-19 sudah semakin meluas dan menjalar ke seluruh pelosok negeri. Andai saja pemerintah menjaga masyarakat dari wabah ini sedari awal mungkin ini tidak akan terjadi. Gagalnya pemerintah melindungi rakyatnya dari penyebaran virus menandakan gagalnya sistem pemerintahan.

Bukan hanya di Indonesia saja merasakan lebaran tanpa adanya perlindungan negara bagi umat Muslim. Di wilayah negeri kaum Muslimin lainnya malah sangat terlihat jelas penduduknya tertindas seperti di Kashmir, Uighur, Rohingya, Palestina dan lainnya.

Kita bisa lihat, suasana akhir Ramadhan dan perayaan Idul Fitri di Xianjiang, minoritas Muslim Uighur di Cina berlangsung sunyi. Di sana tak boleh ada azan, apalagi gema takbir, malah merayakan Idul Fitri dengan penuh tekanan, setelah puluhan masjid dihancurkan di sudut kota lainnya. Sedangkan di masjid yang masih berdiri, para jemaah harus melewati metal detector dulu jika akan melaksanakan shalat, sehingga  mereka takut jika pergi ke masjid.

Masyarakat Muslim di Xianjiang hanya bisa beribadah di masjid yang sudah ditentukan oleh pemerintah.  Padahal, azan yang bergema di seluruh penjuru kota pernah menjadi kebanggaan dan dipamerkan kepada wisatawan.Tidak Berbeda jauh dengan di Indonesia, masyarakat Muslim setempat merayakan Idul Fitri juga dilalui dengan sunyi. Sebagian dari mereka berjalan menuju masjid untuk melaksanakan shalat Idul Fitri dalam diam.Tak ada pula gema takbir dan tahlil yang biasa didengar umat sebagai tanda 1 Syawal.

Pemerintah Xinjiang mengatakan negaranya melindungi kebebasan berkeyakinan dan masyarakat dapat merayakan Ramadhan dalam ruang lingkup yang diizinkan oleh hukum, tanpa mengurangi  rasa hormat atas pernyataan yang telah diberikan. Tapi kenyataannya pemerintah setempat diketahui telah menempatkan jaringan berteknologi tinggi di sepanjang negeri, memasang kamera, pos polisi mobil dan pos pemeriksaan tampak di setiap jalan. Ini semua dilakukan dengan alasan sebagai respons serangan mematikan yang dituduhkan kepada ekstremis dan separatis Islam dalam beberapa tahun terakhir.

Tahun lalu pemerintah Xinjiang mengakui telah menjalankan program pendidikan dan pelatihan yang bertujuan menjauhkan orang dari paham ekstremisme dengan mengajarkan hukum Cina dan Mandarin. Masyarakat dalam pusat pelatihan itu tidak diizinkan melaksanakan kegiatan kepercayaan mereka, tapi ketika mereka kembali ke rumah masing-masing mereka baru bisa melaksanakan ibadah lagi.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Cina telah meningkatkan kontrol dari aktivitas tradisi dan kegiatan beragama di tempat publik di Xinjiang, sehingga tidak terlihat perempuan berhijab atau pun laki-laki yang memelihara jenggot saat berkunjung ke daerah tersebut. Mantan tahanan kamp mengatakan mereka ditahan karena mengenakan simbol-simbol yang diyakini mewakili agama tersebut.

Puluhan lokasi ibadah juga telah dimusnahkan, atau dijadikan tempat terbuka publik. Polisi juga melarang jurnalis memasuki Artux, utara Kashgar, lokasi masjid raya kota tersebut dan masjid kampung-kampung dihancurkan. Di Kashgar, dua kamera terpasang di menara masjid memantau para jemaah yang memasuki bangunan. Tak ada kubah atau pun simbol agama pada masjid.

Sungguh malang nasib kaum Muslimin bila hidup tanpa ada pelindung (junnah). Kebebasan menjalankan ibadah dengan khusyuk tidak bisa dirasakan. Masihkah kita sebagai kaum Muslim tetap bertahan hidup dalam ketiadaan pelindung (junnah)?

Seperti apa sebenarnya perlindungan negara kepada rakyatnya di negara khilafah? Perlindungan oleh negara kepada rakyatnya atau junnah, yakni pemimpin yang melindungi rakyatnya, dalam hal apapun. Negara selaku pemimpin rakyat wajib melindungi rakyat untuk menuju hidup tayibatun ghafur.

Ingat! Kaum Muslim sedunia butuh junnah yakni khilafah untuk memberi jaminan rasa aman dan perlindungan dari beragam serangan, ancaman dan memberikan kesejahteraan.Sehingga kaum Muslim sedunia harus berusaha untuk  berjuang menerapkan kembali kekhilafahan Islam yang akan menjadi junnah bagi kita semua.[]


Post a Comment

Previous Post Next Post